BI Diharapkan Tidak Menaikkan Suku Bunga Acuan, BI Rate

Loading

Ilustrasi-BI

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Bank Indonesia (BI) hari ini melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) guna mengaji dan melihat kebijakan yang akan dilakukan BI sebagai otoritas moneter di Indonesia. Salah satu hal yang akan diputuskan BI dalam RDG adalah besaran suku bunga acuan atau BI Rate yang saat ini berada di angka 7,75%. BI Rate berpengaruh terhadap besarnya suku bunga yang berlaku di sektor keuangan Indonesia.

Head of Research Woori Korindo Securities Indonesia (WKSI), Reza Priyambada melihat, meskipun rilis inflasi di bulan Desember 2014 melampaui ekspektasi dimana rilis inflasi tersebut lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebelumnya sebesar +2,05% hingga +2,07% MoM dan di atas estimasi kami sebesar +1,5% serta inflasi YTD dan YoY juga di atas estimasi kami sebesar 7,76% – 7,71% dan sejumlah data-data makroekonomi lainnya yang belum terlihat membaik namun, diharapkan bahwa BI rate dapat bertahan di level 7,75%.

Reza memaparkan beberapa hal yang menjadi alasan dari harapan agar BI rate bertahan di level 7,75%, antara lain bahwa selama ini BI rate tidak cukup ampuh menahan pelemahan laju Rupiah terhadap US$. Spekulasi akan membaiknya perekonomian AS telah membuat US$ diburu oleh para pelaku pasar termasuk para spekulan.

“Dengan meningkatnya permintaan terhadap US$ maka harganya pun meningkat. Di sisi lain, kecenderungan harga minyak yang menunjukkan penurunan juga telah membuat pelaku pasar beralih ke mata uang safe heaven, salah satunya US$,” ungkap Reza, Kamis (15/1/15).

Reza juga mengatakan, selama ini laju inflasi masih cenderung tinggi yang disebabkan kurangnya pasokan, terutama dari sisi bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok. Alasan lain yang diungkap Reza bahwa permasalahan utama inflasi pada bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok ialah pada ketersediaannya (suplai) sehingga seharusnya diatasi dari sisi menambah pasokannya bukan menambah suku bunga acuan.

“Keempat, kenaikan BI rate telah membuat perbankan harus (mau tidak mau) melakukan penyesuaian suku bunganya sehingga lebih tinggi dari sebelumnya,” tutur Reza.

Reza juga melihat bahwa kenaikan suku bunga perbankan telah membuat pertumbuhan kredit melambat. Diperkirakan hingga akhir 2014 hanya akan bertumbuh 10,20% dibandingkan akhir 2013 yang mampu meningkat 21,80%. Selain itu, dengan melambatnya tingkat suku bunga kredit membuat konsumsi masyarakat berkurang dan berpengaruh pada penurunan GDP. “Terbukti hingga Q3-14 hanya tumbuh 5,01% (YoY) dan secara full year (FY14 terhadap FY13) kami perkirakan hanya akan tumbuh 5,15% (YoY),” ungkap Reza.

Kenaikan BI rate juga dinilai hanya berpengaruh sedikit pada neraca perdagangan yang hingga akhir 2014 kami perkirakan masih mencatatkan defisit (US$ -2,2 miliar) meskipun sudah lebih baik dari akhir 2013 (US$ -4,08 miliar). Masih melambatnya ekonomi global, terutama China sebagai mitra dagang utama Indonesia membuat nilai ekspor Indonesia mengalami perlambatan sehingga tidak dapat secara signfikan diatasi dengan kenaikan suku bunga acuan.

“Semoga kali ini Bank Indonesia tidak terlalu reaktif dalam memutuskan level BI rate dan mau berbaik hati untuk dapat mempertahankan level BI rate di level saat ini,” tutup Reza. (angga)

CATEGORIES
TAGS