Repatriasi,Cadangan Devisa dan Lalu Lintas Devisa

Loading

uang-terbang

Oleh: Fauzi Aziz

REPATRIASI adalah harapan Indonesia karena negeri ini memerlukan dana investasi yang tidak kecil untuk membangun. Cadangan devisa adalah semacam tabungan dalam valuta asing dan emas sebagai penyangga stabilitas ekonomi.

Saat ini berdasarkan pengumuman BI jumlahnya mencapai sekitar USD 107 miliar. Lalu lintas devisa hakekatnya adalah arus keluar masuk valuta asing yang memungkin dana asing bisa masuk dan keluar dengan bebas karena negeri ini memberlakukan kebijakan rezim devisa bebas.

Repatriasi setelah masuk di dalam negeri akan memperbesar cadangan devisa. Saat masuk, cadangan devisa jumlahnya bisa membengkak. Namun cadangan devisa pada saat yang tidak terlalu lama bisa akan mengempis jumlahnya ketika sebagian dana valuta asing kembali berlarian keluar dan ini tidak bisa dicegah karena Indonesia menganut rezim devisa.

Dana repitrasiasi belum sempat digunakan sebagai instrumen investasi sudah kabur lagi keluar karena iklim investasi di negara lain jauh lebih menarik. Menurut perkiraan BI dana repatriasi akan bisa masuk sekitar Rp 560 triliun saat pemerintah melaksanakan tax amnesty. Pajak hasil pengampunan akan masuk sekitar Rp 45 triliun. Angka repatriasi tersebut tidak ada jaminan betah tinggal lama di dalam basket cadangan devisa kalau pemerintah lamban menyediakan instrumen investasi yang yield-nya menarik, return on investmentnya pendek dan profitabilitasnya menarik.

Jika syarat ini tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah, maka uang sebesar Rp 560 triliun tersebut akan terbang lagi keluar karena Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dalam kondisi paling buruk seperti itu, berarti pemerintah berarti hanya akan menerima dana pengampunan pajak sebesar Rp 45 triliun saja.

Dana repatriasi yang kabur kembali keluar adalah sah menurut hukum publik  Indonesia karena kita masih menganut rezim devisa bebas. Dan para pelakunya tidak bisa lagi dianggap sebagai pengemplang pajak karena sudah melunasi pajak dengan tarif yang sangat rendah melalui skema pengampunan pajak (tax amnesty).

Sebab itu jika RUU Pengampunan Pajak disyahkan menjadi UU, pemerintah secara potensial akan menerima dana segar selama 6 bulan atau paling lama 1 tahun sebesar Rp 560 triliun dalam bentuk “tambahan cadangan devisa” dan sebesar Rp 45 triliun sebagai tambahan penerimaan pajak.

Jika kebijakan pemerintahnya hanya berhenti sampai disitu saja, maka kebijakan tax amnesty sangat berpotensi tidak efektif jika tidak disertai dengan meninjau kembali UU tentang Lalu Lintas Devisa yang menganut rezim devisa bebas menjadi menganut rezim kontrol devisa.

Mengubah rezim ini tidak mudah karena Indonesia sudah lama menganut rezim devisa bebas sejak tahun 1982. Konflik kebijakan pasti akan terjadi karena Indonesia sudah menganut sistem ekonomi terbuka hingga kini. Debatnya akan banyak berlangsung di ranah politik ekonomi karena rezim devisa bebas berada dalam habitat sistem ekonomi liberal.

Kesimpulannya adalah bahwa kebijakan tax amnesty akan efektif jika ditujukan untuk menarik capital inflow diperlukan dukungan beberapa kebijakan yang terkait, yakni kebijakan investasi dan kebijakan industri; kebijakan kontrol devisa; dan kebijakan perpajakan. (penulis adalah pemerhati ma salah ekonomi dan industri).

 

CATEGORIES
TAGS