Air Susu Dibalas Air Tuba

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

PERBUATAN yang baik tulus dan ihlas, dibalas dengan perbuatan yang tidak baik, tidak senonoh, bahkan mencelakakan. Peribahasa tersebut sudah lama sekali kita dapatkan di bangku sekolah (SD,SMP bahkan sampai SMA). Pandangan filosofis dari peribahasa tersebut maksudnya bukan mengajak agar setiap perbuatan baik balaslah dengan perbuatan buruk, tetapi tujuannya adalah agar setiap perbuatan baik hendaknya dibalas degan kebaikan juga, bahkan kalau ada orang berbuat keburukan kepada kita, dianjurkan untuk dibalas dengan perbuatan baik kepadanya.

Maknanya adalah agar kita semua dapat terbebas dari perbuatan yang buruk, merugikan orang lain dan sekaligus memberikan pendidikan dan motivasi pada diri kita agar kita semua terbebas dari kehancuran dan kemurkaan. Yang kita harapkan dari hidup ini adalah kedamaian, kerukunan, kesejahteraan dan kemakmuran. Kita semua dilahirkan untuk dapat mencapai tujuan ini.

Dalam kehidupan sehari-hari fenomena air susu dibalas air tuba tidak sedikit kita temukan. Tapi tak kalah kelewat banyak juga kita jumpai fenomena kehidupan yang berlandaskan kepada azas air susu dibalas dengan air susu, kebaikan dibalas dengan kebaikan pula.

Soal balas-membalas ini bentuk dan sifatnya macam-macam, yang pasti ada yang berbentuk fisik dan non fisik. Dalam kehidupan yang saling berbalas ini, untuk kondisi yang terjadi di negeri ini dan juga bisa terjadi di negeri yang lain adalah justru fenomena dan sekaligus anomali dimana sebagian dari kita gemar sekali bersikap seperti makna kiasan air susu dibalas dengan air tuba.

Contoh kecil dan sederhana adalah tatkala presiden akan melakukan perubahan kabinet, sebagian masyarakat menganggap bahwa tindakan tersebut dianggap sebagai politik pencitraan, padahal perombakan kabinet diniatkan dengan langkah baik agar kinerjanya makin meningkat. Terlepas dari segala aspek yang mempengaruhinya, ini sebuah contoh kecil betapa niat baik direspon dengan negatif oleh sebagian masyarakat. Pertanyaannya kenapa sikap seperti itu selalu muncul?

Ada beberapa jawaban yang dapat memberikan inspirasi bagi kita semua agar hidup ini senantiasa tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang dapat mengakibatkan manusia terperangkap dalam fenomena air susu dibalas air tuba. Pertama, kita harus berani mendidik diri sendiri bahwa di dalam jiwa raga kita masing-masing pasti bersemi sebuah tatanan perilaku yang bersifat baik dan buruk. Dalam kehidupan yang mendambakan kedamaian, kemajuan, kemartabatan dan keberdaban, maka yang harus selalu dikelola adalah tatanan perilaku yang bersifat baik, positif dan obyektif.

Memilih diantara dua pilihan (baik-buruk), sikap kita harus tegas dan tidak boleh mendua, yaitu harus memilih tatanan perilaku yang bersifat baik. Dengan mengelola tatanan perilaku

yang bersifat baik dari norma apapun acuannya dan kita jalankan secara disiplin, maka hampir pasti kita akan selalu memberikan balasan kebaikan kepada orang lain, manakala orang tersebut selalu berbuat baik kepada kita.

Kedua, jangan pernah berfikir tentang imbalan ketika kita berbuat baik kepada orang lain, dan apalagi mendatangkan manfaat. Imbalan tersebut pasti akan datang dengan sendirinya tanpa kita harus melakukan perbuatan yang curang. Dia datang karena karya kita baik melalui pikiran maupun tindakan.

Pandangan ini memberi pelajaran kepada kita bahwa berilmu dan berkarya dan keduanya kita abdikan untuk kebaikan serta dikerjakan dengan ihlas dan jujur, serta mendatangkan manfaat bagi orang lain, maka hampir pasti air susu tidak akan dibalas dengan air tuba.

Kalaupun ada yang membalasnya dengan air tuba juga, maka berarti orang-orang semacam ini hatinya sedang tertutup dan kurang berilmu. Ketiga, mari kita bersama-sama melaksanakan gerakan amal soleh agar jiwa, pikiran dan karya kita menjadi sangat terbiasa melakukan kebaikan. Kebiasaan ini kemudian ditingkatkan agar kita juga mudah bersikap, berucap dan mudah memberikan apresiasi secara tulus bahwa memberikan penghargaan atas sesuatu kebaikan itu adalah sebuah kebutuhan hidup kita seperti kita memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari hari.

Berbuat baik terus-menerus terlahir karena kebiasaan. Berbuat curang, jahat juga bisa muncul karena kebiasaan, begitu seterusnya. Jangan pernah menanamkan bibit dalam hidup kita yang berupa kebiasaan untuk melihat suatu perbuatan baik dengan reserve. Artinya, gampang memandang kalau seseorang berbuat baik, maka dibaliknya itu ada niat lain yg belum tentu memiliki nilai kebaikan, bisa sebaliknya.

Memandang kebaikan harus obyektif, tulus dan ihlas dan tidak boleh ada embel-embel lain. Akhirnya, kalau kita berharap agar hidup ini menjadi berkah, gemah ripah dan saling mendatangkan manfaat bersama, maka yg perlu kita ciptakan dan kelola dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah membangunkebiasaan untuk saling memberi air susu.

Air susu dibalas dengan Air susu. Kalaupun terjadi kedaan yang sebaliknya, air susu dibalas dengan air tuba, maka sipemberi air tuba harus kita berikan reward berupa pendidikan dan pengajaran agar mereka sadar bahwa yang dilakukannya adalah sesuatu kebiasaan yang salah, tidak patut menurut norma apapun.

Kita ini mahluk yang dimulyakan Tuhan, dilahirkan dalam kedaan suci dan bersih dan ketika menjadi besar dan dewasa, kita dituntun oleh-Nya untuk selalu menjalankan kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Kita dituntun pula untuk selalu mensejahterakan bukan untuk saling mencelakakan. Air susu dibalas dengan air susu, Air tuba harus dibalas dengan air susu. Dengan cara ini kita akan dapat menjadikan negeri ini yang adil dan makmur.***

CATEGORIES
TAGS