Site icon TubasMedia.com

Banyak Sopir Menganggur, Transjakarta Kekurangan Pengemudi

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

Anthon P Sinaga

Anthon P Sinaga

MENGULAS banjir sudah membosankan, karena kian lama semakin banyak pendapat yang kebanyakan kritik dan teori, bukan mencari solusi, dan bahkan dipolitisasi. Ada yang bilang waduk baru tidak perlu, ada yang bilang pemerintah salah urus dan bahkan ada yang berpendapat gubernur jakarta harus seperti dewa yang bisa mengatasi banjir dalam semalam. Anggota legislatif daerah juga ada seperti mencibir eksekutif, padahal ia sendiri adalah bagian pemerintah daerah yang harus ikut bertanggung jawab membuat nyaman rakyat yang mendudukkannya di kursi empuk.

Oleh karena itu, kita ulas saja masalah sumber hidup, yakni soal angkutan umum kekurangan pengemudi, padahal banyak sopir menganggur. Kita terkejut membaca berita bus tranjakarta kekurangan pengemudi angkutan umum, sehingga tidak bisa operasional. Padahal, selama ini banyak angkutan umum mulai dari tipe kecil, sedang dan besar yang berkeliaran di jalan-jalan di Jakarta, dan sudah sering kita tumpangi lengkap dengan pengemudinya. Bahkan, ada satu angkutan umum dengan pengemudi lebih dari satu orang, sehingga lazim dikenal ada sopir batangan dan ada pula sopir tembak. Apakan di antara mereka tidak ada yang melamar?

Tragisnya lagi, ternyata bukan hanya bus transjakarta yang tergolong angkutan baru di Jakarta yang kekurangan pengemudi, Organda DKI yang sudah lama menghimpun pengusaha angkutan yang tergabung dalam Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan, juga katanya, sulit mencari sopir yang memenuhi kualifikasi menjadi sopir angkutan umum, bus, termasuk taksi. Lalu, yang mengemudikan angkutan umum selama ini, rupanya adalah sopir-sopiran alias tidak kompeten. Pantasan mudah kecelakaan, dan tidak berdisiplin atau tidak tahu aturan, dan tertib lalu lintas.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono baru-baru ini mengatakan, mencari sopir yang memenuhi kualifikasi untuk angkutan umum sulit. Sebab, tidak banyak orang yang memiliki surat izin mengemudi (SIM) B1 dan B2 Umum.

Awal tahun ini, Unit Pengelola Transjakarta membutuhkan sedikitnya 1.312 pengemudi baru. Tetapi yang mendaftar, baru sekitar 180 orang. Kebutuhan sopir sebanyak ini untuk mencukupi operasional 656 bus baru, dengan rincian 310 bus transjakarta dan 346 bus sedang. Kondisi ini menyebabkan peluncuran bus baru tersebut tidak bisa dilaksanakan sekaligus, tetapi harus bertahap.

Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan juga mengeluhkan hal yang sama, mencari sopir angkutan umum dengan kualifikasi khusus tidak mudah. Menurutnya, salah satu sebab sulitnya mencari sopir angkutan, karena banyak orang yang enggan menjalani profesi sopir. Sopir masih dianggap sebagai profesi yang lebih rendah dibandingkan profesi lain. Sopir dinilai bukan pekerjaan yang membanggakan, atau hanya dijadikan pilihan terakhir setelah tak ada lagi pekerjaan lain. “Akibatnya, semua operator angkutan, bus ataupun taksi, persaingannya sama, mencari sopir. Ini harus kita evaluasi,” katanya.

Keluhan Ketua Organda DKI ini, tentunya tidak sepenuhnya benar. Banyak sopir yang bangga akan profesinya, hingga mampu membiayai rumah tangga, dan bahkan menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Diduga penyebabnya bukan hanya pada anggapan rendah status sosial.

Mengapa “sopir angkutan umum” selama ini tidak mengurus SIM B1 dan B2 Umum, patut dipertanyakan ke pihak kepolisian lalu lintas yang berwenang menerbitkannya. Apakah karena terlalu ketat atau memang biayanya terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh calon pengemudi. Lalu, mengapa sopir-sopir yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut dibiarkan berkeliaran selama ini membawa angkutan umum di Jakarta, tetapi tidak ditangkap. Hal ini membuat kita terkejut, karena penegakan hukum lemah.

