BP Migas Bubar, Setelah Itu?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

SEBAGAI orang awam, bertanya apakah dengan dibubarkannya BP Migas serta merta bangsa ini menjadi “berdaulat penuh” di bidang migas? Atau ada pertanyaan yang sama. Setelah pemerintah mengganti baju BP Migas dengan Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas), apakah bisa dijamin bangsa dan negara ini menjadi berdaulat penuh di bidang energi?

Logika awam mengatakan tidak. Pasalnya, persepsinya hanya sekedar pergantian baju atau hanya ganti kendaraan saja dan tidak akan menyebabkan bangsa dan negara ini menjadi berdaulat penuh di bidang energi, khususnya di sektor hulu minyak dan gas.

Mau bukti ? Pemerintah tetap menjalankan kebijakan yang selama ini ditetapkannya, dimana para perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKSK) agar tetap menjalankan kegiatan operasi migas di Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Menteri ESDM selaku pimpinan SKSP Migas dalam pertemuan dengan pimpinan 302 KKSK di Jakarta 19 November 2012 sore hari.

Langkah ini benar dilakukan agar produksi migas tidak terganggu sehingga pasokan migas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor tetap berjalan seperti biasa. Sebagai awam, kita hanya bisa berharap agar semuanya menjadi jelas juntrungannya, jangan terus dibodohin dan dibuat menjadi semakin tidak mengerti apa makna kedaulatan energi.

Terpaksa pertanyaan di awal tadi dilontarkan karena kesannya setelah BP Migas bubar, soal pengelolaan migas di Indonesia sudah dapat berjalan sesuai pesan pasal 33 UUD 1945 dan Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh di bidang energi, khususnya di sektor migas.

Menjadi sangat mendesak bila judicial review terhadap UU no 22/2001 tidak dilakukan parsial seperti selama ini. Substansi tentang kedaulatan energi pengertiannya harus ditegaskan dalam UU. Disarankan agar UU tentang migas lebih baik diubah secara total dan menyeluruh. Seluruh pengaturannya harus mencerminkan semangat untuk menjadikan negeri ini benar-benar berdaulat energi yang definisinya harus ditegaskan dalam UU tersebut.

Mekanisme dan tata cara menjalankan kontrak karya secara eksplisit harus diatur dalam UU migas. Review menyeluruh sebaiknya juga terhadap UU yang lain, jika sekiranya semangat pengaturannya dinilai bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Secara politis harus ada konsensus tentang pemaknaan yang terkait soal kedaulatan ekonomi, kedaulatan tentang energi dan kedaulatan tentang pangan.

Undang-undang yang patut dikritisi dan potensial untuk dijudicial review secara menyeluruh antara lain, UU tentang penanaman modal, UU tentang minerba, UU tentang pangan dll. Libatkan masyarakat yang faham tentang konstitusi ekonomi untuk melakukan pekerjaan besar itu.

Tujuannya hanya satu, yaitu agar seluruh sistem perundang-undangan yang mengatur tentang ekonomi memberikan kepastian hukum bagi para pemangku kepentingan. Tidak multi tafsir dan tidak dijadikan alat perselingkungan kepentingan. Sekarang ini terus terang sebagai orang awam ragu, apakah dengan kasus dibubarkannya BP Migas soal pengaturan migas di negeri ini otomatis sudah sesuai dengan jiwa pasal 33 UUD 1945. Penjelasan tentang hal ini rasanya tidak ada yang menyampaikan,apakah itu pemerintah, DPR atau MK.

Tidak satupun dari institusi tadi yang mengelaborasi makna secara filosofis, yuridis, politis, sosiologis dan ekonomis bahwa pasca dibubarkannya BP Migas, Indonesia telah kembali menjadi salah satu negara yang berhasil berdaulat penuh di bidang energi, khususnya di sektor migas.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS