Copot Menkumham Yasona Laoly…

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kasus Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin, Bandung yang minta uang dan mobil kepada napi, temuan kamar mewah hingga napi yang pegang sendiri kunci selnya, benar-benar memalukan.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sebaiknya diperiksa, kemudian mundur atau dicopot dari jabatannya. Ini bukti kegagalan Menkumham dalam melaksanakan peran dan tanggungjawabnya.

Jika sipir lapas sudah tak dapat dipercaya, perlu difikirkan untuk mengganti peran sipir dengan robot. Karena robot tidak bisa diajak untuk kolusi dan korupsi.

Bisa juga mempertimbangkan swastanisasi lapas, agar ditangani leih professional. Walau tetap ada celah pihak swasta melakukan hal yang sama.

DPR-RI pun akan segera memanggil Menkumham Yasonna Laoly untuk dimintai penjelasannya, juga meminta pertanggungjawabannya. Karena kasus yang sama, yakni main mata antara petugas lapas dengan napi, masih terus terjadi.

Demikian pendapat sejumlah pengamat dan anggota DPR, kepada pers di Jakarta kemarin. Mereka yang berpendapat, yakni  pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Jakarta Suparji Ahmad, Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara (Untar) Hery Firman Syiah, Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah dan pengamat kebijakan publik Point Indonesia, Karel Harto Susetyo.

Sementara para anggota DPR, masing-masing Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, Angota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Erma Suryani Ranik serta Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboebakar Alhabsyi.

“Menteri hukum dan HAM sebaiknya mundur atau dicopot,” kata pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Jakarta Suparji Ahmad.

Tindakan KPK dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) petugas Lapas menurut dia, perlu diapresiasi. “Saya sangat setuju (OTT KPK, red). Seharusnya lapas menjadi tempat para napi bertobat. Tapi kalau ternyata fasilitasnya sama seperti di rumah, ya sama saja bohong. Tak ada efek jera,” tegas Suparji.

Jual beli sel mewah baginya adalah karena lemahnya pengawasan dari Kementerian Hukum dan HAM, selaku pihak yang bertanggung jawab. Dengan adanya kasus ini menurut dia, harus diusut  sampai tuntas dan adili pihak-pihak yang terlibat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Harus diperiksa semua, termasuk Menkumham-nya,” kata Suparji.

Terpisah, Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara (Untar) Hery Firman Syiah berpendapat, kasus ini adalah akibat dari lemahnya pengawasan, baik internal maupun eksternal oleh Kemenkumham.

“Tidak boleh terulang. Praktik bisnis dalam lapas ini  bentuk kegagalan dalam sistem peradilan pidana kita,” kata Hery.

Dia menyatakan, perlu adanya tindakan tegas seperti mutasi dan pemecatan sampai pada tindakan proses hukum pidana bagi oknum aparat yang terlibat.

Dia sepakat, Menkumham Yasonna Laoly harus bertanggungjawab. “Harus tanggungjawab. Pertanggung jawaban tidak hanya sebatas melakukan sidak dan reaksi sesaat setelah terjadinya peristiwa semacam ini. Presiden harus beri nilai merah untuk Menkumham,” tegasnya.

Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah mengungkapkan, praktik kongkalikong di lapas seebnarnya sudah menjadi rahasia umum.  Lapas yang tujuan utamanya adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan, justru menjadi tempat terjadinya  kejahatan.

“Solusinya adalah adanya good will and political will dari Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan reformasi internal,” ujar Akbar.

Lantas, bagaimana jika dilakukan swastanisasi lapas? Menurut dia, ada baik dan buruknya. Baik karena swasta akan lebih professional. Namun. Bisa juga terjadi celah kasus yang sama.

“Saya kira, swastanisasi lapas juga bukan solusi. Karena di Indonesia, kalau aparat negara saja punya mental bisnis, ini bisa terjadi juga di swasta,” jelasnya. (red)

 

CATEGORIES
TAGS