BDI Jakarta Harus Lahirkan Tenaga Kerja yang Kompeten

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Balai Diklat Industri (BDI) Jakarta, harus bisa melahirkan tenaga kerja yang kompeten di bidangnya dan keahliannya harus sesuai dengan bidang yang dibutuhkan dunia industri.

Kepala BDI Jakarta, Jonni Afrizon mengatakan hal itu pada pembukaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 3 in1 Operator Mesin Industri Garmen angkatan 16,17 dan 18 di BDI Jakarta, kemarin. Diklat tersebut diikuti 300 peserta yang berasal dari berbagai daerah.

Peranan BDI katanya sangat penting dalam menunjang tumbuhkembangnya industri di dalam negeri. Karena itu, kehadiran BDI tidak cukup hanya sekedar mengganti sumber daya manusia (SDM) sebab jika hanya mengganti SDM, itu namanya stagnan.

Permasalahan yang muncul di lapangan saat ini kata Jonni adalah tidak ketemunya pelaku industri dengan tenaga kerja yang saling mencari. Pelaku industri selalu dan selalu mencari tenaga kerja sementara tenaga kerja juga terus menerus mencari lapangan kerja.

‘’Kedua-duanya saling mencari dan tidak ketemu. Dimana miss-nya, ini yang harus dicari dan harus diketemukan,’’ kata Jonni.

Ternyata lanjut Jonni, para pencari lapangan pekerjaan itu tidak memiliki keahlian seperti yang dibutuhkan oleh dunia industri, sehingga tidak matching yang akhirnya tenaga kerja yang tersedia tidak dapat dipakai, sementara dunia industri kekurangan tenaga kerja.

Untuk mempertemukan kesenjangan inilah kata Jonni, peranan BDI sangat dibutuhkan untuk melahirkan tenaga kerja yang siap pakai dan memiliki sertifikasi kompetensi sesuai bidang yang dibutuhkan dunia insutri.

Karena itu menurut Jonni, para pekerja jangan main-main dan jangan anggap remeh dengan sertifikasi. Pasalnya, di dunia internasional, sertifikasi kompetensi itu akan menentukan seseorang pekerja dapat dipekerjakan atau tidak.

Penggali Lobang

Dia beri contoh, tenaga kerja asing yang ada di Indonesia, kendati mereka itu hanya pekerja kasar seperti penggali lobang misalnya, mereka itu umumnya dilengkapi dengan sertifikasi kompetensi sehingga para penggali lobang dari luar negeri itu adalah pekerja kasar yang telah bersertifikat.

Di bidang industri garmen katanya, Indonesia sebagai negara berpenduduk 250 jutaan, kenapa tidak memiliki desainer kelas dunia. Indonesia memang punya desainer, tapi tidak seperti desainer asing yang bisa memproduksi garmen secara massal, atau ribuan potong baju.

‘’Desainer kita masih sebatas mendesain satu dua potong saja, paling-paling kalau untuk dipakai untuk kenduri saja. Tapi mendesain dalam jumlah besar, belum tentu bisa,’’ katanya.

Ditanya kenapa bisa demikian, dikatakan antara produsen garmen dengan desainer belum ada kerjasama yang mengembirakan alias masih jalan sendiri-sendiri.

Keterampilan desainer Indonesia katanya harus terus didorong agar pangsa pasar garmen Indonesia di pasar internasional lebih meningkat lagi.

‘’Kalau hanya dua persen saja pangsa pasar kita di pasar global, kita kalah dong dengan Vietnam,’’ katanya. (sabar)

 

 

 

CATEGORIES
TAGS