Pertumbuhan Ekonomi Itu Milik Kita

Loading

Oleh : Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

PIKIRAN ini boleh jadi diada-adakan, bahkan bisa jadi seperti nggak ada saja ide yang akan dituangkan dalam pikiran ini. Dalam konteks keindonesiaan, pertumbuhan ekonomi itu menjadi propertynya bangsa Indonesia. Kalau pertumbuhan ekonomi itu terjadi di China atau di negara lain, maka pastilah pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi hak miliknya mereka.

Negara lain yang tidak menghasilkan pertumbuhan harusnya tidak boleh ngiri atau bahkan sewot kok mereka bisa menghasilkan pertumbuhan. Jadi dari teori kepemilikan (tidak tahu apakah teori tersebut ada atau tidak), maka seharusnya ada penetapan oleh negara (by law) bahwa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh negara adalah mutlak menjadi propertinya negara bersangkutan.

Selama ini bagi yang belajar tentang teori ekonomi, prespektif pertumbuhan ekonomi senantiasa dihasilkan dari adanya kontribusi oleh adanya kegiatan investasi, belanja masyarakat, belanja pemerintah dan kegiatan ekspor dan impor. Tapi dari aspek kepimilikan, hasil yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut menjadi milik siapa menjadi tidak penting. Yang penting telah terjadi pertumbuhan dan kita semua harus mengakuinya.

Mengapa ketika pertumbuhan itu terjadi, kesenjangan juga masih terjadi, kemiskinan juga demikian terjadi di mana-mana, maka jawabannya mesti kita carikan solusinya secara cerdas dan menggunakan nalar yang sehat agar pertumbuhan ekonomi benar-benar mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama yang lebih merata dan proporsional. Salah satu caranya barangkali adalah dengan melakukan suatu modifikasi cara berfikir dengan melakukan perubahan pendekatan, sebut saja pendekatan kepemilikan.

Pandangan ini sederhana saja konsepnya, yaitu setiap rupiah yang dihasilkan dari output ekonomi (yang biasanya diukur dalam nilai PDB), berdasarkan pendekatan kepemilikan dibagi habis secara proporsional dalam tiga kelompok besar, yaitu 1) menjadi milik negara, 2) milik investor dan 3) milik rakyat. Secara nalar dan secara proporsional kepemilikan pertumbuhan ekonomi tersebut, misalnya 20% milik negara, 50% milik investor dan 30% adalah milik rakyat.

Kalau PDB nasional tahun 2010 yang lalu misalnya total PDB mencapai Rp 7000 triliun, maka dengan pola pembagian kepemilikan seperti itu, masing-masing pihak akan mendapatkan haknya sebesar Rp 1.400 triliun menjadi miliknya negara, Rp 3.500 triliun milik investor dan Rp 2.100 triliun menjadi milik rakyat.

Karena angka tersebut adalah angka-angka PDB, tujuan yang sebenarnya ingin dicapai dengan pendekatan pendistribusian kepemilikan dalam pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut. Pertama, apapun alasannya ketiga komponen penikmat hasil pertumbuhan tersebut memang harus mendapatkan hak-haknya. Bagi pemerintah/negara hak yang menjadi bagiannya akan dipakai sebagai belanja rutin dan pembangunan.

Bagi para investor, layak mendapatkan haknya paling besar karena faktor resiko yang harus ditanggung oleh mereka, disamping keuntungan yang harus mereka nikmati. Bagi rakyat, sebagai pemilik pertumbuhan juga pantas menikmati dalam bentuk hak untuk bisa hidup sehat, hidup cerdas dan pintar dan hak-hak dasar lainnya, seperti kemananan, ketertiban dan lain-lain.

Kedua, dengan membagi atas dasar kepemilikan tersebut, realitasnya yang dapat menggerakkan pembangunan ekonomi suatu bangsa ditopang oleh tiga kekuatan bangsa, yaitu pemerintah, investor/pebisnis dan rakyat. Kalau kita urai sedikit dari ketiga kekuatan itu, maka pemerintah telah memiliki sistem manajemen sendiri untuk mengelola asetnya, investor/pebisnis juga telah mempunyai sistem tersendiri untuk mengelola asetnya, rakyat atau kita sebut saja komunitas kayaknya belum ada sistem yang melembaga secara kuat dan posisi tawarnya juga kuat.

Ketiga, agar rakyat dapat menjadi pemilik aset pertumbuhan ekonomi yang kuat dan proper, maka sistem kelembagaan ditingkat rakyat harus dikembangkan secara kuat, mandiri, profesional dan kompeten, karena pada akhirnya tiga kekuatan para pemilik aset pertumbuhan ekonomi bangsa ini (pemerintah, investor dan rakyat) harus bekerjasama saling mengisi untuk memperbesar pertumbuhan ekonomi yang menjadi miliknya bersama.

Kekuatan rakyat sebagai pemilik ketiga dari aset pertumbuhan ekonomi, pada dirinya harus sehat jasmani/rohani, cerdas, bermoral dan beretika, kreatif dan produktif untuk bisa berkarya di bidang apapun. Kekuatan ini yang kita perlukan. Diranah politik rakyat telah memiliki wakilnya dengan segala kebaikan dan keburukannya. Di luar sistem politik sudah ada juga keterwakilannya (sebut saja sistem keormasan dan dan NGO).

Keempat, kalau kita sepakat dengan pendekatan berdasarkan pembagian kepemilikan pertumbuhan ekonomi seperti itu, negara itu bisa kita sebut sebagai sebuah korporasi yang pemegang saham utamanya adalah negara (porsi sahamnya 20%) karena peran utamanya sebagai regelator dan pemegang saham utamanya lainnya adalah investor/pebisnis(porsinya 50%) karena merekalah mesin penggerak utama ekonomi produktif.

Pemegang saham utama yang terakhir adalah rakyat yang secara politis diwakili parlemen dan secara sosial budaya diwakili oleh ormas/yayasan/NGO (dengan porsi saham 30%). Sekali lagi misi utama ketiga kekuatan itu adalah menciptakan pertumbuhan yang mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi para pemegang saham.

Karena mereka adalah para pemegang saham utama, pasti semangat yang ada di benaknya adalah mereka nggak mau rugi. Semua ingin untung dan mendatangkan manfaat deviden yang besar berupa kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Jadi konteks yang ingin dibangun dengan judul tulisan Pertumbuhan Ekonomi Milik Kita, yang kemudian coba diurai seperti digambarkan dengan pendekatan kepemilikan dalam arti yang sebenarnya, tidak lain dimaksudkan agar sebagian dari kita yang tidak belajar teori ekonomi dapat dengan mudah memahami praktek penyelenggaraan ekonomi suatu negara.

Yang pasti, pelajaran berharga yang diharapkan dapat ditarik dari semua ulasan tadi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa dihasilkan sendiri oleh negara sendiri, investor sendiri atau rakyat sendiri. ketiganya adalah para kreator dan inovator pertumbuhan ekonomi dan karena itu, maka setiap pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan adalah milik kita, bukan milik orang seorang.

Karena pertumbuhan menjadi milik kita para pemegang saham utama korporasi negara harus bekerjasama dan bekerja bersama untuk berprestasi dengan mengurangi kegiatan orasi yang tidak perlu. Para CEO dan dewan komisarisnya harus proper, kompeten dan profesional karena merekalah yang diberi mandat untuk mengelola aset para pemegang saham utama untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar dan berkualitas untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Karena itu, mari kita rumuskan kembali sistem perekonomian baru ala indonesia yang cocok dengan kondisi dan kebutuhan kita***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS