Sepanjang Jalan di Jakarta

Loading

Oleh Enderson Tambunan

Ilustrasi

PATUT dihargai setiap upaya Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk mengurai masalah lalu lintas di wilayah ibu kota negara ini. Muara dari upaya itu, tentu untuk memberikan kenyamanan dan kelancaran beraktivitas bagi warga kota Jakarta.

Memang pada tempatnya Pemerintah Provinsi DKI lebih memberikan perhatian pada ibu kota negara dan kota internasional ini. Banyak negara punya kedutaan di Jakarta, dan karena itu, geliat Ibukota menjadi sorotan internasional. Termasuk soal kemacetan arus lalu lintas, yang tak berlebihan bila disebut dalam kondisi “sakit”. Betapa tidak. Rasanya tidak ada lagi jalan utama, termasuk jalan bebas hambatan, di Jakarta yang tidak dihinggapi penyakit macet.

Terkait dengan itu, kita memberikan perhatian ekstra pada rencana Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk memberlakukan sistem electronic road pricing atau disingkat ERP, sebagai pengganti sistem 3 in 1, yang sudah bertahun-tahun diterapkan. Program 3 in 1 diberlakukan pada Januari 2004. Penerapan sistem satu mobil pribadi berpenumpang minimal 3 orang itu, tidak terlepas dari keinginan supaya pengguna mobil pribadi beralih ke angkutan umum agar keramaian lalu lintas dapat dikurangi.

Rencana penerapan ERP tetap dilihat dari sudut untuk melancarkan arus lalu lintas, dengan alasan sistem 3 in 1 dinilai kurang berhasil. Masuk di akal memang program ini kurang berhasil, sebab justru ada pihak yang memanfaatkannya sebagai mata pencaharian. Beberapa warga kota menyediakan diri sebagai penumpang kedua dan ketiga pada saat jam-jam 3 in 1, pagi dan sore, diberlakukan. Maka lahirlah istilah joki. Untuk menghindari terjebak 3 in 1, pengemudi “menaikkan” joki dengan bayaran tertentu. Jadinya, upaya mengurangi penggunaan mobil pribadi tak berhasil. Upaya menggiring pemilik mobil pribadi ke angkutan umum tak mencapai target.

Maka, Pemprov DKI pun mencari cara lain, yakni ERP, yang disebut-sebut suskes diberlakukan di Singapura, London, dan Stockholm, seperti dikemukakan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristiono, kepada wartawan, pekan lalu. Dari namanya saja sudah dapat dicium bahwa sistem ini mengharuskan keluarnya uang. Pengguna mobil pribadi yang masuk jalan kategori ERP mesti membayar sejumlah uang, yang tarifnya masih akan ditentukan. Tentu, tidak harus bayar tunai, tapi dapat dengan sistem pembayaran kemudian, misalnya pemotongan kartu berlangganan.

Siap Diterapkan

Belum ada rincian apakah pola ERP diberlakukan sepanjang hari, seperti halnya jalan tol, atau model 3 in 1, yang hanya pada jam-jam tertentu pagi dan sore hari. Belum pula jelas, kapan ERP diberlakukan dan pada ruas-ruas jalan mana saja. Hanya sementara disebutkan, ERP bakal diberlakukan pada ruas jalan yang terkena 3 in 1. Selama ini, 3 in 1 berlaku di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara, dan sebagian Jalan Jenderal Gatot Subroto.

Beberapa hal yang perlu dipikirkan, misalnya, apakah ERP perlu sepanjang waktu (24 jam)? Apakah ERP berlaku pada hari libur? Apakah ERP dijamin bebas macet. Mungkin saja macet terkena “limpahan” macet dari jalan non-ERP. Ya, masih banyak pertanyaan yang dapat diajukan demi tercapainya efektivitas sistem ERP.

Semua mendambakan lancarnya arus lalu lintas. Semua happy bila lalu lintas bebas macet. Maka jangan berhenti membenahi angkutan umum supaya sungguh-sungguh murah, aman, nyaman, dan mencukupi. Murah bayarannya, aman dari penjahat, nyaman pakai AC tak berdesak-desakan, dan tersedia setiap waktu. Ini resep jitu merumahkan mobil pribadi. Jika sudah begitu, maka berjalan-jalan sepanjang jalan Jakarta akan nikmat. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS