Aneh tapi Nyata

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

ilustrasi

ilustrasi

PARTAI Keadilan Sejahtera disingkat PKS adalah salah satu partai politik yang berkoalisi dengan Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu. Disebut pemenang pemilu karena dari Partai Demokratlah terpilih yang menjadi presiden.

Sudah barang tentu, sebuah partai mau berkoalisi dengan partai pemenang karena kedua pihak saling menikmati keuntungan. Sebut saja, yang berkoalisi itu pasti diberi kursi menteri. Namun di balik itu, partai pemenang pasti mengharapkan atau ‘’memaksa’’ yang berkoalisi itu agar supaya mendukung seluruh kebijakan partai pemenang yang jadi penguasa. Begitulah bahasa rakyatnya. Win-win solution, kata orang pintar dengan bahasa yang lebih elegan.

Namun inti koalisi disini adalah ‘’kau kuberi, tapi kau juga harus nurut kami….’’

Akan tetapi dalam perjalanan Sekretariat Gabungan (Setgab), nama wadah koalisi itu, tidak demikian adanya. Tidak semulus apa yang sudah disepakati saat mereka-mereka yang sedang berkuasa itu menjalin hubungan kerjasama mengelola negeri kita tercinta ini. Sambil cipika-cipika saat mereka membagi-bagi kursi kekuasaan, pasti ada janji-janji manis mialnya jangan saling memotong dan jangan saling menggunting.

Tapi fakta berkata lain. PKS tidak sejalan lagi dengan Demokrat. Kebijakan SBY selaku presiden dari Partai Demokrat sudah ditentang PKS, khususnya dalam kaitan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Penolakan keras dari PKS dipertontonkan lewat pemajangan spanduk-spnaduk di hamper seluruh kota propinsi bertuliskan antara lain “PKS Tolak Kenaikan BBM”

Atas sikap dan reaksi dari PKS tersebut, para kader Partai Demokrat mengeluarkan komentar-komentar sumbang. Misalnya disebut PKS muka tembok, PKS kanan kiri ok, PKS bandel dan lain sebagainya.

Namun yang jadi aneh adalah, kenapa Demokrta sebagai partai pemenang atau SBY selaku presiden tidak beani atau tidak mau bertindak tegas kepada sikap PKS yang sudah jelas menyebrang dari kesepakatan awal.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan bahkan pernah berkata kalau semua partai anggota koalisi yang tergabung dalam Setgab kesal terhadap PKS. Diapun menuduh kalau PKS telah memainkan politik dua kaki sekaligus untuk mengalihkan isu dari kasus impor daging sapi yang sedang melilit PKS.

Sebagai partai yang sedang berkuasa, harusnya Demokrat bertindak tegas sebab SBY itu adalah Presiden Republik Indonesia yang sah dan legal melalui pemilihan presiden. Demokrat tidak perlu lagi berpolemik lewat media massa dengan PKS. Demokrat tidak perlu lagi menyebut-nyebut kejelekan PKS. Tapi langkah konkret, action saja dan bertindak tegas. Itu-pun kalau berani.

Masyarakat juga jadi bingung melihat ‘’permainan’’ ini. Koq PKS berani-beraninya membangkang terhadap partai penguasa. Angan-jangan Demokrats edang bermain juga dalam hal ini.

Kalau memang sudah dianggap membangkang, ya keluarkan saja PKS. Tapi menjadi aneh lagi setelah kita mendengar ocehan Ramadhan Pohan yang menyebut PKS itu tidak perlu dikeluarkan dari Setgab, tinggal menunggu kesadaran sendiri. PKS tak perlu dikeluarkan, mereka paham sendiri (semua anggota kesal dengan PKS), begitu kata Ramadhan.

Demokrat malah meminta PKS keluar dari koalisi pemerintahan Presiden SBY dan menarik semua menterinya dari kabinet. Usul yang tidak mungkin dilakukan oleh PKS atau oleh partai manapun. Habis enak sih jadi penguasa. ***

CATEGORIES
TAGS