Jalur Pantura, Seharusnya Ditata Ulang

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

TIDAK hari lebaran-pun, Pantura sudah macet. Apalagi menjelang lebaran seperti saat sekarang. Wou… kemacetannya tidak ketolongan dan sudah terjadi sejak zaman dahulu. Anehnya, masalah itu tidak pernah dapat dipecahkan oleh para petinggi negeri ini, atau para pemangku kepentingan di bidang transportasi.

Ada sih perbaikan atau pelebaran jalan, tapi hanya jalan rayanya jalur Pantura saja yang disentuh yakni sepanjang Anyer sampai Panarukan, namun tidak akan pernah menyelesaikan masalah kemacetan.

Sebenarnya, penyebabnya sudah sama-sama kita ketahui yaitu jumlah kendaraan yang lalu lalang di jalur tersebut selalu bertambah. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi, makin tinggi pula arus barang dan manusia yang hilir mudik di sepanjang jalur Pantura dengan intensitas yang padat selama 24 jam.

Pembangunan jalan tol dengan kualitas nomor wahid, merupakan solusi terbaik. Tekanan gandarnya harus di atas 25 ton karena truk yang lalu lalang membawa barang, berat brutonya 24 ton agar jalan tidak cepat rusak. Kita tahu di sepanjang Pantura pada umumnya tanahnya labil, sehingga kalau kualitas konstruksi jalannya tidak nomor wahid, pasti mudah amblas.

Bagaimana dengan jalur non tolnya yang saat ini jelang Idul Fitri sangat padat dilalui kendaraan pemudik. Yang pasti demand supply-nya sudah sangat jomplang, dalam pemahaman jumlah kendaraan yang lewat jauh lebih banyak daripada ruas jalan yang tersedia. Belum lagi kualitas jalannya yang jelek.

Sekedar catatan, perbaikan yang dilakukan sebenarnya hanya tambal sulam dan bersifat kosmetik saja. Akibatnya badan jalan tersebut rentan sekali untuk rusak kembali. Karenanya, dalam situasi jelang lebaran, selain badan jalan rusak, kemacetan juga disebabkan berbagai faktor.

Pertama, pasar tumpah terjadi di setiap titik kota/kabupaten yang dilalui para pemudik di kiri dan kanan badan jalan. Angkot, becak dan orang menyeberang tumplek di sekitar pasar tumpah. Pasar di setiap titik kota/kabupaten hampir semuanya dibangun di pinggir jalan Pantura. Seiring dengan otonomi daerah, pembangunan pasar banyak dilakukan oleh pemkab/pemkot.

Kedua, SPBU juga banyak dibangun di pinggir jalan Pantura yang jaraknya satu sama lain berdekatan, baik di sebelah kiri atau kanan jalan. Antrian kendaraan yang keluar masuk mau mengisi BBM pasti menimbulkan kemacetan.

Ketiga, kecelakaan yang acapkali terjadi, juga menjadi biang kemacetan di Pantura. Keempat rest area berupa warung-warung makan sangat banyak dibangun di sepanjang jalur Pantura, mulai dari Sukamandi di Jawa Barat sampai jelang masuk Semarang sampai menuju ke Surabaya, seperti di Rembang, Bojonegoro, Tuban dan Lamongan (di Jateng dan Jatim).

Mungkinkah semua itu bisa ditata ulang agar tingkat kemacetannya bisa diatasi? Jawabannya harus bisa dan dalam hubungan ini peran pemprov/pemkab/pemkot sangat diperlukan untuk ikut berkontribusi mengatasi masalah kemacetan di jalur Pantura selain pemerintah pusat dengan cara menata kembali lokasi yang selama ini menjadi biang kemacetan.

Solusinya memang harus komprehensif, tidak bisa lagi tambal sulam. Ini terkait dengan soal tata ruang kabupaten/kota. Soal sinkronisasi dan kerjasama antar kabupaten/kota dalam satu wilayah propinsi dalam hal terkait pengembangan ruang publik di pinggiran jalur Pantura.

Pasar-pasar seyogyanya tidak dibangun di pinggiran jalan Pantura. Rest area tidak boleh dibangun di sembarang tempat dan harus dipersaratkan memiliki tempat parkir yang luas. Di setiap titik persimpangan yang padat, harus dibangun fly over seperti yang telah dibangun di Pamanukan Kabupaten Subang.

Meskipun jalan tol adalah merupakan solusi terbaik, tetapi jalur Pantura tetap harus diprioritaskan untuk dibenahi sebagai jalur alternatif utama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai kalau persoalan infrastruktur tidak segera dibenahi.

KIB-II hanya punya waktu 2,5 tahun lagi, sudah hampir pasti tidak akan mampu membangun infrastruktur dari seluruh yang sudah direncanakan dan karena itu harus tetap menjadi prioritas kabinet mendatang.

Angkutan kapal laut untuk barang di Jawa khususnya menjadi pilihan utama selain melalui jalur KA. Problem Pantura yang carut marut tidak bisa dilepaskan dari persoalan peran lembaga perizinan di daerah yang nampaknya kurang berfungsi efektif sesuai peran dan fungsi perizinan.

Tanpa pembenahan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi akan terhambat dan gampang overheating karena efek inflatoirnya tinggi. Jadi akan selalu terjadi trade off dalam mengelola sistem perekonomian.

Semoga pembenahan infrastruktur ke depan akan disediakan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN/APBD maupun sumber lain yang manageble. Selama ini, dana APBN/APBD untuk mendukung pembangunan infrastruktur tidak lebih dari 10%. Harusnya minimal setara dengan dana yang dialokasikan untuk pendidikan yaitu 20%.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS