Apa Sih Maunya DPRD DKI Jakarta?

Loading

Oleh : Anthon P Sinaga

dprd-dki

JUDUL tulisan ini menjadi pertanyaan banyak warga kota Jakarta. Hari ini genap tiga bulan wakil rakyat Jakarta ini menduduki kursi empuk di gedung DPRD DKI Jakarta sejak dilantik 25 Agustus lalu, namun hingga sekarang belum mengerjakan apa-apa yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Padahal dalam janji kampanyenya, akan gigih memperjuangkan kepentingan rakyat.

Sejumlah program terkait pembenahan birokrasi, penataan transportasi dan penanganan banjir yang tengah diprogramkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menjadi tertunda. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah memprioritaskan perampingan jabatan struktural dari 8.011 posisi menjadi 6.468 jabatan, yang bisa menghemat anggaran hingga Rp 1 triliun dalam satu tahun.

Demikian pula dalam bidang transportasi telah dirancang pengelolaan angkutan umum di bawah satu manajemen PT Transportasi Jakarta agar lebih efisien, dan akan menambah 1.000 unit armada bus transjakarta. Pembangunan proyek transportasi massal cepat (MRT) juga akan dipercepat.

Di bidang penanggulangan banjir, Pemprov DKI akan segera menyelesaikan proyek sodetan Sungai Ciliwung-Kanal Banjir Timur, serta mempercepat normalisasi sungai-sungai Ciliwung, Cipinang, Cisadane, Krukut, Pasanggrahan dll. Beberapa rencana untuk mempercepat program itu sudah dirumuskan. Namun semuanya akan terkendala, karena memerlukan pengesahan dari DPRD.

Sebagian besar elite DPRD hanya asyik memperjuangkan kekuasaan, saling menjegal dan memperruncing beda pendapat antara kubu pendukung Prabowo-Hatta atau Koalisi Merah Putih (KMP), dengan pendukung pemerintahan Jokowi-JK atau Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Sebagian besar di antara mereka ternyata hanya alat partai, bukan memikirkan kepentingan rakyat Jakarta dengan berbagai problema hidup yang harus segera ditangani. Misalnya soal banjir, kelancaran transportasi, kesulitan mencari nafkah, kemiskinan, pengangguran, dll.

DPRD sebagai bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sesungguhnya sudah harus bekerja menampung berbagai aspirasi masyarakat untuk dimasukkan dalam program pembangunan. Mereka pun bisa menjadi mediator agar setiap rencana pembangunan jangan sampai merugikan rakyat. Warga Jakarta yang kini kebanjiran tidak pernah ditengok, dan warga yang direlokasi ke berbagai rumah susun sewa pun tidak pernah ditinjau untuk menanyakan kesulitan yang dialami.

Pimpinan DPRD DKI sebenarnya sudah terbentuk, yakni diketuai Prasetyo Edi Marsudi (PDI-P) dari KIH dan empat wakilnya yang semuanya dari KMP, yakni Muhammad Taufik (Partai Gerindra), Triwisaksana (PKS), Abraham Lunggana (PPP) dan Ferrial Sofyan (Partai Demokrat/PAN). Kelima pimpinan dewan ini tidak kompak untuk segera membentuk alat kelengkapan dewan. Sehingga, kepentingan seluruh rakyat Jakarta menjadi tersandera oleh ulah kalangan elite-elite partai ini.

Komposisi anggota DPRD DKI untuk periode ini terdiri atas PDI-P 28 kursi, Partai Hanura 10 kursi, PKB 6 kursi, dan Partai Nasdem 5 kursi, yang tergabung dalam KIH. Sedangkan Partai Gerindra 15 kursi, PKS 11 kursi, PPP 10 kursi, Partai Demokrat 10 kursi, Partai Golkar 9 kursi, dan PAN 2 kursi, tergabung dalam KMP. Dari komposisi ini, KMP menguasai 57 kursi, sedangkan KIH hanya 49 kursi. Sehingga kalau pemungutan suara, akan didominasi KMP.

Akibat molornya penetapan alat-alat kelengkapan Dewan ini, maka pengesahan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta tahun 2014 tertunda. Sehingga, sejumlah program sesuai alokasi anggaran tidak dapat dilaksanakan, karena belum disahkan. Demikian pula Rancangan APBD DKI Jakarta tahun 2015 hingga saat ini tidak bisa dibahas, sehingga program pembangunan untuk tahun depan tidak akan bisa dilaksanakan lebih awal.

Yang lebih aneh lagi, sejumlah fraksi yang tergabung dalam KMP menggugat kedudukan Basuki sebagai gubernur, padahal sudah dilantik resmi oleh Presiden RI baru-baru ini. Mereka tidak mengakui pelantikan itu, karena pengangkatan Basuki sebagai gubernur menggantikan Joko Widodo dianggap tidak sah. Mereka mengatakan masih menunggu fatwa dari Mahkamah Agung (MA) tetang dasar hukum pengangkatan, padahal juru bicara MA sudah menjelaskan pihaknya tidak akan mengeluarkan fatwa karena pengangkatan gubernur adalah kewenangan Menteri Dalam Negeri dan DPRD. Mereka juga mengadukan pelantikan Basuki di Istana Negara ke Komisi II DPR, padahal DPR pun saat ini masih terbelah.

Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang menilai, konflik di tubuh DPRD DKI Jakarta bukan konflik masyarakat, melainkan konflik elite, karena sama sekali tidak terkait dengan kepentingan warga. Sedangkan Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Uchok Khadafi menyatakan, persoalan ini jelas merugikan kepentingan publik. Program yang dibutuhkan warga tidak dapat segera dikerjakan. Lalu, apa sih maunya DPRD DKI. Inilah pertanyaan masyarakat.***

CATEGORIES
TAGS