Biaya Ekonomi Tinggi

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

ilustrasi

ilustrasi

INDONESIA menempati peringkat ke-10 ekonomi dunia dari Produk Domestik Bruto (PDB). Itu berarti, masuk 10 besar dunia, berdasarkan laporan Bank Dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan berita itu, Sabtu (3/5), di Jakarta. Urutan negara yang masuk peringkat 10 itu: Amerika Serikat, Tiongkok, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris. Dibandingkan dengan dua tahun lalu, peringkat Indonesia naik signifikan, dari 16 menjadi 10.

Kita tentu ikut gembira. Berada dalam lingkaran negara-negara yang sudah lebih awal maju, semisal, AS, Tiongkok, Jepang, dan Jepang, pasti membanggakan. Kita pun yakin, kemampuan negara kita untuk mencapai peringkat demikian menjadi “topik hangat”, dibicarakan berbagai negara. Itu menjadi salah satu publikasi positif, negara dan bangsa kita, telah menorehkan prestasi.

Tentu, kita ingin mencapai prestasi yang lebih bagus dari itu. Kita mendambakan posisi yang lebih tinggi, di bawah angka 10. Maka, kita menaruh harapan besar, para arsitek dan teknorat ekonomi kita, didukung oleh stabilitas politik dan keamanan, dapat lebih berjaya agar pencapaian negara dan bangsa lebih meningkat. Pasti, itu dapat dicapai, mengingat kita punya dua keunggulan, yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Terkait dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, masih ada soal yang tergolong dasar, yang hingga kini masih dikeluhkan oleh para pelaku usaha. Poin itu menyangkut insfrastruktur, yang dinilai belum memadai. Masalah kurangnya infrastruktur tentu menghambat dan menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Infrastruktur itu dapat berupa jalan raya, pelabuhan, listrik, telepon, air, dan sebagainya.

Salah satu yang dikeluhkan adalah kemacetan di jalan raya yang mengakibatkan biaya pengangkutan logistik lebih besar. Kelihatannya, masalah kemacetan ini sepele, mungkin karena sudah jadi pemandangan biasa di kota-kota besar, umpamanya, Jakarta, tapi ternyata mengurangi mobilitas produk dan jasa, sebagai salah satu penghela perekonomian nasional. Kemacetan terjadi setiap hari dan tentu dampaknya pun beruntun.

Maka, yang ingin kita sampaikan di sini, dampak kemacetan tidak hanya soal terlambat tiba di tempat tujuan, tapi dapat lebih besar. Bahkan, dapat mengurangi produktivitas. Oleh karena itu, seyogianya ditangani secara konsisten dan berkesinambungan, agar yang diperoleh adalah hasil maksimal yang berlaku dalam waktu panjang.

Moda transportasi sungguh dinamis, cepat berubah, baik dalam jumlah maupun kecepatan. Dua dekade lalu, misalnya, kita hanya bergantung pada transportasi berupa bus, tapi sekarang, sudah yang di atas rel agar daya angkut dan kecepatannya lebih besar. Terkait dengan itu, elok dan tepat jika kita membangun infrastruktur yang dapat memecahkan kemacetan sesuai zamannya. Ini pekerjaan besar yang dapat menguras anggaran.

Kita sarankan agar anggaran dalam APBN untuk infrastruktur tetap ditingkatkan. Apalagi, infrastruktur dimaksud tak sesederhana masalah jalan dan kemacetan, tapi lebih luas lagi. Lalu, satu per satu penyebab biaya ekonomi tinggi disingkirkan. Pada akhirnya, kita berharap, dengan segala kemampuan, negara dan bangsa kita dapat meningkatkan peringkat ekonomi dunia sesegera mungkin. ***

CATEGORIES
TAGS