Demikian pula Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Perhubungan DKI, mengapa tidak jauh-jauh hari mempersiapkan pengemudi untuk membawa bus transjakarta dan bus sedang yang banyak dibeli untuk menambah fasilitas angkutan umum di Jakarta. Hal ini juga membuat kita lagi-lagi terkejut, karena konsepnya tidak terencana dengan baik.

Pemprov DKI Jakarta untuk tahun 2014 ini berencana terus melakukan penambahan bus baru. Mereka akan membeli bus transjakarta dan bus sedang dengan anggaran Rp 2,5 triliun. Sesungguhnya, tidak ada gunanya mendatangkan ribuan bus baru impor dari Cina, tetapi tidak bisa dioperasikan karena tidak ada pengemudi. Mestinya penambahan armada, sejalan dengan penyiapan perangkat pendukungnya.

Penting Perencanaan

Untuk itulah jauh-jauh hari, harus ada perencanaan. Ratusan bekas angkutan umum lama seperti Metromini saat ini di beberapa trayek sudah dihentikan beroperasi. Antara lain trayek Perumnas Klender- Kampung Melayu dan trayek Perumnas Klender- Cililitan. Demikian pula sebagian kendaraan lama Kopaja dan Koanwisata. Ratusan mantan-mantan sopir batangan dan sopir tembak bekas angkutan umum tersebut, saat ini menjadi pengangguran. Padahal bus baru angkutan umum milik Pemprov DKI, kekurangan pengemudi. Sebenarnya, mereka ini adalah warga DKI yang harus dipikirkan penyalurannya.

Dulu, sewaktu Gubernur Ali Sadikin akan menata angkutan umum di Jakarta, para calo-calo dan pemuda-pemuda yang “cari makan” di terminal ditertibkan untuk didayagunakan. Bagi yang memenuhi persyaratan ijazah pendidikan, disalurkan menjadi anggota Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), atau jadi tenaga kerja tetap yang berkaitan dengan pengelolaan angkutan umum.

Demikian pula ketika Pemda DKI membuat kebijakan menghapuskan angkutan becak di Jakarta, karena dianggap tidak manusiawi. Ratusan mantan pengayuh becak tersebut, dididik menjadi pengemudi kendaraan bermotor roda tiga oleh pihak kepolisian dengan biaya dari Pemda DKI. Mantan pengusaha atau pemilik becak, karena ada juga tukang becak sekaligus pemilik, diberi kesempatan membeli kredit kendaraan bermotor roda tiga yang waktu itu disebut sebagai angkutan umum jenis IV.

Pemprov DKI saat ini tentu lebih mampu menyalurkan warganya yang terkena kebijakan, ketimbang masa Ali Sadikin yang APBD-nya belum bertriliun-triliun rupiah seperti sekarang ini.

Dinas Perhubungan DKI tentu mempunyai data sopir-sopir angkutan kota yang akan dilarang beroperasi, karena kendaraannya tidak lagi memenuhi syarat atau tidak lolos kir. Pemprov DKI pun sudah berencana mengganti angkutan umum yang tidak lagi memenuhi syarat, dengan bus-bus sedang yang baru dan pengemudi dengan sistem digaji, bukan sistem setoran.

Sebenarnya, bersamaan dengan kebijakan menambah armada bus transjakarta dan bus sedang untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta, Pemprov DKI harus pula merencanakan penyaluran mantan sopir yang kendaraanya sudah dilarang beroperasi untuk dialihkan menjadi sopir bus baru tersebut. Pemprov DKI harus pula menyediakan anggaran dari APBD DKIar, mengingat biaya untuk memperoleh SIM B1 dan B2 Umum dari pihak Ditlantas Polda Metro Jaya, mungkin mahal, serta mungkin memerlukan biaya pelatihan intensif agar memenuhi kualifikasi sebagai pengemudi angkutan umum yang andal. Dulu untuk mengambil SIM B Umum, calon sopir angkutan umum harus dilatih di tempat pelatihan khusus Ditjen Perhubungan Darat di Tegal.

Sehingga, mantan sopir Metromini, Kopaja, Koanwisata dll, yang memenuhi syarat tentunya, bisa memperoleh pekerjaan baru dengan gaji tetap, yang tidak lagi ugal-ugalan karena mengejar setoran, dan program Pemprov DKI mengganti kendaraan baru angkutan umum yang layak dengan kecukupan pengemudi yang memenuhi kualifikasi, bisa terpenuhi. ***

Exit mobile version