Site icon TubasMedia.com

BUMN Jangan Hanya Jago Kandang

Loading

A9ft7JkCcAAK1Af.jpggggggggg

Oleh: Fauzi Aziz

 

PEMERINTAH harus melakukan kanalisasi dengan cara melakukan Investasi Langsung Pemerintah (ILP) untuk melaksanakan kebijakan Presiden mengenai industrialisasi dan hilirisasi, serta kebijakan investasi dan peningkatan produksi.

Di berita nasional dikabarkan, 25 perusahaan BUMN berminat memanfaatkan dana repatriasi. Menteri BUMN mengatakan, sekitar

Rp 200 hingga Rp 300 triliun akan diserap BUMN dalam berbagai skema investasi yang bisa ditawarkan.

Langkah yang serupa harus dilakukan Kementerian Perindustrian untuk menawarkan proyek-proyek investasi di sektor industri, terutama terkait dengan pelaksanaan progam hilirisasi. Melalui Inpres no 6/2016, Presiden telah memerintahkan sejumlah menteri untuk melakukan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

Kita harapkan segera menyusul inpres-inpres berikutnya untuk melakukan percepatan pengembangan industri terkait dengan industri alat transportasi; industri pembangkit energi; industri barang modal, komponen, bahan penolong dan jasa industri; industri hulu agro; industri logam dasar dan bahan galian non logam; serta industri kimia dasar berbasis migas dan batubara.

Dana repatriasi dapat menjadi push factor bagi pemerintah untuk merealisasikan kebijakan yang digariskan dalam rangka peningkatan investasi dan produksi, serta dipertegas dengan melaksanakan industrialisasi dan hilirisasi.

Holding PTPN sebagai BUMN perkebunan akan melaksanakan hilirisasi di sektor CPO dan karet. BUMN di sektor farmasi dan alat kesehatan sudah pasti akan ikut dalam rangka pelaksanaan Inpres no 6/2016 tersebut.

Sejumlah BUMN lain juga siap melaksanakan industrilasasi dan hilirisasi di sektor-sektor lain, misal di industri alat transportasi (kereta api dan kapal laut), serta industri logam dasar dan bahan galian non logam, industri barang modal dan industri kimia dasar berbasis migas dan batubara.

Kekuatan BUMN harus dimobilisasi untuk mendukung industrialisasi dan hilirisasi karena potensi bisnisnya sangat memungkinkan. Sewaktu Dahlan Iskan menjabat Menteri BUMN di era SBY mengatakan BUMN harus bisa dipakai sebagai alat ketahanan nasional, dimana industri strategis dan industri pangan masuk kelompok ini.

BUMN yang berada dalam industri tersebut harus diperkuat dan dibesarkan. Berikutnya disampaikan bahwa BUMN harus berfungsi sebagai engine of growth atau mesin pertumbuhan ekonomi. Sebuah proyek yang sangat penting bagi negara, tetapi tidak memiliki prospek sebagai pencetak laba (minimal dalam jangka pendek) dan karena itu, tidak diminati swasta, maka BUMN harus mengerjakannya.

Selanjutnya BUMN harus dapat digunakan menumbuhkan kebanggaan nasional, tidak boleh hanya jago kandang. Oleh sebab itu, BUMN hakekatnya adalah tangan kedua pemerintah yang tangan pertamanya adalah APBN untuk memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi secara optimal.

Penulis sependapat dengan pandangan tersebut dan sampai kapanpun misi dan peran BUMN semacam itu tetap kita perlukan karena diperintahkan oleh konstitusi pasal 33 UUD 1945. Berkaitan dengan itu, disampaikan bahwa sinergi antara Kemenperin dan Kemen-BUMN adalah keniscayaan yang harus terjadi.

Ada atau tidak repatriasi, kerjasama diantara kedua kementrian tersebut harus efektif berjalan melaksanakan kebijakan Presiden tentang peningkatan investasi dan produksi, serta dalam rangka melaksanaan industrialisasi dan hilirisasi. Karena itu, penulis berpendapat privatisasi BUMN harus diabaikan karena bertentangan dengan semangat konstitusi.

Pemerintah harus membesarkan dan memperkuat BUMN sebagai tangan kedua pemerintah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah perlu membentuk satgas investasi untuk menjalankan progam akselerasi pengembangan industri dan hilirasasi melalui BUMN.

Momennya tepat dan kebetulan antara Kemenperin dan Kemen-BUMN menjadi mitra kerja Komisi VI DPR. Dalam jangka pendek, tidak ada salahnya Kemenperin mengambil prakarsa pertemuan awal untuk membahas kerja sama progam investasi di bidang industri dengan BUMN industri.

Pada saat yang sama, untuk bisa memanfaatkan dana repatriasi untuk membiayai proyek-proyek investasi di sektor industri, Kemenperin bersama Kemen-BUMN bisa melaksanakan Business Gathering dengan 18 bank persepsi dan 18 manajer investasi penampung dana repatriasi untuk dimanfaatkan proyek-proyek investasi di sektor industri yang prospektus dan visible dibiayai.

Langkah ini penting mengigat dana repatriasi tersebut diberikan waktu selama 3 tahun tidak bisa ditarik oleh pemiliknya dari ke 18 bank persepsi tersebut, sehingga upaya ini harus dipercepat. Yang menjadi catatan adalah berapa tingkat suku bunga yang ditawarkan kepada investor yang berminat.

Kalau dipatok dengan suku bunga komersial maka serapannya bisa tidak optimal. Namun jika dimungkinkan diberlakukan suku bunga preferensi,  langkah ini akan menarik bagi investor swasta dan BUMN yang akan melaksanakan progam percepatan industrialisasi dan hilirisasi.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

Exit mobile version