Rating Industri Untuk Masuk ke Sistem Global Supply Chain

Loading

index1

Oleh: Fauzi Aziz

KITA terus dituntut dan dituntun memperbaiki kinerja ekonomi dari waktu ke waktu. Langkah tersebut oleh David Neeleman, CEO JetBlue disebut sebagai inovasi. Secara mudah dan sederhana David Neeleman memberikan pengertian inovasi sebagai upaya mencari cara untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik daripada sebelumnya.

Upaya ini memang harus dilakukan karena kini industri hidup dan bertarung menghadapi tantangan dan dan perubahan. Industri harus efisien dan kompetitif agar dapat selalu hadir di tengah-tengah pasar sebagai pemasok yang handal. Sudah banyak ahli menyampaikan daur hidup industri harus panjang dan tuntutan keadaan memaksa industri harus bisa bergabung dalam komunitas industry dan masuk ke jaringan global supply chain.

Ini adalah keniscayaan. Sebab itu, perusahaan industri nasional, baik BUMN maupun swasta semestinya harus mempersiapkan diri menjadi pemain yang siap melakukan kolaborasi dan aliansi. Keterampilan produksi dan inovasi merupakan cara sukses agar bisa masuk ke da lam global industrial network.

Siapa mereka, kita pasti tidak tahu karena informasinya sangat terbatas. Oleh sebab itu, kita berharap agar Kemenperin bisa melakukan rating terhadap perusahaan industri berskala besar dan menengah yang dinilai layak masuk ke dalam global industrial network. Dengan melakukan pe-rating-an, profil industri dan bisnis intinya akan diketahui oleh calon mitra strategisnya.

Sekarang ini eranya membangun kolaborasi dan aliansi atau bisa dikatakan sebagai daur ulang dari sistem lama yang kita kenal sebagai internasional division of labour. Kunjungan Presiden ke Eropa antara lain mempromosikan Indonesia siap masuk dalam Rantai Pasokan Global. Sektor industri menjadi salah satu sektor yang dapat didorong masuk ke sistem tersebut.

Menjadi tepat bila cara masuknya diatur dalam salah satu paragrap legal frame work dalam kerjasama membangun kemitraan ekonomi secara komprehensif dengan negara manapun di kawasan maupun di tingkat global. Rating industri menjadi salah satu profil yang bisa ditawarkan potensinya.

Secara B to B mereka dapat melakukan MOU dengan mitra strategisnya yang pola kolaborasi dan aliansinya secara umum sudah diatur dalam legal frame work. Tema “industrial cooperation” dan “joint venture” harus menjadi progam utama Kemenperin di masa mendatang. Kemenperin berarti harus membuat Industrial Asset Management Unit untuk menyusun ratingnya dan memfasilitasi pelaksanaan kerjasamanya, meskipun prakteknya bersifat B to B.

Tugas dan tanggungjawab ini ada di Kemenperin sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 5 UU nomor 3 ta hun 2014 tentang perindustri mengenai kewenangan pengaturan,pembinaan dan pengembangan industry dan yang terkait dengan pelaksanaan pasal 91 ayat (2) huruf c, bahwa kerjasama internasional di bidang industri ditujukan untuk memanfaatkan jaringan rantai suplai global sebagai sumber peningkatan produktifitas industri.

Kurang apalagi kewenangan yang diberikan Kemenperin dalam mengurus pemberdayaan perusahaan industri nasional. Jika tidak diurus dengan baik, maka pasti akan diurus oleh kementrian lain karena kita berpacu dengan waktu. Presiden sudah tegas mengatakan kerjasama industri harus mulai dirintis agar Indonesia berhasil masuk ke sistem global supply chain.

Tanggungjawab ini memang tidak ringan tapi harus diurus dengan baik. Peran-peran strategis Kemenperin harus segera muncul di tingkat operasional. Enam ditjen teknis sangat proper untuk menangani pekerjaan yang bersifat operasional dan strategis dalam pembinaan dan pengembangan industri.

Mengutip Philip Kotler, ada 4 jenis pilihan strategis yang secara potensial model kolaborasi dan aliansinya dapat dilakukan, yakni:1).Industri-industri yang aliansi-aliansi strategisnya sangat diperlukan;yang memberi akses ke pasar dan menciptakan keunggulan biaya, melalui skala atau operasi litbang bersama.

Contoh konstruksi pesawat terbang, komputer, bio engineering dan industri kendaraan bermotor. 2).Industri dengan akses pasar yang kritis, tetapi keekonomian skala dalam manufaktur dan/atau litbang diperlukan. Contoh farmasi, kimia halus dan peralatan kedokteran.3).Industri-industri dengan keekonomian skala utamanya tidak kritis dan akses ke pasarnya bukan masalah.

Contoh pengolahan makanan, semen, baja dan serat sintetis.4).Industri-industri dengan area yang diblokir merupakan masalah. Contoh jaringan telekomunikasi lokal, sektor distribusi dan jenis-jenis tertentu industri persenjataan. Inilah hal-hal yang ke depan secara intensif harus dilakukan oleh Kemenperin dalam melaksanaan tugas pokok pembinaan dan pengembangan industri. (penulis adalah pemerhati masalah industri dan industri)

CATEGORIES
TAGS