Setnov Orang RI Terkuat, Lolos dari 7 Kasus Korupsi

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Setya Novanto tidak lagi berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP setelah Hakim tunggal, Cepi Iskandar, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilannya.

Hakim menilai, penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK tidak sesuai dengan prosedur, sehingga penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap terhadap Novanto dinilai tidak sah.

Ini bukan kali pertama Novanto berhasil lolos dari jerat hukum. Sebelumnya, politikus Partai Golkar ini juga lolos dari kasus hukum lain. Politikus yang dikabarkan tengah berada dalam kondisi sakit ini telah berurusan dengan sejumlah kasus hukum berbeda sejak tahun 1999  dan hebatnya, Novanto berhasil lolos dari semuanya.

Berikut 7 kasus hukum yang pernah menyeret-nyeret nama Novanto:

  1. Cessie Bank Bali (1999)

Skandal cessie Bank Bali merupakan buntut dari gelombang krisis moneter 1997-98. Kala itu, pada tahun 1997, Dirut Bank Bali, Rudy Ramli, kesulitan menagih piutangnya kepada tiga bank yakni Bank Dagang Nusantara Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional dan Bank Mutiara dengan total Rp 3 triliun.

Bank Bali kemudian menggandeng PT Era Giat Prima, perusahaan milik Novanto dan Djoko S. Tjandra.

Januari 1999, Bank Bali dan Era Giat menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih. Bank Indonesia akhirnya mengeluarkan dana sebesar Rp 950 miliar. Namun ternyata, Bank Bali hanya menerima Rp 359 Miliar.

Skandal ini terkuak setelah Bank Bali mentransfer uang senilai Rp 500 miliar kepada PT Era Giat Prima. Kasus ini akhirnya berhenti, bersamaan dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.

  1. Penyelundupan Beras Vietnam (2003)

Bersama rekannya di Partai Golkar, Idrus Marham, Novanto pernah disebut dengan sengaja memindahkan 60 ribu ton beras dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak seluruh beras yang diimpor oleh Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) itu belumlah dibayarkan.

Akibat kecurangan ini, negara diduga dirugikan sebesar Rp 122,5 miliar. Novanto hanya diperiksa satu kali terkait kasus ini, yakni pada 27 Juli 2006. Ia pun tidak menjadi tersangka dalam kasus ini.

  1. Kasus Limbah Beracun di Pulau Galang, Kepulauan Riau (2006)

Pada tahun 2006 lebih dari 1000 ton limbah beracun mendarat di Pulau Galang. Limbah itu disamarkan menjadi pupuk organik, meski mengandung tiga zat radioaktif berbahaya, yakni Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228.

Novanto diduga adalah orang di belakang penyelundupan tersebut. Dia merupakan pemilik PT Asia Pacific Eco Lestari (APEL), perusahaan yang mengimpor limbah-limbah berbahaya asal Singapura tersebut.

Dalam kasus ini, Novanto bahkan tidak pernah diperiksa.

  1. Kasus PON Riau (2012)

Nama Novanto disebut oleh mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin terlibat dalam korupsi pembangunan lapangan tembak PON Riau 2012. Novanto diduga mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan APBN.

Meski begitu, Novanto hanya diperiksa sebanyak dua kali. Ia diperiksa sebagai saksi atas tersangka utama, Gubernur Riau Rusli Zainal.

Novanto membantah semua tuduhan dan lagi-lagi berhasil lolos dari jerat hukum.

  1. Kasus Etik Donald Trump (2015)

Bersama dengan Fadli Zon, Novanto bikin geger tanah air ketika hadir dalam kampanye Donald Trump pada pemilihan Presiden AS. Novanto disebut melakukan pelanggaran etik karena dianggap memberikan dukungan politik pada Trump, mengingat statusnya sebagai Ketua DPR.

Terkait hal ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang pelanggaran kode etik untuk Novanto.

Namun, seperti sebelum-sebelumnya, Novanto hanya diberikan teguran agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas.

  1. Papa Minta Saham (2015)

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said melaporkan Novanto ke Majelis Kehormatan Dewan DPR. Novanto disebut telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta imbalan saham guna memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Rekaman pembicaraan Novanto kala itu bahkan sempat beredar luas. Publik mengecam keras Novanto dan mendesak MKD DPR memberhentikan Novanto dari jabatannya selaku ketua DPR.

Melalui serangkaian peradilan kode etik DPR, seluruh anggota MKD menyatakan bahwa Novanto telah melakukan pelanggaran kode etik.

Namun, pada akhirnya MKD tak menjatuhkan sanksi kepada Novanto. Sebab, menjelang putusan akhir soal sanksi etik, Novanto mengirimkan surat pengunduran dirinya sebagai ketua DPR dan digantikan oleh rekannya di Partai Golkar, Ade Komaruddin.

Dalam kasus ini, Novanto juga mengajukan uji materi terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan, ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK pun mengabulkan gugatan Novanto setelah memutuskan bukti elektronik haruslah atas permintaan polisi dan penegak hukum lainnya sehingga rekaman pembicaraan Novanto tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti untuk menjeratnya.

Bahkan, setelah memenangi pemilihan ketua umum Partai Golkar pada 17 Mei 2016, Novanto kembali menjabat sebagai ketua DPR. Dia dilantik dalam rapat paripurna pada 30 November 2016.

  1. Korupsi e-KTP

Kali ini Novanto tersangkut kasus korupsi e-KTP. Politikus asal NTT itu diduga menerima uang sebesar Rp 574 miliar dari proyek pengadaan e-KTP.

Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan dugaan melanggar Pasal 3 atau 2 ayat 1 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, secara bersama-sama dan melawan hukum.

Novanto melawan status tersangka dengan mengajukan gugatan praperadilan pada Senin (4/9) lalu. Dan, lagi-lagi Novanto lolos dari jerat hukum. Pada Jumat (29/9), Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Dengan putusan itu, gugurlah status tersangka Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.

Setya Novanto kembali membuktikan, dia benar-benar politikus ulung. (red)

 

 

CATEGORIES
TAGS