Batik Menyongsong Masa Depan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

PADA 18 Maret 2013, Universitas Pekalongan menggelar seminar nasional tentang rencana universitas itu akan membentuk Pusat Studi Batik Nasional. Upaya ini patut disambut baik, dan memang pascapengakuan oleh Unesco pada 2 Oktober 2009, batik Indonesia ditetapkan masuk dalam “Representative list of the intangible cultural heritage of humanity Unesco”, banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama oleh pemerintah dan komunitas batik nasional.

Penulis,sebagai salah satu pembicara dalam seminar itu menyampaikan pokok-pokok pikiran sebagai berikut. Pertama, pekerjaan rumah ini pada dasarnya secara substansial menyangkut tiga hal yang utama, yakni aspek pelestarian, perlindungan, dan aspek pengembangan batik sebagai warisan budaya.

Aspek pelestarian dan perlindungan diperlukan, karena pengakuan Unesco itu berkaitan dengan nilai dasar sebagai karakter utama batik Indonesia, yaitu sebagai tradisi lisan yang turun-temurun, sebagai kebiasaan sosial di masyarakat Indonesia pada umumnya, dan batik sebagai industri.

Aspek pengembangan akan berkorelasi dengan bagaimana masyarakat batik Indonesia bisa menghasilkan progam-program yang berkelanjutan agar batik tetap eksis di Bumi Pertiwi sebagai produk budaya yang bernilai ekonomi tinggi. Bandingkan dengan keris dan angklung, batik sangat unik bisa hidup di dua alam, yakni budaya dan ekonomi.

Kedua, dalam prespektif budaya, sosial ekonomi, teknologi, dan lingkungan hidup, maka sangat diharapkan komunitas batik Indonesia harus mampu mentransformasikan 3 pilar pokok tadi yang bertujuan agar: 1) Nilai tambahnya yang tercipta dinikmati oleh komunitas batik nasional dan masyarakat luas.

2) Kedaulatan batik dalam dimensi budaya, sosial ekonomi dan teknologi benar-benar menjadi “propertinya” bangsa Indonesia. 3) Spirit kebaruan untuk senantiasa bergulir, maju bersama mengembangkan batik di masa depan, tanpa harus meninggalkan peran batik sebagai industri berbasis budaya yang bernilai ekonomi tinggi.

4) Nilai-nilai dasar yang kita terima sebagai cultural heritage harus tetap dapat menyelaraskan dengan kemajuan zaman, yang maknanya bukan hanya sekadar mewarisi, memelihara, dan menyelamatkannya.Tapi, lebih dari itu, batik, dalam konteks pengembanngannya ke depan, masyarakat harus bersikap realistis yang mengarah dimungkinkankannya dibuka ruang untuk inovasi dan restrukturisasi dalam kerangka pengembangan nilai budaya baru untuk menjawab tantangan zaman.

5) Pemerintah termasuk pemda harus memberikan ruang publik agar proses kreatif yang inovatif di kalangan masyarakat dapat tumbuh dan terus berproses untuk mengembangkan batik di masa depan.

Dijamin UU

Kelima tujuan itu, secara konstitusional dijamin oleh Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Ketiga, agar tujuan itu dapat tercapai, maka diharapkan proses pelestarian, perlindungan, dan pengembangan batik dapat terjadi di seluruh Tanah Air. Nilai kebaruannya harus terus digali dan dikembangkan agar karya-karya baru yang dihasilkan makin bisa diterima oleh masyarakat luas, baik di dalam maupun luar negeri.

Keempat, konsep dasar pengembangan batik seyogianya tetap berada dalam satu koridor utama,yakni memadukan unsur-unsur nilai budaya yang telah mapan dengan unsur-unsur nilai budaya baru guna melahirkan kekuatan baru sebagai industri berbasis budaya yang nilai komersialnya tinggi.

Kelima, konsep dasar pengembangannya dengan demikian harus bisa disepakati oleh seluruh komponen masyarakat batik Indonesia yang substansinya bersifat pengayaan terhadap nilai budaya dan nilai komersial.

Keenam, nilai kebaruan dan pengayaan bisa terjadi pada dimensi kebaruan dan pengayaan dalam proses, membuka diri untuk pemanfaatan teknologi baru yang ramah lingkungan.

Ketujuh, tidak selamanya kita bisa tumbuh dan berkembang di zona nyaman (comfort zone). Oleh sebab itu, masyarakat batik Indonesia harus secara rutin melakukan analisis strategis tentang batik, apa ada faktor yang bernilai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Pusat Studi Batik Nasional yang akan dibentuk di Universitas Pekalongan mempunyai tugas, salah satunya, untuk melakukan analisis strategis tadi.

Kedelapan, dalam rangka pelestarian, perlindungan dan pengembangan batik secara nasional, maka penulis menyarankan agar batik dapat ditetapkan sebagai cagar budaya dan cagar usaha yang hanya dapat dilakukan oleh WNI.

Pemerintah dan masyarakat batik sebaiknya dapat pula segera menyusun regulasi nasional tentang pelestarian, perlindungan, dan pengembangan batik. Semoga pandangan ini bermanfaat bagi upaya menyongsong masa depan batik Indonesia yang masyarakatnya telah ber-mindset global dan hidup dalam lingkungan open society. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS