Berlaku Universalkah Hukum Kita?

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

SEORANG mahasiswa melompat dari angkot dan meninggal. Kasusnya langsung ditangani pihak berwajib dan angkot serta sopirnya langsung diamankan aparat dan hingga berita diturunkan, Jamal (37) sopir angkot itu masih ditahan polisi.

Lain halnya dengan putra Menko Ekuin Hatta Rajasa, Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa (22). Kendati sudah jadi tersangka akibat kecelakaan lalu lintas 1 Januari 2013 yang menewaskan dua orang, Harun (57) dan M. Raihan (14 bulan) serta tiga lainnya mengalami luka serius Nung (30), Moh Rifan, Supriyati (30), namun Rasyid tidak ditahan.

Atas keistimewaan hukum yang dinikmati anak pejabat ini sejumlah aktivis kemanusiaan membuat petisi yang mendesak polisi segera menahan sopir BMW maut Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa.

Beda lagi dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengaku kalau draft surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Anas Urbaningrum sudah ditandatangani olehnya, tetapi entah kenapa, tandatangan dicabut kembali. Hasilnya, masalah sprindik seorang Anas, menjadi perdebatan hangat hingga ke membawa-bawa nama Istana Negara.

Anehnya lagi, para aparat penegak hukum, setelah pencabutan tandatangan itu, sibuk mencari tahu siapa pihak yang membocorkan sprindik yang dicabut tandatangan itu ke publik. Kepolisian membuat rapat besar untuk mengusut figur yangdisebut-sebut membocorkan rahasia Negara.

Sementara itu, kasus yang membelenggu Anas (yang terus disebut-sebut Nazaruddin) sengaja atau tidak, menjadi melempem seolah-olah Anas adalah orang yang amat suci dan tidak terkait apa-apa dengan tindak pidana korupsi. Benar memang secara hukum yang sah, Anas belum jadi tersangka.

Tapi menurut Pandu, pemberian mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya kepada Anas Urbaningrum sudah memenuhi unsur gratifikasi, yaitu pemberian hadiah dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Hambalang.

Namun para penegak hukum masih terus sibuk mempersoalkan layak tidaknya Anas dijadikan tersangka bahkan masalahnya kini bergeser ke tindakan pembocoran rahasia Negara.

Menjadi pertanyaan, seberapa hebatnya pelanggaran menyebarkan sprindik yang kemudian dicabut, ketimbang uang rakyat yang mereka rampok melalui proyek Hambalang. Kalau mau diperbandingkan, tidak ada alasan menuduh membocorkan rahasia, toch pelakunya yang adalah Wakil Ketua KPK sudah mengakui kalau sprindik itu sudah sempat ditandatangani.

Rasanya kalau para pendekar hukum atau para pemangku kepentingan negeri ini mau jujur, buat apa dipersoalkan sprindik yang beredar. Kenapa tidak fokus saja kepada kasus hukum yang melilit Ketua Umum Demokrat yang kewenangannnya sudah dipreteli Presiden SBY.

Bukankah lebih mulia jika para penegak hukum ini mengerahkan seluruh energy yang ada, dipakai dan dicurahkan untuk membuktikan tuduhan Nazaruddin kepada koleganya itu.

Apakah nanti jika pengedar sprindik itu ditemukan, langsung dipenjara sementara Anas tetap menghirup udara segar ? dan tidak akan diproses hukum ? Kita tunggu saja. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS