Sebaiknya Swasembada Gula Bagaimana?

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

UPAYA mencapai swasembada gula tahun 2014 akan didorong kencang pada tahun 2013 dengan penyediaan anggaran Rp 930 miliar dan dari jumlah tersebut sebesar Rp 500 miliar akan digunakan untuk bongkar ratoon dan rawat ratoon.

Demikian pernah dikatakan Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian, Gamal Nasir. Semoga pernyataan tersebut bukan hanya angin surga. Pasalnya, swasembada gula sudah lama dicanangkan dan target waktunya sudah kesekian kali direvisi dan terakhir dinyatakan akan bisa dicapai pada tahun 2014 sebab swasembada yang dicanangkan itu didukung oleh progam restrukturisasi dan revitalisasi industri gula nasional.

Progam ini sebenarnya bagus kalau pelaksanaannya komprehensif dan tidak ditangani secara terpisah-pisah oleh berbagai Kementerian seperti Kementerian Pertanian di sisi on-farmnya, Kementerian Perindustrian di sisi industrinya dan Kementerian BUMN menyangkut aspek korporasinya terutama untuk perusahaan BUMN-nya.

Sebenarnya progam ini akan lebih baik jika dilaksanakan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang masing-mamsing Kementerian secara terkoordinasi menyiapkan program detilnya beserta roadmap-nya. Di samping itu juga menyiapkan kerangka regulasi yang dibutuhkan agar pelaksanaan investasinya dapat berjalan secara transparan dan akuntabel.

Sulit mendapatkan hasil yang optimal jika melaksanakan program tersebut dengan cara terfragmentasi seperti selama ini karena industri gula adalah industri berbasis agro yang pendekatan pengembanganya bersifat integrated dari hulu sampai hilir termasuk melibatkan jasa pendukungnya.

Investasi melalui PIP dasar hukumnya cukup jelas diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2004 pasal 41 dan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2008. Intinya, pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan manfaat lainnya.

Ditilik dari kriteria ini, program revitalisasi dan restrukturisasi industri gula telah memenuhi syarat, baik di tingkat onfarm maupun offfarm. Oleh sebab itu, sebaiknya pelaksanaan program revitalisasi dan restrukturisasi industri gula dilaksanakan oleh PIP agar lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaannya.

Rasanya progam pemerintah yang lain terkait dengan pelaksnaan revitalisasi dan restrukturisasi industri dan pertanian, sebaiknya juga dilaksanakan melalui skema pendanaan yang difasilitasi oleh PIP. Misalnya progam retrukturisasi permesinan industri tekstil yang dijalankan oleh Kementrian Perindustrian.

Progam pengembangan soyabeen estate yang merupakan keputusan sidang kabinet 1 Februari 2008, seyogyanya pula dapat dilakukan dengan skema yang sama. Tidak cukup hanya didanai dengan APBN Kementrian yang banyak memiliki keterbatasan di samping prosedernya tidak mudah.

Pada waktu zaman Orde Baru (Orba), Kementrian Perindustrian pernah melaksanakan progam restrukturisasi industri tekstil dan pulp dan kertas melalui pendanaan Bank Dunia dengan Industrial Restructuring Progam (IPR 1 sampai 2 – kalau tidak salah).

Program semacam ini semestinya bisa diinisiasi kembali oleh pemerintah. Soal sumber dananya bisa dibahas bersama antara BI, Kementrian Keuangan, Bappenas dan Kementrian teknis lainnya bersama dengan DPR.

Progam restrukturisasi permesinan industri TPT yang dilaksanakan oleh Kemenperin dinilai cukup berhasil. Hanya saja dukungan dananya dari APBN terbatas sehingga jangkauan pelaksanaan program tersebut menjadi terbatas juga. Padahal banyak sektor industri TPT yang membutuhkan terutama sektor IKM-nya yang tersebar di mana-mana.

Inilah sekelumit pandangan bagaimana seyogyanya program yang fokusnya diarahkan untuk melakukan revitalisasi dan restrukturisasi sektoral. Semoga bermanfaat.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS