Adakah Kemerdekaan Abadi?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

KEMERDEKAAN abadi sudah menjadi cita-cita yang paling universal bagi segenap bangsa di seluruh dunia. Namun dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, adakah dia sebagaimana cita-citanya yang seluhur itu. Jawabannya tidak ada.

Kemerdekaan abadi itu hanya ada di alam baka ketika setiap manusia mengalami kemerdekaan abadi saat mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan baik dan buruk kepada Tuhan. Manusia benar-benar mengalami kemerdekaannya yang abadi tanpa campur tangan orang lain dan sedikit pun tidak bisa menghindari dari kebohongan-kebohongan yang dilakukannya ketika dia masih hidup di dunia.

Sekali lagi, kemerdekaan abadi itu dalam konsep negara bangsa tidak ada, kecuali hanya sebuah cita-cita sekali pun negara itu penganut konsep demokrasi yang paling demokratis dan pengibar bendera putih tentang pentingnya Hak Asasi Manusia (HAM). Fakta empirik banyak memberi bukti dan ini terjadi karena di antara bangsa-bangsa di dunia selalu berada dalam kutub-kutub yang berbeda satu sama lain tentang berbagai kepentingan.

Eksploitasi, eksplorasi, penindasan dan penekanan, tetap saja terjadi di mana-mana. Menjadi lebih bersifat paradoks manakala semua itu dilakukan demi dan atas nama perdamaian abadi. Amerika Serikat terus memusuhi Iran dengan alasan negara tersebut terus mengembangkan senjata nuklir meskipun tudingan itu tidak pernah terbukti dan bisa dibuktikan.

Sementara itu Iran adalah sebuah negara yang berdaulat penuh yang berhak atas kemerdekaannya sebagai sebuah negara/bangsa. Dalam bidang ekonomi, proses eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam adalah bentuk lain dari sebuah realita bahwa kemerdekaan itu memang sejatinya tidak pernah ada.

Konsep kapitalis nyalinya “menjajah”. Selalu berupaya menekan pihak yang lemah agar “menyerahkan” kedaulatan ekonominya untuk kepentingan investor atas nama globalisasi dan perdagangan bebas. Ini kan bisa disebut sebagai bentuk pelanggaran atas azas kemerdekaan abadi yang seharusnya bisa dinikmati secara penuh oleh negara yang memiliki sumber daya alam melimpah.

Konflik terkait soal perbatasan, soal sengketa pulau di wilayah strategis seperti yang terjadi antara China dan Jepang adalah contoh lain bahwa kemerdekaan abadi itu di dunia tidak pernah ada. Yang abadi itu hanyalah kepentingan.

Begitu perbedaan kepentingan itu dengan sangat arogannya muncul ke permukaan, maka konfliklah yang muncul ke permukaan yang sangat mengusik kemerdekaan masing-masing negara. Di PBB, dimanapun negara-negara di dunia bernaung dalam satu paguyuban internasional yang sudah banyak mengeluarkan konvensi tentang konsep membangun kemerdekaan dan perdamaian abadi, adalah hanya sebuah ilusi dan buying time agar peperangan pisik dapat dihindari oleh semua pihak, meskipun peperangan sekarang bukan lagi dengan perang militer, tapi perang melalui jalur ekonomi dan budaya.

Negeri kita juga mengalami hal yang sama bahwa secara ekonomi kita tidak bisa menikmati kemerdekaan penuh sebagai negara yang semestinya berdaulat penuh  atas pemilikan, penguasaan dan pengolahan sumber daya alam nasional. Contoh, lahirnya undang-undang tentang penaman modal dan undang-undang tentang migas adalah bukti kemerdekaan ekonomi bangsa ini “tergadaikan” untuk dan atas nama liberalisasi dan perdagangan bebas.

Perdebatan Semu

Debat kita di forum internasional seperti PBB, IMF, World Bank, WTO, FAO, WEF, APEC dan G20 adalah tidak lebih dari sebuah perdebatan semu. Kesepakatan yang dihasilkan adalah hanya sekedar soal saling pengertian bahwa kalau anda kasih yang aku mau, maka anda akan saya usahakan dibantu yang anda butuhkan.

Sepertinya win-win solution, tapi di dalam setiap kesepakatan itu selalu mengandung unsur zero sum game, and winners take all. Dengan demikian berarti ada unsur kemerdekaan yang harus dikorbankan demi dan atas nama kerjasama internasional. Maka dari itu, mempertahankan kemerdekaan itu penting dan berat melakukannya.

Dan mengorbankan kemerdekaan itu sangat konyol dan nista hanya karena persoalan kepentingan. Premis ini semakin memberi keyakinan kepada kita bahwa kemerdekaan abadi itu memang tidak ada dan yang ada itu hanya kepentingan abadi. Ketika demikian premisnya, berarti konsep kemerdekaan itu menjadi relatif dan bisa subyektif meskipun dicoba dibangun dengan formula yang bersifat universal dan obyektif.

Oleh sebab itu, yang perlu digalang dalam fora internasional di forum regional dan global, adalah tema tentang kesetiakawan dan solidaritas internasional agar umat manusia terbebas dari kebodohan dan kemiskinan agar mereka dapat menjadi manusia yang bisa mengenyam kemerdekaannya dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Kemudian kemerdekaanya itu bisa dipertanggung jawabkan secara moral kepada sesamanya dan kepada Tuhan yang diimaninya.

Inilah kemerdekaan abadi yang ada dan kita berusaha untuk meraihnya agar kita terbebas dari belenggu kebodohan dan kemiskinan dan terbebas dari siksa api neraka yang sangat panas membara karena kita gagal memerdekaan manusia yang lain di belahan dunia yang lain akibat keserakahnya untuk terus menjajah dan menjajah. ***

CATEGORIES
TAGS