Perdagangan Bebas Salah Tafsir?

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

SEBELUM terkecoh dan keblinger, mari kita menoleh ke belakang sejenak sehingga nantinya kita menjadi tahu apa sesungguhnya yang menyemangati agar dunia harus melaksanakan perdagangan bebas. Padahal dunia dagang sudah ada sejak abad lampau, yang paling sederhana bentuknya adalah pola barter yang pada saat itu berlaku.

Prinsipnya yang paling umum adalah ada pertukaran barang /jasa untuk pemenenuhan kebutuhan hajad hidup orang banyak dimanapun mereka berada. Mendengar istilah perdagangan bebas, kita pasti ingat Adam Smith yang terkenal dengan bukunya berjudul “The Wealth of Nation” (1776) atau di abad 18. Yang paling pokok menjadi doktrin pemikirannya adalah bahwa mekanisme pasar sebagai sebuah sistem dengan sendirinya akan menghasilkan segala sesuatu secara optimal tanpa campur tangan pemerintah.

Berikutnya bung Adam Smith berujar bahwa invisible hand bekerja mengelola keuntungan individual dan memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Coba kita cermati ada tidak “perintah” agar semua negara melakukan perdagangan bebas. Tidak ada bukan. Yang ada hanyalah suatu pemahaman bahwa kalau seperti itu kosepnya, AS menyebutnya sebagai doktrin liberal yang kemudian dianutnya habis-habisan tahun 1800-an hingga depresi besar terjadi pada tahun 1930-an.

Krisis akbar ini berakibat ambruknya ekonomi AS dan negara-negara di dunia. Wall Street tumbang, harga saham jatuh dan akhirnya terjadi instabilitas ekonomi dan politik. Pandangan Smith yang liberal mulai dikoreksi dan muncul pandangan John Maynard Keynes yang dikenal dengan konsep negara kesejahteraan. Peran negara dalam bidang ekonomi tidak dibatasi hanya sebagai regulator saja melainkan memiliki kewenangan melakukan intervensi fiskal untuk menggerakkan sektor riil agar tercipta lapangan pekerjaan.

Faham ini dianut oleh banyak negara hingga sekarang termasuk Indonesia. Pakar ekonomi mengatakan hadirnya doktrin negara kesejahteraan versi Keynesian menandai berakhirnya ekonomi Laissez Faire. Pertanyaannya apa betul seperti itu. Jawabannya tidak, karena pada kenyataannya doktrin ekonomi liberal masih berjalan seperti apa adanya.

Tidak ada kapoknya para penggiat dan para pengikutnya untuk terus menerapkan faham liberal, meskipun akhirnya terjadi krisis kembali pada tahun 1998,2008, krisis di zona Euro dan AS. Mudah-mudahan habis ini tidak ada krisis lagi asal mereka “kapok” bahwa liberalisasi membuat orang lupa diri dan tambah egois bahwa faham liberalisme adalah masih tetap yang terbaik.

Krisis terjadi karena tata kelola ekonomi yang buruk ujarnya. Meskipun banyak korban berguguguran tetap saja kita dipaksa untuk menjalankan konsep ekonomi liberal hingga kini. Dari dua pendekar Adam dan Keynes dan sebagai orang awam mencatat pesan yang paling penting, adalah agar terjadi efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan perlu ada campur tangan pemerintah jika mekanisme pasar tidak bekerja maksimal.

Perdagangan bebas sejatinya kehendak politik dari para penggagas dan pengikut faham liberal. Kehendak politik pasti tidak bisa lepas dari adanya kepentingan. Perdagangan bebas bukan konsep ekonomi tapi keputusan politik yang selalu berbasis kepentingan. Intervensi pemerintah diplesetkan menjadi “campur tangan” negara asing atas pengelolaan ekonomi suatu negara.

Sebenarnya tidak perlu ada perdagangan bebas, karena secara alamiah aliran barang dan jasa akan bergerak laksana air mengalir. Yang diperlukan adalah mengalirnya lancer dan kelancaranya dijamin masing-masing negara dengan menjalankan sistem pelayanan yang efisien baik di pelabuhan atau di bea cukai.

Tidak harus menghilangkan bea masuk impor dan pajak-pajak tertentu. Bagaimana negara bisa membangun dan bisa memberikan stimulus fiskal melalui anggaran negara kalau bea masuk dihapus sehingga pendapatan negara tidak ada. Defisit anggaran dibatasi hanya sampai batas maksimum 3% dari GDP.

Hutangpun dibatasi sampai maksimum 60% dari GDB.Ketentuan ini kan yang membuat PBB dan diadop oleh seluruh anggotanya yang dituangkan dalam kebijakan fiskal masing-masing negara. Indonesia menuangkannya dalam UU no 17/2003 tentang keuangan negara.

Konsep perdagangan bebas adalah konsep politik kepentingan yang rada beraroma kolonisasi sumber daya ekonomi suatu negara yang memilki resource besar dan pasar dlm negeri yang juga besar. Oleh sebab itu logika ekonomi penulis opini cenderung menyatakan bahwa perdagangan bebas no, peningkatan efisiensi dan produktifitas yes, campur tangan pemerintah perlu dan peningkatan kesejahteraan rakyat yes. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS