Arsitek Kehidupan

Loading

Oleh : SM. Darmastuti

ilustrasi

ilustrasi

We ourselves are responsible for our own happiness and misery.
We create our own Heaven. We create our own Hell.
We are the architects of our own fate.

Kita bertanggungjawab atas kebahagiaan dan kesengsaraan kita sendiri.
Kitalah pencipta Surga dan pencipta Neraka.
Kitalah arsitek nasib yang kita alami.
(Budha Gauthama)

Untuk kesekian kalinya saya mendapat laporan teman yang menantu lelakinya selalu pulang malam dalam keadaan mabok. Setiap hari (benar-benar setiap hari) menantu lelakinya mengawali hari-harinya dengan bangun siang sekitar jam 10 an, ketika isterinya sudah berangkat ke pasar dengan membawa satu anaknya, sementara anaknya yang kecil dibawa teman saya bekerja.

Menantu teman saya ditinggal dalam keadaan tidur, tetapi di meja makan sudah tersedia sarapan dan teh manis. Sekitar jam 12 an menantunya pergi (entah kemana) dan jam 3 dini hari dia baru pulang dalam keadaan mabok dan biasanya marah-marah tanpa juntrungan. Selama tiga tahun hal seperti itu sudah dialami teman saya yang tinggal serumah dengan anak, cucu dan menantunya, dan dari hari ke hari nampak tidak ada perbaikan kehidupan.

Banyak tetangga dan teman-teman lain menyarankan dia untuk menyuruh anaknya bercerai daripada harus menghadapi masalah yang merugikan perasaan dan jasmaninya. Tetapi ternyata anak teman tadi lebih sabar dari perkiraan orang pada umumnya. Dia dapat menerima nasibnya dengan legawa, dan bahkan menasehati ibunya untuk selalu mengalah ketika menantunya uring-uringan.

Pada suatu hari, rumah teman tadi kedatangan polisi yang ternyata mengabarkan bahwa menantunya ditahan karena terbukti mencuri motor orang. Dalam pengadilan akhirnya pemuda pemabok pelaku curanmor itu divonis 6 bulan penjara. Ibu dan Bapaknya menangis sedih sementara teman saya, mertuanya, malah menarik nafas lega, karena, katanya, doanya terkabul agar Tuhan memberi pelajaran bagi menantunya. Penahanan itu diterjemahkannya sebagai pemenuhan doanya. Dia juga berharap penjara akan mengajari menantunya menjadi orang normal yang bertanggung jawab.

Apabila direnungkan memang Tuhan Mahaadil dan Mahabijaksana, Dia selalu akan selalu memperingatkan para umat-Nya yang sedang ‘lupa’ untuk kembali ke jalan benar. Bisikan itu akan terasa dalam hati manusia yang peka. Namun bagi mereka yang bandel bisikan itu tidak akan pernah mengena hati sanubarinya.

Orang-orang terdekat kemudian menjadi lantaran Tuhan memperingatkan. Dan, apabila semakin keras peringatan itu tetap membuatnya tidak bergeming, maka akan datang peringatan yang lebih keras lagi, dan si bandel akan mendapatkan pengadilan-Nya dengan disaksikan orang banyak. Semua yang dia alami sesungguhnya merupakan pelajaran hidup agar orang tersebut menjadi lebih baik sebelum kematian akhirnya menjemputnya. Namun, Tuhan sangat demokratis.

Semua dipulangkan kembali kepada yang bersangkutan. Akankah orang tersebut kemudian meniti jalan benar dan menjauhi larangan Allah atau akan melakukan pelanggaran lagi? Benar-benar semua diserahkan kepada yang bersangkutan.

Memang, ketika peringatan halus dari Tuhan sudah tidak dapat lagi dicerna oleh manusia, maka peringatan pun akan lebih diperkeras. Ketika sindiran, permintaan, dan bahkan peringatan dari orang-orang terdekat sudah tidak lagi diperhatikan, maka Tuhan akan menggunakan cara lain untuk memberikan pengadilan-Nya berdasarkan hasil perbuatan orang tersebut.

Siapa yang berbuat dan siapa yang akan memetik hasilnya, merupakan Hukum Abadi Tuhan. Memang tidak dapat dipungkiri siapa pun. Hukum ‘siapa menanam bakal menuai’ akan terus abadi berlangsung sesuai keadilan-Nya.

Ada satu pertanyaan yang sampai saat ini tidak dapat saya jawab dengan pasti ketika teman tadi bertanya, seandainya anaknya bercerai, apakah itu berarti dia mengingkari tuaian dari hasil perbuatannya yang lalu yang seharusnya diselesaikan pada saat ini? Teman tadi juga menganalogikan seperti orang yang harus membayar cicilan bank atas kredit yang dia ajukan.

Kalau cicilan itu tidak dibayarkan sesuai waktunya, bukankah ada resiko dia kena denda dan penalti? Perceraian anaknya bagi teman tadi masih menjadi tanda tanya besar. Apakah langkah perceraian merupakan langkah penyelesaian, atau awal dari masalah baru?

“Saya tidak tau apa yang bakal terjadi ketika anak saya harus becerai,” katanya pada suatu hari. “Kadang saya berpikir lebih baik anak saya melangkah untuk berupaya memperbaiki hidup yang menurut perhitungan saya akan lebih baik jika tanpa suami pemabok, daripada membiarkan kesengsaraan meliputi rumah tangganya … tetapi, cucu-cucu saya bagaimana ya bu?” demikian keluh teman saya yang terus dilanda kebimbangan setiap harinya.

Kini menantunya meringkuk di sel, bercampur dengan pelaku kriminal yang lain. Akankah penjara membuatnya jera ataukah akan menjadikannya pelaku kriminal yang lebih tangguh? Tidak ada yang dapat memprediksi. Yang jelas, nasib yang dialami manusia tidak pernah lepas dari rancangan yang dibuatnya sendiri. Ke surga atau neraka manusia sendiri yang menentukan. Betapa menakutkan kalau sampai kematian menjelang, manusia tidak juga kunjung jera pada pelanggaran yang dilakukan dan tetap bebal untuk mau menyerap pelajaran kehidupan.

Bersyukurlah manusia yang mau memperkuat kepercayaannya kepada Tuhan dan selalu membangun budi pekerti yang baik setiap hari, sehingga dapat menjadi arsitek-arsitek kehidupannya sendiri yang indah. Akankah dirancang surga atau neraka? Semua terserah kepada setiap pribadi. Namun, satu hal yang harus terus diingat: lambat atau cepat, hukum keadilan-Nya akan berlangsung tanpa ada yang dapat menghentikannya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS