Tidak Ada Ampun Bagi Pengedar Narkoba, Kecuali Mati

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

TIDAK ada ampun bagi pengedar narkoba kecuali mati begitu dihadapkan ke ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dua minggu terakhir ini saja sudah dua orang warga negara Malaysia diganjar hukuman mati oleh majelis hakim yang diketuai Ny. Hasmayeti SH dan majelis hakim yang diketuai Richard Silalahi SH.

Kedua terpidana mati itu masing-masing dinyatakan terbukti memproduksi narkoba jenis shabu-shabu kemudian dipasarkan dengan perdayakan jaringan sindikat. Hanya dari tangan Gan Kuo Lien alias Peter ditemukan barang bukti siap edar sebanyak 250 kilogram shabu-shabu kemudian ditambah lagi barang bukti yang disita dari tangan E.W Hock sebanyak 175 kilogram shabu-shabu.

Maka wajar saja kedua majelis hakim tersebut menjatuhkan vonis renggut nyawa bagi masing-masing terpidana. Sebab jika dibiarkan hidup dapat dipastikan keselamatan masa depan bangsa akan tetap terancam akibat kematian dan kerusakan mentalitas generasi muda ketergantungan narkoba. Akibat yang paling buruk, bangsa ini menjadi budak narkoba hingga mengerucut ke arah hancurnya nilai-nilai peradaban manusia dalam bingkai komunitasnya.

“Hukum menghendaki lebih baik menghukum mati satu orang demi menyelamatkan jutaan nyawa yang terus diincar sindikat kejahatan narkoba sebagai korban,” ujar kedua ketua majelis hakim tersebut menanggapi tubasmedia.com seusai sidang, Rabu (13/2).

Namun, kedua pria paruh usia itu tentu saja tidak ingin saatnya mati konyol di ujung peluru juru tembak eksekusi. Sesaat mendengar ketukan palu hakim mematikan, masing-masing langsung mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jika upaya banding itu saatnya ditolak, dapat dipastikan keduanya akan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan bila perlu akan mencari celah kemungkinan dapat mengajukan upaya sidang Peninjauan Kembali (PK).

Sepahit-pahitnya jika pada akhirnya semua perlawanan upaya hukum itu mentok tentu saja keduanya akan memanfaatkan secercah harapan permohonan Grasi (pengampunan) yang menjadi hak prerogatif presiden saat ini ada di tangan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sekarang tinggal pilih nyawa siapa yang perlu diselamatkan, nyawa kedua terpidana mati itu atau nyawa jutaan generasi muda rakyat Indonesia..?

Pertanyaannya, apakah Presiden SBY semudah kemauan harapan para terpidana mati itu mendapatkan Grasi seperti kenikmatan yang diterima bandar narkoba Hengki Gunawan nggak jadi ke liang kubur atas pertolongan Grasi “genggaman” SBY. Pemberian Grasi sebagai “belas kasih” SBY atas kejahatan Schpelle Corby (Corby) penyelundup 4 kilogram ganja ke Pulau Dewata Bali, juga dikucurkan.

“Pemberian grasi itu kurang pantas dan tidak sesuai dengan komitmen bangsa kita bahkan SBY sendiri suatu saat dalam pidatonya pernah menyatakan perang terhadap narkoba. Bahkan dunia pun sudah sepakat narkoba adalah musuh bersama yang harus terus diberantas sampai ke akar-akarnya. Kok malah SBY memberi grasi apa manfaatnya..?, “ ujar Elza Syarif pengacara terkenal itu menanggapi tubasmedia.com di Jakarta, saat dimintai tanggapannya soal grasi yang diberikan SBY terhadap Gorby yang dipredikat publik sebagai “Ratu Mariyuana”.

Menurut Elza, ayah kandung Gorby saat ini juga berada di tahanan sebagai terpidana kejahatan narkotika. Pemerintah Australia sendiri tidak memberi grasi terhadap warga negaranya itu. “Ayah kandung Gorby pengedar narkoba kelas kakap. Sekarang ini sedang menjalani hukumannya di negerinya sana.

Pemerintah Australia sendiri tidak memberi Grasi terhadap ayah kandung Gorby itu, kok kenapa presiden kita memberi Grasi kepada Gorby yang nota bene warga asing akan merusak generasi bangsa kita, menjadi aneh,” ujar Elza bersuara datar.

Pemberian grasi itu sangat menyakitkan khususnya bagi para terpidana mati yang sudah bertahun-tahun dalam penantian. Sangat tidak manusiawi, selain permohonan grasi yang diajukan sejak tahun 2004 belum mendapat jawaban dari sang presiden, menyakitkan karena permohonan grasi sebagian besar di antara terpidana mati itu ditolak.

“Mengenaskan karena mereka masih “terpenjara” waktu yang berkepanjangan menunggu saatnya dieksekusi termasuk para terpidana yang masih menunggu turunnya kepastian Grasi,” ujar Sekjen Gerakan Anti Narkotika dan Psikotropika (Granat) Brigjen Purnawirawan (Pol) Ashar Suryobroto senada merespon kritikan Elza. Dengan grasi itu Corby akan bebas pada tahun 2017. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS