Ruhut: Modal Politik AHY Masih Cekak…

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Mantan politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, memperkirakan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tak akan mau disandingkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon presiden dalam Pilpres 2019 kelak.

Setidaknya ada tiga alasan yang membuat JK enggan, yakni sakit hati, modal elektabilitas rendah dan modal politik cekak.

Rasa sakit hati JK terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjadi ketika Pilpres 2009. Kala itu, JK masih ingin duduk sebagai wakil presiden mendampingi SBY. Tetapi SBY justru membentuk tim 8 untuk mencari kandidat pendamping dalam Pilpres 2009 selain JK.

“Saya perkirakan JK pasti tidak mau. JK pernah dikesampingkan, sekarang ketika ada butuh, baru SBY mendekati lagi,” jelasnya.

Ruhut mengaku berada dalam tim tersebut bersama beberapa tokoh Partai Demokrat, seperti Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie. Mereka merekomendasikan beberapa nama, termasuk Boediono, yang akhirnya mendampingi SBY sebagai wakil presiden pada periode 2009-2014.

Kedua, perhitungan elektabilitas AHY masih rendah. Bagi Ruhut, karier politik AHY masih terlalu belia. Ia baru menapaki dunia politik pada Pilgub DKI 2016.

Data perhitungan elektabilitas AHY dalam survei Indo Barometer yang dilakukan pada 15-22 April 2018 hanya mencapai 2,0 persen. Angka ini jauh di bawah elektabilitas Joko Widodo (40 persen) dan Prabowo Subianto (19,7 persen). Indo Barometer melakukan survei di 34 provinsi dengan 1.200 responden.

Selain itu, survei Charta Politica, 13-19 April 2018, menunjukkan elektabilitas AHY hanya 2,7 persen. Elektabilitas tertinggi masih diraih Jokowi (51,2 persen) dan Prabowo (23,3 persen). Survei ini melibatkan 2.000 responden, yang dipilih dengan metode multistage random sampling.

Ruhut menganggap elektabilitas AHY seharusnya lebih tinggi jika, sebelum menapaki Pilgub DKI 2016, SBY menjadikan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. AHY masih ‘jauh panggang dari api’ kalau sekarang ingin masuk pentas pilpres, kata Ruhut. Dengan elektabilitas sekecil itu, tentu JK makin tak mau.

Bergantung Bapaknya

Menurut Ruhut, langkah SBY menyorongkan AHY tanpa mendudukkannya sebagai ketua umum kurang strategis. Modal politik yang dikantongi AHY kurang mumpuni dibanding ketua umum parpol lain, seperti Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto.

“Apalagi pangkat terakhir AHY di militer baru sebatas mayor, itu kelasnya baru kapolsek kalau di polisi atau koramil kalau di militer. Itu kan sekelas kecamatan saja,” ujar Ruhut.

Ruhut juga menekankan modal finansial AHY masih bergantung kepada bapaknya, SBY. Total harta kekayaan AHY yang dilaporkan ketika mencalonkan diri pada Pilgub DKI mencapai Rp 21 miliar. Angka ini cukup spektakuler bagi seorang tentara dengan pangkat akhir mayor. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2015 tentang Peraturan Gaji Anggota TNI menyebutkan gaji seorang mayor hanya Rp 2,9 juta. “Tentu soal finansial tidak lepas dari bapaknya,” ungkapnya.

Namun Agus sendiri mengaku kekayaan yang dilaporkannya merupakan gabungan dari kekayaan istrinya, Annisa Pohan. Pada 29 November 2016, ia menyebutkan istrinya juga bekerja dalam bidang seni dan memberikan pemasukan keluarga cukup besar.

Annisa juga menjadi presenter di beberapa acara televisi dan mengelola bisnis batik dengan merek ‘Alleira’, yang dirajut sejak SBY menjadi presiden.

“Kan kami suami-istri, istri saya pekerja seni yang sudah bekerja jauh sebelum menikah, sehingga apa yang kami laporkan benar adanya,” ujar AHY pada 29 November 2016.(red)

 

CATEGORIES
TAGS