Angkutan Publik Transjakarta Tak Kunjung Beres

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

SUDAH hampir tujuh tahun bus transjakarta beroperasi di Jakarta sejak tahun 2004, nyatanya pelayanan yang didambakan tak kujung beres. Permasalahan demi permasalahan terus berlanjut, tanpa ada upaya mengatasinya. Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, sebagai pengelola angkutan publik ini, tampaknya hanya bekerja monoton, tanpa terobosan-terobosan yang signifikan.

Satu-satunya angkutan massal yang mulai diprakarsai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini, kurang dikelola secara profesional. Lalu lintas di Jakarta tetap macet, karena dijejali oleh mobil-mobil pribadi. Sehingga, tujuan utama menyediakan angkutan alternatif untuk menarik penumpang berdasi meninggalkan mobil pribadinya, tidak tercapai.

Bahkan, pengadaan jalur khusus bus (busway) ikut berkontribusi menambah kemacetan lalu lintas, karena volume jalan semakin berkurang, padahal kendaraan baru pribadi terus bertambah.

Memang, sudah waktunya Pemprov DKI Jakarta memecut BLU Transjakarta dan instansi di bawahnya seperti Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jayai, untuk segera menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) angkutan publik tersebut. Antara lain standar keselamatan pelayanan, jarak kedatangan di setiap halte, jumlah dan kondisi armada, kelengkapan sarana dan prasarana, serta hak dan kewajiban penumpang dan pengelola.

Angkutan publik ini jelas dibiayai dari uang rakyat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta, yang harus dipertanggungjawabkan. Menurut penelusuran Litbang salah satu media ibukota, biaya yang dikucurkan dari APBD DKI selama 4 tahun terakhir untuk kepentingan angkutan publik ini, cukup besar.

Ada enam komponen besar yang dibiayai dari APBD setiap tahun. Yakni, kajian dan sosialisasi busway, pembebasan tanah, pembangunan busway (biaya lelang pengadaan), peningkatan pengelolaan busway, pengawasan dan pengendalian koridor busway (pembentukan Satgas sterilisasi busway) dan penataan jalur hijau di koridor busway.

Dana yang tersedot untuk keenam komponen besar dari APBD tahun 2008 sebesar Rp 787 miliar, dari APBD tahun 2009 sebesar Rp 977 miliar, dari APBD tahun 2010 sebesar Rp906 miliar dan dari APBD tahun 2011 ini diperkirakan masih di atas Rp900 miliar. Belum lagi tiap tahun dari APBD dikeluarkan untuk subsidi tiket ke BLU sebesar Rp300 miliar, karena menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, harga tiket bus transjakarta hanya dikenakan kepada penumpang sebesar Rp3.500, yang seharusnya Rp7.000 per sekali jalan.

Menurut catatan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini jumlah armada bus transjakarta mencapai 525 unit. Dari jumlah ini, 10 persen ditetapkan sebagai cadangan atau kesempatan istirahat atau masuk pemeliharaan.

Adapun jumlah penumpang yang diangkut rata-rata per hari hanyalah 350.000 orang. Padahal, pergerakan penumpang tiap hari di Jakarta yang menggunakan angkutan umum, diperkirakan sekitar 2 juta orang. Berarti, penumpang terbesar, masih dibebankan kepada angkutan umum reguler kondisinya memprihatinkan. Pengeluaran dan penggunaan dana yang cukup besar dari APBD DKI Jakarta untuk bus transjakarta ini, perlu diaudit secara terbuka, agar tidak menjadi sarang korupsi.

Kualitas Buruk

Kualitas layanan bus transjakarta saat ini, masih tergolong buruk. Penumpang sangat berdesak-desakan hingga memberi peluang kriminalitas, maupun pelecehan seksual bagi wanita. Masih terlihat pada hari Minggu misalnya, ada sopir yang tidak berseragam. Saat hendak menjemput penumpang di halte, jaraknya bisa lebih dari 50 sentimeter, sehingga membahayakan bagi penumpang karena harus meloncat untuk naik maupun turun.

Fasilitas penunjuk halte tujuan pun sering tidak berfungsi, belum lagi kasus peledakan tabung bahan bakar gas yang terjadi belum lama ini. Semuanya ini bisa terjadi, karena kurang pengawasan dan pengelolaan yang tidak profesional dari BLU Transjakarta.

Untuk meningkatkan pelayanan angkutan publik khusus ini, perlu dipercepat penambahan armada untuk tiap-tiap koridor.

Sehingga, masa tunggu penumpang di halte bisa dipercepat, dan jalan khusus bus (busway) tidak lama lengang, agar tidak memancing keinginan pengendara lain menyerobot masuk jalan bebas hambatan tersebut. Hambatan-hambatan di persimpangan jalan juga harus diselesaikan.

Saat ini, setiap 10 kilometer jalur busway, baru terlihat rata-rata tiga armada bus transjakarta, yang berarti jarak antara satu bus dan bus lain masih lebih dari 3 kilometer. Padahal di kota-kota lain yang dicontoh, seperti di Bogota, jarak pelayanan antara satu bus dan bus lain hanya kurang dari 1 kilometer. Sehingga, penumpang cukup lama menunggu. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS