Pertumbuhan Ekonomi Bukan Akhir Sebuah Perjalanan

Loading

index

Oleh: Fauzi Aziz

SEMUA negara tanpa kecuali selalu mendambakan agar ekonominya tumbuh. Pertumbuhan yang diharapkan tentu bersifat positip karena merupakan suatu pertanda bahwa kegiatan ekonomi di negaranya berputar. Angka pertumbuhan bisa diproyeksikan berdasarkan metode matematika ekonomi.

Jadi, pertumbuhan ekonomi hakekatnya hanya sebuah indicator dan sebagai faktor pemacu agar kita bisa bekerja keras, bukan merupakan tujuan akhir dari jalannya roda pembangunan ekonomi suatu bangsa. Pertumbuhan ekonomi tinggi menjadi harapan kita bersama dan karena itu, kontraksi ekonomi merupakan peristiwa ekonomi yang tidak diharapkan terjadi karena ini sebuah pertanda bahwa kegiatan ekonomi mengalami gangguan dan boleh jadi pemerintah khawatir dinilai gagal menjalankan tugasnya.

Ekonomi sebagai sistem dibangun bukan untuk mengejar pertumbuhan. Tetapi lebih jauh dari itu, yakni untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Kesejahteraan dan kemakmuran yang diciptakan bersifat merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat. Karena itu, dalam banyak hal pertumbuhan ekonomi acapkali digugat karena menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan.

Mungkinkah pertumbuhan ekonomi bisa menghasilkan pemerataan dan keadilan? Hampir pasti tidak,  karena umumnya pertumbuhan ekonomi dihasilkan para pemilik modal yang umumnya mereka “tidak pernah” berfikir tentang kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat. Mereka hanya berfikir untuk dirinya dan usahanya dalam melipatgandakan nilai aset yang dimiliki dan dikuasainya.

Wajar kalau pemerintah yang berkuasa dimanapun kekuasaan itu bercokol yang menjadi obsesinya adalah bagaimana pemerintah bekerja untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Para pemimpin manapun di dunia akan risau dan gelisah bila selama berkuasa, negerinya mengalami pelambatan ekonomi, apalagi mengalami kontraksi yang menyebabkan pertumbuhan ekonominya negatif.

Dalam sebuah negara yang menganut sistem ekonomi liberal seperti Indonesia saat ini, pertumbuhan ekonomi telah didewakan dan dianggap sebagai tujuan. Padahal pertumbuhan ekonomi sejatinya hanyalah sebuah indikator kinerja. Atau hanya menjadi salah satu instrumen indikator.

Manakala telah terstigma oleh pemahaman semacam itu, maka pemerintah makin terjebak dan yakin bahwa kapitalisasi aset dan kapitalisasi pasar pada dasarnya hanya bisa dilakukan oleh pemodal. Karpet merah digelar hanya untuk para pemodal, baik asing maupun dalam negeri.

Realitas ekonominya sudah salah kaprah karena sistem ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Padahal sistem ekonomi adalah keseluruhan tatanan yang memungkinkan rumah tangga ekonomi keluarga, rumah tangga ekonomi perusahaan dan rumah tangga ekonomi negara bekerja untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran.

Mereka mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang sebagai entitas ekonomi. Pemerintah wajib memberikan layanan yang sama dan ketiga rumah tangga ekonomi tersebut berhak digelarkan karpet merah yang setara dengan kualitas yang sama.

Menurut UUD 1945, sistem ekonomi nasional yang dibangun adalah sistem perekonomian yang bisa meningkatkan kesejahteraan sosial seluruh rakyat. Bukan peningkatan kesejahteraan bagi pemilik modal saja. Dengan demikian, siapapun pemerintah yang berkuasa di negeri ini dituntut oleh konstitusi untuk selalu membuat strategi dan kebijakan ekonominya yang bisa menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Pertumbuhan adalah peristiwa semusim karena amat tergantung dari lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh. Karena itu, pertumbuhan ekonomi bukan akhir dari sebuah perjalanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pasal 33 dan 34 UUD 1945 memberikan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah negara kesejahteraan (walfare state). Sistem ini menegaskan bahwa berarti melaksanakan sistem ekonomi nasional harus ada campur tangan negara/pemerintah untuk menjaga agar tidak terjadi ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi.

Sebagai wanti-wanti, perlu disampaikan bahwa mengejar pertumbuhan ekonomi tetap diperlukan.Tetapi pemerintah dengan instrumen fiskalnya wajib memeratakan pembangunan ekonominya ke wilayah-wilayah yang tidak tumbuh, sesuai dengan beberapa  fungsi kebijakan fiskal, yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi ekonomi dan pertumbuhan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial, ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS