Produk Manufaktur Indonesia Kalah Bersaing dengan Negara Lain

Loading

komponen-otomotif.jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

TANTANGAN globalisasi hakekatnya menjalankan borderless yang memungkinkan aliran manusia, modal, teknologi, barang dan jasa antar negara berjalan tanpa ada hambatan. Pada saat yang sama interdepedensi juga menjadi paradigma tersendiri dalam dimensi hubungan antar negara dalam spektrumnya yang lebih luas.

Globalisasi lebih beririsan dengan isu peradaban akibat perkembangan teknologi informatika. Sedang demokratisasi dan desentralisasi berkaitan dengan politik, dimana isu kebebasan berpolitik, berpendapat menjadi tema sentralnya.

Indonesia kini berada di tengah pusaran itu. Pembangunan ekonomi dan  sektor-sektor ekonomi terma suk pembangunan industri tidak bisa melepaskan diri dari paradigma globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi.

Ketiga paradigma tersebut mempengaruhi proses industrialisasi di Indonesia. Apapun kebijakan industri yang akan diambil, tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari persoalan politik yang demokratis dengan berbagai kewenenangan pegambilan keputusan politik yang sudah terdesentralisasi di tingkat propinsi/kabupaten/kota bahkan tingkat desa.

Fakta ini tentu menghasilkan berbagai konsekwensi logis. Pertama globalisasi memerlukan kondisi lingkungan ekonomi yang sehat dan efisien agar proses industrialisasi berlangsung efisien dan produktif, dengan skala ekonomi yang maksimal sehingga mampu berkompetisi di pasar global.

Kedua, disaat yang sama, industrialisasi memerlukan proses politik yang baik agar keputusan pemerintah di bidang industri tidak dihadapkan fragmentasi karena perbedaan sudut pandang politik dalam merumuskan politik industri nasional.

Demokrasi dan desentralisasi secara faktual telah membuat proses industrialisasi dikangkangi oleh segudang regulasi yang harmonisasinya lemah sehingga tumbuh kembangnya industri di dalam negeri harus berurusan dengan banyak pihak, baik di pusat maupun di daerah.

Padahal, industrialisasi memerlukan paduan kerangka regulasi dan kerangka kebijakan yang bersifat inheren. Misal kebijakan industri,  investasi dan perdagangan harusnya berada dalam satu legal frame work agar lebih menjamin adanya kepastian hukum.

Ketika terpisah, yang terjadi adalah ketidakterpaduan kebijakan, baik yang terjadi di tataran strategis maupun pada tataran operasional. Dalam kungkungan kebijakan yang terfragmentasi, sudah pasti proses pembangunan industri di Indonesia menjadi high cost.

Fakta ini menyebabkan daya saing internasionalnya rendah sehingga ekspor produk manufaktur Indonesia kalah bersaing dengan negara lain dan di dalam negeri pasarnya terancam oleh masuknya barang impor, baik legal maupun ilegal.

Industrialisasi memerlukan lingkungan ekonomi yang low cost. Globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi telah menjadi keniscayaan. Memerlukan kepastian hukum yang dicerminkan oleh adanya aturan yang tidak tumpang tindih adalah kondisi umum yang diharapkan agar pembangunan industri berjalan tanpa hambatan.

Aturannya harus clear and clean sehingga rencana investasi yang sudah dibuat dapat direalisasikan tepat waktu. Industralisasi hakekatnya bisnis yang selalu memerlukan kepastian berusaha dan kepastian hukum agar dapat memperoleh profit dan manfaat ekonomi lainnya seperti return on invesment.

Indonesia sudah mengambil keputusan politik untuk menjadi negara demokrasi dan melaksanakan desentralisasi. Pun juga telah menerima globalisasi dan perdagangn bebas sebagai partisipasi yang sulit dihindari karena trend-nya memang memaksa semua negara membuka isolasi ekonomi yang telah menjadi konsensus global.

Oleh sebab itu, setiap proses politik yang menggodok kebijakan ekonomi tidak disemangati oleh semangat arogansi yang hanya akan menghasilkan produk kebijakan yang fragmentatif dan kontra produktif.

Industrialisasi di Indonesia memerlukan proses politik yang baik agar kebijak an-kebijakan yang dihasilkan dapat diimplementasikan serta tidak distortif dan kontra produktif.

Karena prosesnya terus berjalan, produk regulasi dan kebijakan yang sudah ada jika ternyata banyak menimbulkan distorsi, layak dikoreksi atau bahkan dibatalkan jika bertentangan dengan konstitusi. Proses koreksi bisa dilakukan melalui deregulasi.

Regulatory Impact Assesment adalah cara yang dapat dipakai menilai efektifitas kebijakan. Secara self assesment masing-masing K/L dan pemerintah melakukan tindakan korektif yang diperlukan, termasuk harus dilakukan oleh DPR yang terkait dengan koreksi atas berbagai Undang-undang.

Regulasi adalah produk kebijakan politik. Karena itu, proses pembuatan peraturan perundangan harus berorientasi pada pemecahan masalah, menjamin harmonisasi dan kepastian hukum serta dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi seluruh tatanan ekonomi industri yang sudah dibangun sejak zaman pra kemerdekaan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS