Aneh, Hakim Agung Disumpah Tapi Menolak Kode Etik

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

ANEH tapi nyata. Jabatannya Hakim Agung tapi perangainya sangat tidak Agung. Lebih aneh lagi, ketika diangkat menjadi Hakim Agung, kelima hakim senior itu bersedia disumpah di bawah kitab suci agama masing-masing dengan mengucapkan “Demi Allah….dst…” atau “Demi Tuhan Yang Maha Esa…dst..” Namun, ketika dihadapkan untuk mengikatkan diri pada kode etik, kelima hakim agung itu menolaknya bahkan kedelapan butir kode etik mereka hapus.

Melihat keanehan itu, akhirnya Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan (MSP) yang merupakan gabungan dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Indonesia Corruption Watch dan Transparansi Internasional Indonesia melaporkan Hakim Agung Paulus Effendi Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehgena Purba, Takdir Rahmadi dan Supardi ke Komisi Yudisial (KY).

Menurut Jamil Mubarok mewakili aktivis MTI, kelima hakim agung itu melanggar kode etik dan perilaku hakim sebagaimana diatur dalam poin 5, 1 dan poin 2 yang berbunyi “Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan atau hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan”.

Jamil mengatakan, kelima Hakim Agung itu memiliki keterkaitan dengan kode etik dan perilaku hakim, sehingga patut diduga langkah mereka menghapus 8 butir kode etik hakim itu mengandung konflik kepentingan.

Seperti diketahui, MA mengabulkan permohonan sejumlah advokat yang menggugat kode etik hakim dan MA langsung menghapus 8 kode etik hakim tersebut. Padahal kode etik hakim inilah yang digunakan KY sebagai acuan untuk menilai perilaku hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana atas terpidana Antasari Azhar.

KY memutuskan, para hakim yang memutuskan Antasari itu bersalah karena mengabaikan sejumlah fakta dalam persidangan PN Jaksel oleh majelis hakim Heri Swantoro, Prasetio Ibnu Asmara dan Jugroho Setiadji sehingga dinilai melanggar kode etik hakim.

Namun kode etik yang mengikat itu ternyata dicabut. Kode etik hakim yang dicabut itu antara lain tentang hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku khusus hukum acara agar menerapkan hukum secara benar dan memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan.

Kemudian hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Selanjutnya, hakim harus membantu para pihak dan mengatasi segala hambatan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Namun, KY tidak tinggal diam. Bahkan akan terus menindaklanjuti sikap Koalisi MSP yang melaporkan lima Hakim Agung tersebut karena dinilai telah menghapus 8 kode etika hakim yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

“Laporan masyarakat itu tetap ditindak lanjuti seuai dengan undang-undang dan peraturan KY,” kata Taufiqurrahman Syahuri selaku Komisioner Bidang Rekrutmen Hakim, di Gedung KY Jakpus menanggapi TubasMedia.Com. Juga ditandaskan Juru Bicara (Jubir) KY Asep Fajar, dengan dihapusnya 8 butir kode etik hakim maka interpretasi menjadi luas sehingga sangat berpotensi menimbulkan multi tafsir.

Meneropong kinerja para hakim, TubasMedia.Com peroleh data, selama tahun 2011 Badan Pengawas MA menerima 3232 pengaduan. Pengaduan langsung dari masyarakat sebanyak 2833 kasus dan 285 dari institusi juga 41 pengaduan yang disampaikan secara online.

Dari 3232 pengaduan itu, hanya 130 aparatur yang dihukum, 43 aparat peradilan dikenakan hukuman disiplin berat, 22 dijatuhi kukuman sedang dan 62 dikenakan hukuman disiplin ringan dan dua orang dari peradilan militer dikenakan sanksi teguran dan satu orang lagi dikenakan penahanan ringan.

”Dari total 130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, 38 persen adalah hakim, disusul staf pengadilsan sebesar 129,6 persen dan Panitera Pengganti sebesar 11,8 persen,” ujar Ketua MA Harifin Tumpa dalam sidang pleno laporan tahunan di Gedung MA Jakarta Selasa (28/2) yang pada Kamis (1/3) menanggalkan jabatannya dan digantikan Hatta Ali sebagai Ketua MA terpilih.Sedangkan pelanggaran yang sering terjadi, masalah disiplin 53,85 persen, unprofesional conduct 20,77 persen dan kode etik 13,85 persen.

Menurut Harifin, selama 2011 MA dan KY telah menggelar 4 kali sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). “Dari MKH itu satu orang hakim diberhentikan tidak hormat, satu orang hakim diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri, satu orang hakim di non palu dan dimutasi, serta satu orang hakim diberi teguran tertulis,” ujar Harifin. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS