Tim Jokowi: Prabowo Kebakaran Jenggot, ada Apa?

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Wakil Ketua TKN Joko Widodo-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding menyatakan peserta istigasah kubro Nahdatul Ulama (NU) di Jawa Timur, 28 Oktober 2018 jauh lebih banyak daripada aksi reuni 212 di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, namun NU tak ribut walau tak diliput pers.

Pernyataan Karding menanggapi kekesalan yang ditumpahkan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto terhadap media yang tak menyebut ada 11 juta peserta di aksi Reuni 212.

Menurutnya, Prabowo harus mencontoh sikap peserta NU yang tak marah ketika acaranya tak terpublikasikan secara nasional.

“Kalau teman-teman melihat YouTube acara NU di Sidoardjo pada tanggal 28 Oktober memperingati Hari Santri sekaligus resolusi jihad itu jumlahnya jauh lebih besar dari yang ada di Monas. Tetapi teman-teman NU sampai hari ini tidak pernah keberatan tidak diliput,” ujar Karding di Rumah Cemara, Jakarta, Rabu (5/12).

Karding menuturkan alasan NU tak kecewa tidak diliput lantaran tujuan acara tersebut bukan untuk kepentingan politik. Ia menyebut acara yang digelar oleh NU adalah untuk berdoa.

“Kalau di Monas ini ada yang kebakaran jenggot, lalu merasa tidak terpublikasikan dengan masif itu patut dipertanyakan itu ada unsur-unsur yang sangat kuat dan politis,” ujarnya.

Terkait dengan reaksi yang diperlihatkan oleh Prabowo, politisi PKB ini menilai hal itu harus diperhatikan oleh Badan Pengawas Pemilu. Ia menduga ada unsur kampanya dan pencitraan diri yang dilakukan Prabowo saat aksi Reuni 212.

“Menurut saya apa yang terjadi dengan Pak Prabowo ini harus dijadikan satu indikasi dugaan awal salah satu bukti oleh Bawaslu bahwa 212 itu mengandung unsur-unsur kampanye dan pencitraan diri,” ujarnya.

Di sisi lain, Karding mengklaim Jokowi seorang demokrat yang sejati jika di bandingkan dengan Prabowo. Sebab, ia menyebut Jokowi memberi kebebasan yang seluasnya untuk acara aksi 212. Jokowi, kata dia, tidak ikut campur atau memerintahkan aparat untuk membendung acara tersebut.

Sementara Prabowo, kata dia, lebih banyak menguasai teori demokrasi ketimbang praktik. Hal itu, kata dia, terjadi karena status Prabowo yang lama di militer yang selalu satu komando.

“Ini satu contoh membandingkan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo. Itu sudah sangat jauh bedanya dari sisi kualitas praktik demokrasi,” ujarnya.

Lebih dari itu, Karding menilai semua pihak mendorong dan bekerjasama dengan pers agar demokrasi tumbuh dan berkualitas.

“Bukan mamakinya, bukan membencinya, apalagi memarahinya. Itu tidak layak,” ujarnya. (red)

 

CATEGORIES
TAGS