Darurat Transportasi Logistik

Loading

Oleh: Efendy Tambunan

Ilustrasi

Ilustrasi

DAYA saing Indonesia di sektor logistik masih memprihatinkan. Mahalnya biaya logistik menyebabkan harga jual komoditas di sentra pertanian tertekan, sementara harga beli di tingkat konsumen relatif mahal. Alhasil, produsen (petani) tidak menikmati hasil produksinya dan konsumen membeli komoditas pertanian jauh di atas harga petani.

Selain komoditas pertanian, produk manufaktur, makanan dan minuman, terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara pusat konsumen tersebar di seluruh Indonesia. Dampaknya, kapal dan truk bermuatan saat berangkat dan kosong saat pulang, sehingga total load factor rendah dan mengakibatkan biaya logistik mahal.

Di pusat kota seperti Jakarta, biaya angkut barang sangat dipengaruhi oleh jarak pengiriman dan tingkat kemacetan. Pada saat ini, kemacetan di Jakarta semakin parah. Kemacetan akan menambah biaya operasional distribusi barang.

Di daerah pedalaman, hasil komoditas pertanian tidak dapat diangkut secara maksimal ke pusat kota (sentra konsumen), karena kondisi jalan buruk. Kondisi jalan buruk menyebabkan terbatasnya komoditas pertanian yang terangkut dan biaya transportasi menjadi lebih mahal.

Sebagai negara kepulauan, pelabuhan sebagai simpul transportasi mengalami masalah efisiensi yang akut. Biaya penanganan barang meningkat, karena terbatasnya daya angkut kapal, waktu tunggu (antre) kapal merapat di pelabuhan lebih lama dan tidak efisiennya bongkar-muat barang. Akar masalahnya adalah terbatasnya infrastruktur, suprastruktur, dan lemahnya kompetensi sumber daya manusia pengelola pelabuhan.

Waktu tunggu lama juga disebabkan oleh pelayanan di pelabuhan tidak 24 jam. Waktu pelayanan 24 jam hanya terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok dan ketika dicoba waktu pelayanan 24 jam di pelabuhan lain langsung mendapat resistensi tinggi dari serikat pekerja pelabuhan.

Di luar pelabuhan, distribusi barang ke tempat tujuan masih terkendala oleh buruknya infrastruktur dan kemacetan pada jaringan jalan. Alhasil, waktu tempuh mengangkut barang lebih lama, meningkatnya biaya transportasi dan emisi gas buang. Pungutan resmi dan tidak resmi di sepanjang jalan makin menambah biaya logistik.

Menurut LPEM UI dan Asia Foundation (2008), biaya rata-rata operasional truk di Indonesia adalah US$ 0,34 per km sementara rata-rata di Asia US$ 0,22 per km. Untuk jarak pendek, biaya rata-rata operasional truk adalah US$ 1-1,5 per km, sedangkan di kota dengan kondisi macet tinggi hingga US$ 4 per km.

Masalah Distribusi Barang

Perkembangan teknologi terkini memungkinkan truk dapat dimuati dengan tonase besar. Pada satu sisi, transportasi barang dengan kapasitas besar akan mengurangi biaya tranportasi, tetapi pada sisi lain akan mempercepat kerusakan jalan. Tonase truk yang melebihi daya dukung jalan (10 ton) akan memperpendek umur layanan jalan.

Indonesia sebagai negara kontinental mestinya membutuhkan suatu sistem yang mempertemukan supply-demand untuk mengoptimalkan angkutan barang dari satu pulau ke pulau lain atau dari satu kota ke kota lain. Untuk itu, diperlukan suatu pusat logistic, sehingga distribusi barang lebih efisien dan lebih murah.

Angkutan barang antarpulau terkadang sering menjadi sumber masalah, karena terjadinya bottle neck. Sebagai contoh angkutan penyeberangan Merak-Bakauheni sering tersendat, karena tingginya lalu lintas penumpang dan barang, khususnya menjelang Lebaran atau disebabkan oleh cuaca buruk yang mengakibatkan gelombang laut tinggi, sehingga memperlambat merapatnya kapal di pelabuhan.

Mengangkut dan mendistribusikan barang dengan kapasitas banyak, murah, dan cepat, menjadi tantangan masa depan. Dari aspek teknologi moda angkutan, mengangkut barang dengan kapasitas besar sangat mungkin, tetapi harus didukung oleh infrastruktur transportasi yang memadai, seperti, pelabuhan yang dapat melayani kapal besar, jalan dengan daya dukung di atas 10 ton, double-double track kereta api, dan jalan tol yang menghubungkan Jakarta-Surabaya.

Biaya logistik dapat ditekan dengan mengurangi sesedikit mungkin transfer point. Sebagai contoh adalah penelitian penulis mengenai pola distribusi pengiriman barang (pakaian) dari Tanah Abang ke Bontang, Kalimantan Timur. Barang diangkut dari Tanah Abang dengan truk ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kemudian dari Tanjung Perak dikapalkan ke Balikpapan dan dari Balikpapan diangkut dengan truk ke Samarinda. Dari Samarinda diangkut melalui jalan darat dengan perusahaan ekspedisi lain ke Bontang. Jumlah transfer point angkutan pakaian dari Jakarta ke Bontang perlu dikaji ulang supaya biaya angkut barang lebih murah.

Permasalahan transportasi logistik sangat kompleks dan membutuhkan solusi komprehensif. Mengingat kompleksnya permasalahan itu, dibutuhkan skala prioritas yang harus segera ditangani dan diprioritaskan. Solusi lainnya,n bagaimana meningkatkan kapasitas perusahaan penyedia jasa logistik, meningkatkan implementasi ICT dan kompetensi SDM perusahaan logistik, menawarkan kerja sama pembangunan infrastruktur transportasi dalam bentuk public-private partnership yang lebih atraktif, melakukan deregulasi peraturan dan membentuk lembaga logistik yang berkompeten pada level nasional dan regional. (Penulis adalah Dosen Teknik Sipil UKI dan Direktur Toba Borneo Institute)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS