Sekolah Vokasi di RI tidak Link and Match dengan Dunia Usaha

Loading

Kepala Pusdiklat Kemenperin Mudjiyono

Kepala Pusdiklat Kemenperin Mudjiyono

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pusat Pendidikan dan Latihan Industri (Pusdiklat) Kementerian Perindustrian akan mengadopsi sistem pendidikan vokasi yang diselenggarakan di Belanda. Pasalnya, sistem yang berlaku di negeri kincir itu sangat tepat dan sinergi dengan dunia usaha.

“Beda dengan di Indonesia. Di Belanda semua kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan pasar,” kata Kepala Pusdiklat, Mudjiyono kepada pers di kantornya kemarin seusai melakukan kunjungan kerja ke Belanda selama sepekan. Dalam kunjungan kali itu, Pusdiklat Kemenperin menandatangani naskah kerjasama dengan Regional of College (ROC) sebuah sekolah vokasi di Belanda.

Yang menarik menurut dia di Belanda, seluruh sekolah vokasi benar-benar murni sekolah vokasi, yang mana kurikulumnya disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan dunia industri sehingga seluruh siswa atau mahasiswa yan ditelurkan sekolah vokasi langsung terjun ke pabrik dan langsung bermanfaat.

“Kurikulumnya disetarakan dengan apa yang dibutuhkan dunia usaha dan untuk menentukan kurikulum, dunia usaha dilibatkan,” katanya menjelaskan. Tenaga pengajarnya juga disesuaikan dengan kebutuhan.

Dalam kesempatan itu, Mudjiyono juga mengatakan pihaknya akan mengirim anak-anak siswa binaannnya dari Indonesia ke Belanda untuk bisa menimba ilmu dan mencari pengalaman. “Kita akan fasilitasi empat atau enam orang sekali berangkat,” katanya.

Di Belanda itu lanjutnya, sekolah vokasi benar-benar link and match dengan apa yang dibutuhkan pasar dan itu yang mau kita contoh. Sekolah vokasi di Belanda sangat sesuai dengan apa yang dibutuhkan dunia usaha.

Dia jelaskan di salah satu daerah di Belanda, Zandaam, di sana ada sekolah vokasi spesialisasi teknologi pangan untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut dan tidak meluas ke daerah lain. Artinya, kata Mudjiyono, masing-masing daerah di Belanda sudah punya sekolah vokasi untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut.

Menjawab pertanyaan di Indonesia, katanya masih sulit kita kembangkan sekolah vokasi. Pasalnya, kurikulumnya masih bemuatan kurikulum umum. Dia sebut misalnya, agama, matematika, olahraga, seni suara dan sebagainya kurikulum yang tidak ada hubungan dan tidak mengarah kepada kurikulum yang dibutuhkan pasar.

Padahal katanya, sebuah sekolah vokasi, 70 persen harus praktek dan hanya 30 persen teori. “Di kita malah terbalik, 70 persen teori dan hanya 30 persen praktek. Jadi kapan kerjanya dan kapan majunya sektor industri kita,” katanya bahwa masalah kurikulumlah yang menjadi hambatan mengembangkan sekolah vokasi di Indonesia.

Tapi, jelasnya lagi, mudah-mudahan dari hasil kunjungannya ke Belanda, Indonesia bisa dapat memahami arti dari sekolah vokasi. Pusdiklat Kemenperin suda merintisnya sejak 2012, sementara di Belanda sudah dirintis sejak seratus tahunan silam. “Tapi kita belum terlambat. Kuncinya harus ada sinergi antara sekolah dengan industri, tidak ada yang lain. Di Belanda, semua sekolah vokasi, kurikulumnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan dunia usaha apalagi pabrikan,” tegasnya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS