Berebut Tanah dan Air

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

JUDUL tulisan ini hanyalah sebuah ungkapan pandangan spontan untuk mendapatkan suatu gambaran tentang keadaan dunia pada dewasa ini yang kita semua tentu telah mengetahui dunia sedang masuk ke zona rawan pangan dan energi. Konstalasi ini tidak main-main karena yang menyampaikan adalah para tokoh dunia, baik itu para kepala negara, lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB, FAO maupun para ahli di bidang pangan dan energi.

Fakta dan data telah banyak diungkapkan dan hampir semuanya memberikan kesimpulan, akibat perubahan iklim dan akibat dari pola konsumsi dan produksi tidak berjalan secara berkesinambungan, telah menimbulkan situasi harga pangan dunia naik, demikian pula harga energi.

Media telah cukup banyak melansir pemberitaan ini dan salah satu informasi yang diungkapkan adalah, akibat krisis pangan, hampir 1 miliar manusia mengalami kelaparan saban hari. Gejolak harga pangan yang terjadi tahun 2008 telah mengakibatkan 100 juta orang terjerumus ke jurang kemiskinan.

Diungkapkan pula, kenaikan harga pangan yang terus berlangsung hingga tahun ini (2011) telah mengakibatkan 44 juta orang yang lain mengalami kondisi yang sama. Karena early warning sudah dinyalakan, semua negara di dunia dibuat sibuk melakukan langkah-langkah antisipasi, baik dilakukan sendiri oleh masing-masing negara maupun dilakukan bersama-sama melalui kerjasama internasional antar negara.

Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertumbuhan ekonomi, supply dan demand pangan dan energi berjalan saling beriringan, bahkan kondisi yang terbentuk saat. Ini telah pada posisi unbalance sehingga terjadi kenaikan harga komoditas tersebut dalam waktu yang bersamaan, ditambah terjadi perubahan iklim.

Negara di dunia yang dewasa telah merasa kaya dan mapan secara ekonomi, berupaya mencari alternatif sendiri. Misal, Cina katanya telah membeli lahan yang luas di Afrika dan juga telah menguasai sumber minyak bumi di Irak yang mencapai jumlah puluhan kilometer luasnya. Bahkan belum hilang dalam ingatan kita baru-baru saja ada calon investor dari Cina berniat membeli pulau untuk pengembangan usahanya di Indonesia.

Indonesia dijajah Belanda ratusan tahun dan juga Jepang sesungguhnya tidak jauh dari soal tanah dan air serta aset yang ada di dalamnya. Pencurian ikan di laut dan kayu di hutan, bahkan persengketaan soal batas laut dan perbatasan daratan yang banyak terjadi kalau ditelusuri disebabkan terjadi karena soal tanah dan air.

Padahal semua negara telah memiliki kedaulatannya masing-masing tapi mengapa tetap menjahili untuk berusaha mendapatkan tanah dan air yang bukan miliknya. Fakta ini menggambarkan akibat dunia telah dinyatakan memasuki “Zona Rawan Pangan dan Energi”, maka terasa, dewasa ini terjadi pergerakan untuk “Berebut Tanah dan Air”.

Dalihnya macam-macam dan yang paling umum adalah alasan bahwa sekarang ini adalah zaman globalisasi dan perdagangan bebas dan aturan nasional tidak boleh menghambat aturan internasional agar aliran modal, barang dan manusia antarnegara dan antarkawasan dapat keluar masuk tanpa hambatan dan kalau terjadi dispute meskipun terjadinya di suatu negara yang berdaulat tidak boleh diselesaikan berdasarkan aturan nasionalnya yang berlaku, tapi harus tunduk kepada aturan internasional yang telah disepakati.

Kita bangga menjadi orang Indonesia karena kita cukup memiliki kekayaan alam. Kita optimis Indonesia akan menjadi salah satu negeri yang akan bertumbuh tinggi secara ekonomi dan karena itu investor global semua berniat untuk berinvestasi di negeri kita. Salah satu sektor yang banyak diminati adalah di bidang food dan energi.

Kebanggaan dan optimisme itu jangan menjadikan kita lengah dan lupa diri, bahwa kita juga punya masalah yang sama di soal tanah dan air, soal pangan dan energi. Bersyukurlah kita memiliki pasal 33 dan 34 UUD 1945, mempunyai Pancasila sebagai ideologi negara dan sebagai way of life sebagai benteng pengaman untuk menjaga kedaulatan kita di bidang ekonomi dan negara. Tapi tidak cukup hanya itu, pola tindak dan pola pikir kita juga harus senyawa dengan landasan tersebut.

Degan kepala dingin, demi kepentingan nasional dan demi kesejahteraan dan kemakmuran bersama, mari secara legowo dan berjiwa besar, kalau aturan main kita ada yang salah, ada yang belum jelas, ya kita perbaiki saja, baik yang terkait dengan soal tata ruang dan tata guna tanah, soal pengelolaan sumber pangan dan energi, soal investasi dan perdagangan, sampai soal-soal pendidikan dan cara berkehidupan kita di bidang politik dan hukum. ***

CATEGORIES
TAGS