Yang Penting Nikmat

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

SEMUA orang yang berbudi luhur dan berkepribadian baik, jika mendengar teman terkena perkara korupsi langsung terkaget-kaget, takjub, percaya tidak percaya mendengar kabar tersebut. Takjub karena teman atau kerabatnya itu adalah keturunan orang baik-baik. Tidak ada diantara keluargannya yang bertabiat seburuk itu sampai akhirnya bisa tersandung perkara korupsi.

Saking tidak percayanya mereka mencoba cari tahu mengapa teman tersebut bisa sampai terbenam dalam lumpur kehidupan yang nista. Fenomena seperti yang diilustrasikan di atas adalah sebuah bencana kemanusiaan yang dapat menimpa siapa saja. Bencana itu bisa disebut sebagai bencana moral yang terjadi akibat manusia tersedot gravitasi perbuatan setan dimana yang bersangkutan gagal membentengi dirinya.

Korupsi nampaknya telah menjadi pemicu dan pemacu seseorang untuk lupa diri karena gravitasinya begitu hebat. Awalnya dimulai oleh hal-hal yang sepele. Misalnya ketika anak buahnya mengajukan suatu kegiatan dimana kegiatan tersebut melibatkan pihak luar/pihak ketiga.

Jika petunjuk pimpinannya adalah atur saja yang penting lancar dan aman, maka virus/wabah korupsi saat itu sudah masuk ke tubuhnya. Meskipun belum tentu tindakannya itu dapat menimbulkan dampak koruptif, sikap yang seperti itu acapkali menjadi pintu masuk penyalahgunaan kewenangan.

Kalimat atur saja yang penting lancar dan aman, bisa menjadi awal sebuah bencana korupsi. Rekayasa administrasi sampai “pelanggaran aturan” dan pelanggaran SOP sangat mudah dilakukan demi sebuah kelancaran proses bisnis yang dilakukan di instansi bersangkutan. Contoh ini adalah sikap kecerobohan dan model penggamangan sebuah proses bisnis yang secara potensial dapat berakibat terjadinya penyimpangan perilaku.

Almarhum Prof Koentjoroningrat dalam bukunya berjudul “Mentalitet Pembangunan” menyebutnya sebagai sikap suka menerabas. Penelitiannya kala itu mendapatkan suatu “petunjuk” bahwa salah satu mentalitet pembangunan yang buruk dari masyarakat adalah sikap suka menerabas.

Suka hal-hal yang instan, ingin cepat beres jika mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi secara kultural, masyarakat kita memang mudah sekali bersikap pragmatis, bersikap instan sehingga sangat mudah mengatakan atur saja yang penting beres. Padahal hal yang demikian ini potensial menggugah macan tidur.

Bencana korupsi bisa disebut sebagai bencana moral, manakala aktornya sudah terjebak dalam gaya hidup hedonis. Tabiat baik dan buruk dicampur aduk, sehingga mana yang baik dan mana yang buruk tidak bisa dibedakan lagi. Yang baik dan benar menurut agama maupun adat istiadat yang dianutnya juga dilanggarnya habis-habisan.

Kehidupan di dunia dianggapnya tidak ada kaitan sama sekali dengan kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat kelak. Tuhan dan malaikat hanya dipandang dengan mata sebelah. Akibat dari itu, hidupnya dipandu oleh hawa nafsunya demi mencapai kenikmatan duniawi yang glamour. Halal haram dianggap sama saja yang penting nikmat.

Inilah bencana yang paling dahsyad menimpa negeri ini hingga sekarang, sampai akibatnya pemerintah tidak sanggup mengelola progam pembangunannya dengan baik. Korupsi selain berkaitan dengan soal perilaku, juga disebut sebagai lintasan jebakan yang bisa membuat orang baik-baik terperosok ke dalam lumpur panas. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS