Politik Ekonomi, Dimana Kau Berada?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

SEJAK krisis ekonomi tahun 1998, sistem ekonomi Indonesia dinilai sangat liberal dan tumbuh berkembang berdasarkan mekanisme pasar. Praktek ini ternyata tidak serta merta dapat melahirkan efisiensi dan daya saing ekonomi sebagaimana jargon yang menjadi doktrinnya.

Sambil berbenah dan berjalan, dicoba untuk dikoreksi dengan memasukkan unsur “intervensi pemerintah”, namun hasilnya sama saja. Kebijakan fiskal design-nya kurang berkualitas dalam artian mandul, tidak memiliki energi yang besar sebagai mesin pertumbuhan, tidak ekspansif tapi sangat prudent dengan volume APBN yang relatif moderat/belum terlalu besar.

Karena pertimbangan politiknya terlalu kuat mempengaruhi penyusunan kebijakan fiskal, akibatnya beban belanja kementerian/lembaga di pusat/daerah, serta belanja subsidi dan bansos atas nama pemberdayaan rakyat sangat dominan dalam struktur anggaran,dengan akibat selanjutnya adalah pengeluaran tersebut hanya makin memperbesar belanja konsumsi.

Ditambah dengan tingkat governance yang buruk, peran kebijakan fiskal dalam pembangunan ekonomi menjadi berdarah-darah karena bocor disana-sini. Pengertian intervensi pemerintah menjadi bias karena difahami dan dipraktekkan dengan cara yang salah.

Intervensi sifatnya menjadi berubah seperti berburu di kebon binatang. Inervensi pemerintah bergeser menjadi intervensi politik. Ketidakberhasilan mengelola kebijakan fiskal sebagai mesin pertumbuhan dapat dilihat pada tahun 2012 lalu, yakni peran konsumsi pemerintah dalam PDB pada triwulan III dan IV tumbuh negatif, yakni masing-masing -3,22% dan -3.34%). Padahal pada kwartal I dan II masih tumbuh positif, yakni 5,94% dan 7,35% (Kompas,9 Februari 2012).

Ke depan sebaiknya kebijakan fiskal dikelola secara independen seperti dalam mengelola kebijakan moneter yang dikelola Bank Indonesia. Peran Kementerian Keuangan sebagai pengelola kebijakan fiskal seyogyanya dipisahkan dengan fungsinya yang lain seperti dalam pengelolaan pajak dan bea cukai.

Begitu pula peran DPR dalam menyelenggarakan fungsi anggaran harus ditata kembali karena potensial digunakan untuk intervensi politik. Selama ini kebijakan moneter dan kebijakan fiskal lebih sering tidak serasi dalam mengelola kebijakan ekonomi makro. Salah satu penyebabnya adalah yang satu independen (BI), yang satunya lagi tidak independen (Kemenkeu).

Lebih lanjut yang lebih mendasar bangsa dan negara ini perlu merumuskan kembali sistem politik ekonomi nasionalnya sebagai landasan untuk menyelenggarakan kehidupan ekonomi di negeri ke arah yang lebih jelas visi.misi , strategi dan kebijakannya. Ini hanya bisa dilakukan dengan cara membangun konsensus dan kesepakatan baru yang bersifat mengikat.

Dan kalau merujuk pada UUD 1945,maka sistem politik ekonomi tersebut harus dituangkan dalam Undang-undang tersendiri.UU ini menjadi sebuah pakta” perjanjian”seluruh komponen bangsa termasuk pihak asing yang akan berekonomi di Indonesia. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS