Repatriasi Sumber Pertumbuhan Ekonomi

Loading

Skripsi-IESP

Oleh: Fauzi Aziz

 

INDONESIA dengan jumlah penduduk besar dan memiliki kekayaan alam melimpah, perlu memiliki energi berupa likuiditas untuk meningkatkan nilai ekonominya. Kita memerlukan economic outcomes yang tinggi sehingga memerlukan investasi.

Repatriasi dan re-investasi salah satu sumber dana pembiayaan investasi  agar kegiatan dan proses ekonomi di dalam negeri berjalan sebagai mesin pertumbuhan. Repatriasi dan re-investasi bukan hal baru karena keduanya merupakan satu mekanisme yang berlaku universal dalam sistem ekonomi. Dana repatriasi adalah milik masyarakat dan institusi asal Indonesia  yang umumnya ada di luar negeri.

Sedangkan dana untuk keperluan re-investasi pada umumnya adalah milik perusahaan yang beroperasi di Indonesia, baik miliknya modal asing maupun perusahaan nasional.

Dana repatriasi dan dana yang dicadangkan untuk re-investasi harus dimobilisasi untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi produktif di da lam negeri. Dana repatriasi hakekatnya “tidak memiliki kedaulatan”. Secara ekonomi, dana tersebut murni tunduk pada hukum pasar dalam sistem ekonomi liberal, dimana negeri ini juga menganutnya hingga kini. Ia akan mau mudik sepanjang pemiliknya mendapatkan manfaat ekonomi yang optimal, yaitu return dan profit serta aman.Tax amnesty, nanti ada satu kawasan di Indonesia yang ditetapkan sebagai wilayah tax heaven hanya berfungsi sebagai iming-iming atau insentif.

Yang terlupakan justru re-investasi. Selama ini, pemerintah kurang memberikan perhatian, dalam arti tidak memberikan insentif apa-apa kepada investor existing yang berusaha di Indonesia.

Padahal momentum bisnis mereka perlu dijaga dan selama ini pertumbuhan ekonomi nasional disumbang oleh kinerja bisnis mereka, sehingga negara mendapatkan benefit antara lain penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, royalty, lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

Jika tidak dijaga keberadaannya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, keuntungan yang mereka peroleh selama ini, akan dibawa kabur ke luar negeri  dan tidak diinvestasikan di Indonesia. Ini bisa terjadi karena Indonesia selama ini menganut rezim devisa bebas.

Kalau kita berfikir jangka pendek, katakan hanya mengejar momentum pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2019, pengamanan atas investasi yang sudah ada jauh lebih penting jika dibanding dengan mengejar tambahan investasi baru yang dananya saat ini sedang dikejar melalui tax amnesty, kawasan tax heaven dan reformasi sistem perpajakan yang sudah direncanakan pemerintah bersama DPR. Gejala “de-industri alisasi” terjadi salah satu contoh betapa pemerintah dinilai kurang bisa merawat dan mengamankan investasi perusahaan industri yang sudah ada sehingga mereka memilih pindah ke negara lain yang iklim investasinya lebih baik.

Atau boleh jadi ada yang melakukan alih fungsi usaha dari semula memproduksi barang menjadi hanya memperdagangkan barang dan yang dipasarkan adalah barang impor. Resiko ekonomi paling berat dihadapi Indonesia jika gejala “de-industrialisasi” tidak bisa diselamatkan, Indonesia akan menjadi negara net importir produk manufaktur yang dampaknya akan meluas.

Misalnya cadangan devisa akan terkuras mencukupi kebutuhan impor dan secara fondamental struktur ekonomi nasional akan rapuh. Pembangunan ekonomi harus jalan terus dan tidak akan berhenti hanya sampai tahun 2019. Kalau berpegang pada RPJPN, dilihat dari dimensi waktu, kita masih punya waktu hingga 2025. Setelah itu, kita harus mempunyai RPJPN baru, misalnya tahun 2025-2045. Artinya Indonesia masih akan terus melakukan pembangunan ekonomi dan memerlukan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan.

Lima tahun dari tahun 2045, Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi nomor 6 di dunia pada tahun 2050. Investasi dan peningkatan kapasitas produksi menjadi arus utama kebijakan ekonomi yang harus direalisasi kan supaya bangsa Indonesia berhasil menjadi net eksportir produk manufaktur.

Oleh sebab itu, Indonesia selain memerlukan dana repatriasi, juga perlu merawat investasi yang sudah ada agar produktifitasnya makin meningkat, selain diperlukan tambahan investasi baru, baik yang berasal dari dana repatriasi yang mudik maupun berasal dari modal asing dan modal dalam negeri.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS