Dari Pemerintah Untuk Masyarakat

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

APBN adalah aset tangible dan intangible yang dikuasai oleh negara dan dikelola oleh pemerintah. Dana yang dihimpun dan aset fisik yang dikelolanya adalah aset tangible. Sedang sistem dan mekanisme pengelolaannya adalah aset intangible. APBN yang dikelola oleh pemerintah pada dasarnya adalah sejumlah dana yang diperuntukkan penggunaannya sebagian untuk membiayai kebutuhan pemerintah sebagai sebuah organisasi negara untuk menunjang kegiatan operasionalnya.

Kegiatan operasional ini pada hakekatnya mengandung tiga pos besar untuk pembelanjaan, yakni gaji/upah, pemeliharaan dan menghasilkan produk/jasa yang dihasilkan oleh pemerintah sebagai organisasi negara. Produk/jasa yang dihasilkan pemerintah pada dasarnya hanya berbentuk dua hal yakni kebijakan dan pelayanan publik. Dari sudut pandang marketing, jualan pemerintah hanya dua itu saja yang pokok.

Laku atau tidak jualan itu, ditentukan oleh banyak hal. Yang pasti produk/jasa yang dihasilkan harus berkualitas dan harga harus murah bahkan seharusnya bisa gratis. Berikutnya, produk/jasa yang dihasilkan harus bisa didelever tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah.

Dalam konteks ini berarti harus dapat mengembangkan konsep QCD-nya di sepanjang waktu dan terkelola dan tunduk kepada kaidah-kaidah tata kelola yang baik dan tata pemerintahan yang baik.

Kepuasan pelanggan, dalam hal ini masyarakat harus menjadi obsesi dan membangun strategi marketing yang jitu agar produk/jasa yang dihasilkan dapat diterima masyarakat. Kalau costumer satisfaction-nya tidak dipenuhi, maka pasti akan berdampak kepada semakin menurunnya kepercayaan masyarakat.

Ini yang esensial tentang peran dan fungsi pemerintah sebagai organisasi negara atau sering disebut sebagai organisasi publik. Jika demikian posisinya, maka dari aspek APBN, porsi pemerintah untuk menggunakannya harusnya hanya pada kisaran 25-30% saja. Sisanya 70-75% menjadi “haknya” masyarakat untuk “mengelolanya” dan dipergunakan secara produktif untuk membangun kekuatan masyarakat sebagai sumber kekuatan inti sebuah bangsa yang sejahtera makmur dan berkeadilan.

Desentralisasi fiskalnya harusnya demikian, yaitu transformasi langsung pembiayaan ke pusat-pusat unggulan (center of exccelent) yang dikembangkan oleh masyarakat, baik di bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi bahkan ekonomi.

Landasan pengelolaannya tetap harus tunduk dan patuh kepada kaidah good governance. Peran dan fungsi pemerintah pusat dan daerah hakekatnya sama, yaitu hanya sebagai pembuat dan penjaja produk/jasa yang dihasilkan, yaitu kebijakan publik dan pelayanan publik. Yang membedakan hanya lingkupnya, dimana pusat berskala nasional dan daerah berskala daerah (propinsi/kabupaten dan kota).

Pemerintah dan organ-organnya tidak lebih dari para CEO dan para manager untuk mengelola dana yang 30% tadi dan menghasilkan produk/jasa utamanya yaitu kebijakan publik dan pelayanan publik kelas nomor satu sebagai core competency-nya.

Azasnya adalah dari rakyat oleh rakyat, untuk rakyat. Ininilah inti demokrasi. Kesejahteraan dan kemakmuran yang dibangun adalah kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bukan lembaganya seperti negara dan pemerintah. Yang perlu hebat, kuat, beradab dan bermartabat itu adalah masyarakatnya. Yang bisa bersaing dan bisa memenangkan pertandingan dimana-mana adalah masyarakat karena yang sehat, yang cerdas dan berilmu itu masyarakatnya bukan negara dan pemerintahannya.

Negara dan pemerintah hanyalah sebuah tool. Dia hanya sebuah organisasi sebagaimana organisasi-organisasi lain. Walfare state inilah makna konkretnya, dimana masyarakat harus dididik dan dipersiapkan untuk mengurus rumahtangganya sendiri.

Birokrasi bukan urusan politik. Birokrasi adalah instrumen administrasi dan manajemen negara. Karena itu, dia bekerja berlandaskan kaidah-kaidah administrasi dan manajemen negara. Birokrasi yang sehat, efisien, efektif dan produktif adalah yang bekerja untuk memberikan kepuasan kepada masyarakatnya.

Agar dana APBN yang 70%-nya dapat dikelola dengan baik, maka pemerintah cukup membuat pedoman teknisnya saja sejak awal direncankan, dipergunakan dan dipertanggungjawabkan dan BPK yang melaksanakan pengawasan dan auditing-nya.
Hukum harus tegak berdiri dan diterapkan secara tidak pandang bulu. Dengan cara ini barangkali masyarakat akan semakin bisa bertanggun jawab mengurus rumah tangganya sendiri. Masyarakat lebih terdidik untuk bekerja keras meraih kesuksesan, sebab kalau gagal, masyarakat sendiri yang harus menanggungnya. Masyarakat bisa lebih proper untuk menjadi risk taker sekaligus mampu mengelola resiko apapun bentuknya.

Inilah sekilas pandang sebuah prespektif pemikiran sederhana untuk me-reinventing Indonesia di masa yang akan datang. Me-reinventing pemerintahnya, birokrasinya dan juga masyarakatnya. Pemikiran ini juga disampaikan dalam kerangka untuk mewujudkan proses desentralisasi yang paling hakiki, yaitu desentralisasi dari pemerintah kepada masyarakat secara langsung, bukan desentralisasi dari pemerintah ke pemerintah (propinsi/kab/kota).***

CATEGORIES

COMMENTS