Kekuatan Politik Pengaruhi Pengambilan Kebijakan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

JUDUL opini ini sengaja disampaikan agar public, sebagai objek kebijakan, dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana secara mudah proses kebijakan publik itu ditetapkan dan dilaksanakan. Kekuatan politik yang dimaksud adalah yang secara formal melembaga dalam partai politik dan lembaga politik dalam rangka bernegara.

Melembaga di ranah eksekutif dan legislatif (MPR, DPR, dan DPD). Kebijakan publik dengan demikian dapat dipahami sebagai sebuah keputusan yang bernilai politis, karena tujuannya mengatur tatanan kehidupan publik dalam rangka berbangsa dan bernegara agar ada kepastian, keteraturan, dan ketertiban.

Dalam konteks yang lebih bersifat operasional, kebijakan publik harus bisa menjadi panduan (direction) atau semacam “buku panduan” (manual book) yang memiliki beberapa nilai pokok. Pertama, mampu memecahkan masalah pada inti masalah untuk menutup celah lahirnya masalah baru yang lebih besar. Misalnya, mengatasi masalah pengangguran, bukan dilakukan dengan mendirikan pabrik, tapi barangkali bagaimana agar warga tidak malas. Karena tujuan utama mendirikan pabrik adalah untuk menghasilkan barang/produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kedua, mendorong publik agar secara aktif dapat berperan dalam proses pembangunan.Tidak hanya sebagai objek, tetapi juga dapat berperan sebagai subjek pembangunan. Jadi, mengandung spirit menstimulasi, membuka akses, dan sebagainya.

Ketiga, kepentingan publik yang diutamakan, bukan kepentingan para penguasa, pejabat publik. Makanya, sikap yang paling baik dan bijaksana dari pejabat publik adalah memberikan kemudahan akses ke sumber daya kepada masyarakat agar dapat beraktivitas di berbagai bidang secara efisien dan efektif, Aktivitasnya itu harus tunduk pada koridor hukum dan regulasi.

Keempat, mengembangkan produktivitas masyarakat agar dapat memanfaatkan potensi, talenta, dan bakatnya secara maksimal, sehingga kreativitas dan kemampuan inovatifnya tidak tersumbat atau bahkan sengaja disumbat. Secara objektif memang seperti itu proses pengambilan kebijakan publik dalam rangka bernegara.

Namun, dalam pelaksanaannya, kekuatan politik acapkali masuk terlampau dalam melakukan “intervensi” karena ada kepentingan politik praktis yang hendak disisipkan.Tidak heran kalau kemudian terjadi bias dalam melaksanakan kebijakan publik yang bisa berakibat terjadinya pelayanan publik yang bersifat subjektif, tebang pilih, dan sebagaianya.

Efek Berantai

Kerakusan berpolitik yang sering terjadi bukan kesantunan berpolitik yang lebih mengedepankan nilai moralitas dan etika, tapi malah mengganggu atau mendistorsi pelaksanaan kebijakan publik.Contoh paling gres adalah kasus kuota impor daging sapi. Hal yang demikian bisa berakibat terjadinya diskontinuitas pelaksanaan kebijakan publik karena sering “digangguin” dan “diintervensi” oleh kepentingan politik praktis.

Akibatnya, bisa menimbulkan efek berantai dalam melaksanakan kebijakan publik, antara lain, bisa “melenceng” dari tujuan yang hendak dicapai, dan yang paling buruk menimbulkan potensi terjadinya moral hazard yang berujung pada suburnya kegiatan perburuan rente dan KKN.

Oleh sebab itu, masyarakat tidak boleh bersikap masa bodoh. Masyarakat harus bersifat kritis, tapi konstruktif agar pelaksanaan kebijakan publik yang sudah dianggap baik dari sisi kepentingan publik tidak dibelokbelokkan seenaknya oleh para penyelenggara kebijakan publik.

Prespektif ini yang harus disampaikan agar awareness-nya menjadi proporsional antara publik dan para penyelenggara kebijakan publik di negeri ini. Asas transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas kebijakan publik dalam tataran implementasi harus diutamakan dan dijaga bersama.Yang pasti, kekuatan politik memang tidak bisa dihindarkan kehadirannya dalam proses pembuatan kebijakan publik, karena para penyelenggara negara hakikatnya adalah pejabat publik.

Namun, kalau sudah dilaksanakan jangan lagi banyak campur-tangan agar pelaksanaan berjalan dengan baik. Jika ada yang tidak berjalan, karena alasan “kesengajaan” (commission) atau “kelalaian” (omission), maka lembaga politik formal di parlemen berhak menyelidikinya dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan. Semoga ada manfaatnya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS