Site icon TubasMedia.com

Cadangan Devisa Menjadi Instrumen Penyangga

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

 

PERTAMA, datang dan pergi untuk kembali. Inilah fenomena capital yang hidup dalam satu siklus bisnis. Landing, take off dan landing kembali kapan saja dan dimana saja asal cuacanya mendukung dan ground handling-nya aman terkendali.Begitulah kira-kira modal berputar di seluruh penjuru dunia tak mengenal nasionalisme. Yang penting ketika datang dapat untung. Meskipun demikian, jika di negara lain ada peluang bagus dan lebih menguntungkan, maka tanpa bak- bik- buk, mereka bisa kabur. Dalam bahasa etika, perilakunya bisa dianggap “tidak beradab”, tapi hampir semua negara berusaha memanjakan mereka , sampai harus rela berkorban tidak menerima setoran pajak dari mereka.

KEDUA, capital flight adalah bentuk sentimen negatif dari pemilik modal ketika mereka melakukan aksi melarikan modal ke luar akibat tidak percaya terhadap kondisi pasar atau terhadap kebijakan pemerintah dan/atau karena alasan  stabilitas politik dan keamanan yang  terganggu. Perilaku ini biasanya dilakukan oleh investor portofolio, baik yang dilakukan oleh pemodal asing maupun pemodal dalam negeri guna menyelamatkan asetnya.

Tidak hanya itu, pada kondisi normalpun, aksi capital flight bisa berlangsung yang dilakukan oleh penanam modal asing/dalam negeri melalui aksi   transfer dan repatriasi aset ke luar dengan memindahkan modal, bunga yang diterima, deviden dan keuntungan lain, termasuk dalam rangka pembayaran utang  dari investasi langsung yang dilakukan di sebuah negara. Di Indonesia kebebasan itu dimungkinkan karena didukung oleh adanya UU nomor 24/1999 tentang sistem lalu lintas devisa, dan sistem nilai tukar, serta UU nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.

KETIGA, cadangan devisa bagi setiap negara adalah penting. Cadangan devisa ini dicatat dalam Neraca Pembayaran, yang merupakan indikator untuk mengukur arus devisa yang masuk dan keluar dari dan ke Indonesia. Jika negatif, berarti banyak devisa yang keluar. Cadangan devisa yang positif ( banyak yang masuk) memberi amunisi bagi bank sentral untuk menstabilkan rupiah.

Ketika krisis 1997/1998, cadangan devisa yang berjumlah USD 16 miliar turun hingga USD 14 miliar, kemudian naik lagi karena mengalirnya dana IMF dan pinjaman progam dari Bank Dunia untuk membiayai APBN. Cadangan devisa kala itu meningkat karena terjadi surplus neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.

Surplus ini terjadi karena ada penurunan impor dan ketidak berdayaan membayar jasa-jasa asing. Artinya secara agregat terjadi penurunan daya beli sehingga  kemampuan mengimpor barang dan jasa menurun. Saat ini, cadangan devisa Indonesia sekitar USD 137 miliar. BPS mencatat bahwa ekspor mengalami kontraksi minus 7,70%, dan impor minus 14,71%.Kondisi ini serupa tak sama dengan apa yang terjadi tahun 1997/1998, artinya surplus ekspor terjadi karena impor yang turun.Kewajiban-kewajiban internasional yang rutin adalah menghadapi tagihan-tagihan utang luar negeri yang harus dilunasi, pengeluaran untuk impor sementara ini bisa tertahan akibat terjadi kontraksi pertumbuhan minus 14,71%.

KEEMPAT, negara yang berutang luar negeri ketika dananya masuk,  cadangan devisa akan bertambah. Namun sejatinya negara itu lebih membutuhkan cadangan devisa yang berasal dari hasil ekspor. Cadangan devisa yang isinya dana investasi, portofolio, dana pinjaman atau dana talangan dari lembaga-lembaga keuangan internasional sebagai stand by loan posisinya masih cukup rawan. Bila terjadi capital flight dalam jumlah besar akibat terjadi krisis kepercayaan, likuiditas nasional akan terganggu.

KELIMA, cadangan devisa yang isinya duit milik investor asing dan lembaga keuangan internasional adalah “berbiaya tinggi” karena sesungguhnya dibalik itu masih ada beban bunga. Tapi  prinsip kehati-hatian harus dilakukan sehingga negara harus menjaga cadangannya agar setara dengan jumlah utang USD berjangka pendek. Sehingga pemerintah harus menambahkan dalam jumlah tertentu pada cadangannya jika tidak ingin menghadapi ancaman datangnya krisis. Berarti harus ada tambahan dana talangan.Kita tahu sebagian besar cadangan devisa disimpan dalam mata uang USD. Tambahan dana tersebut bisa dilakukan dengan membeli T bills sebagai  tambahan dana yang dibutuhkan dengan  suku bunga tertentu sebagai katub pengaman.

Di tahun 2019 jika tidak keliru, BI pernah mendapatkan tambahan amunisi dari The Fed AS sebesar USD 60 miliar sebagai hasil kesepakatan antara BI dengan The Fed AS  dalam bentuk kerjasama Repoline (repurchase agreement ). Jika BI perlu likuiditas, dolar AS tersebut dapat digunakan. Repoline tersebut, tidak serta merta menambah cadangan devisa karena bentuknya repo dan baru bisa dipakai jika diperlukan. Jadi statusnya semacam stand by loan.

KEENAM, jika suatu negara memiliki cadangan devisa dalam jumlah besar, maka kecil kemungkinan para investor akan mudah “panik” Jika sampai terjadi kepanikan sampai misalnya mendorong capital flight, negara tersebut lebih mungkin masih dapat memenuhi kewajiban melunasi utangnya. Karena itu, sesuai prinsip kehati-hatian yang sudah disampaikan di depan, maka  suatu negara untuk menyediakan cadangan devisa setidaknya sejumlah utang dolar AS jangka pendek  atau utang dalam mata uang yang kuat seperti Euro, yen dan Yuan. Cadangan devisa membantu negara-negara memanajemeni risiko keuangan yang mereka hadapi. Dan ini akan memperkuat keyakinan terhadap negara maupun mata uangnya.

KETUJUH, cadangan juga membentuk penyangga untuk menghadapi perubahan yang tidak diharapkan berupa biaya utang akibat kenaikan suku bunga. Karena itu cadangan devisa dapat diambil jika dibutuhkan. Cadangan devisa dapat digunakan pula untuk mengendalikan nilai tukar mata uang, dan membiayai impor . Tanpa cadangan, nilai tukar dapat jatuh. Acapkali penurunannya sangat dramatis, seiring dengan aksi jual mata uang yang dilakukan investor, spekulan pencari untung atau melakukan manipulasi mata uang. Ketidakstabilan nilai tukar dapat mengarah pada ketidakstabilan ekonomi, bahkan politik, dan salah satunya bisa mendorong terjadinya capital flight dalam jumlah besar yang kemudian bisa berpotensi mengeringkan keuangan nasional.

Ujungnya berarti akan terjadi krisis ekonomi yang bisa menjatuhkan nilai mata uang sebuah negara, menghancurkan nilai properti, dan sektor manufaktur menjadi lumpuh serta  negara bisa jatuh miskin. Jadi  kisah -kisah tersebut di atas menjadikan kita makin mengerti bahwa capital flight bisa terjadi karena krisis kepercayaan.

KEDELAPAN, cadangan devisa menjadi instrumen penyangga, karena itu memiliki cadangan devisa dalam jumlah besar menjadi keniscayaan. Yang paling kita harapkan berisi sebagian besar berupa devisa hasil ekspor, sebagian besar lagi berupa modal FDI yang akan di fabrikasi di dalam negeri untuk menghasilkan devisa hasil ekspor. Selebihnya bisa bisa saja berupa dana jangka pendek yang dipakai oleh investor, sepikulan pencari untung atau manipulasi mata uang karena pasar modal dan pasar uang tidak bisa ditutup, kecuali hanya bisa dikontrol karena hot money yang beredar di negeri ini cukup besar jumlahnya. Jadi capital flight harus bisa dicegah, karena bisa membuat ekonomi dalam negeri goncang. Cadangan devisa menjadi salah satu penyangga yang efektif dengan catatan jumlahnya besar, dan harus di upayakan sebagian besar dari hasil ekspor dan dana FDI berorientasi ekspor. Salam sehat. (penulis pemerhati ekonomi dan industri tinggal di Jakarta)

Exit mobile version