Dilema Kasus Nazaruddin

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Sujiwo Tejo

Sujiwo Tejo

BUDAYAWAN Sujiwo Tejo dalam sebuah acara di televisi swasta meminta kepada segenap bangsa agar ramai-ramai mendatangi ibu negara Ani Yudhoyono untuk mempertanyakan kelanjutan kasus yang melilit mantan bendahara Partai Demokrat, Mohammad Nazaruddin.

Katanya, langkah inilah yang terbaik untuk menuntaskan kasus Nazaruddin. Kita minta petunjuk ibu negara, sampai batas mana saja kasus ini bisa kita ungkapkan. Apakah cukup hanya sebatas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum atau bisa tidak merambat hingga nama-nama petinggi dan anak pejabat yang pernah disebut Nazaruddin.

Ada benarnya, usulan budayawan yang selalu tampil dengan mengenakan kain sarung dan bertopi lebar menutupi rambut gondrongnya itu. Percuma menurutnya, para ahli hukum baik itu doktor maupun profesor di bidang hukum membahas kasus korupsi yang dilakukan Nazaruddin. Sudah siapkah kita menegakkan hukum yang hakiki dalam kasus Nazaruddin tapi keutuhan bangsa ini tercabik-cabik?

Mana yang akan kita pilih, menegakkan hukum tapi negara terancam atau minta petunjuk kepada ibu negara sampai batas mana saja yang bisa kita ungkap. “Saya mau dan siap berada di depan untuk menanyakan hal ini kepada ibu negara,” begitu kata Sujiwo saat dia tampil memberi ulasan masalah Nazaruddin.

Sekali lagi dalam tulisan ini dinyatakan, usulan Sujiwo mendekati kebenaran dengan tujuan demi keutuhan bangsa dan negara. Pasalnya adalah bahwa tujuan utama menegakkan keadilan adalah menjadikan satu negara dan bangsa tetap berada dalam satu keutuhan.

Bicara masalah korupsi yang dilakukan Nazaruddin, sudah dapat dipastikan bahwa Nazaruddin tidak bekerja sendirian dan pasti ada mitranya. Dari balik persembunyiannya, Nazaruddin telah sering menyebut sejumlah nama yang menjadi mitranya bahkan dia sebut sebagai dalang dari seluruh aksi kejahatan tersebut.

Masalahnya sekarang, semua pemilik nama yang disebut-sebut Nazaruddin, membantah tuduhan tersebut. Tapi tak usaha heran. Rasanya bantahan itu wajar sajalah. Belum pernah terjadi di muka bumi ini maling mengaku perbuatannya, malah sebaliknya yang terjadi adalah, maling teriak maling.

Bisa pula dipahami, jika semua nama yang disebut-sebut Nazaruddin diadili dan divonis bersalah, rembetannya kepada pemangku kepentingan negeri ini akan sangat kental dan memang keutuhan negeri ini akan terancam koyak.

Karena itu sangat dilematis sebenarnya menangani kasus Nazaruddin. Pepatah mengatakan; “dimakan mati ibu tidak dimakan mati bapak”. Artinya, dituntaskan secara terang benderang (meminjam istilah presiden SBY) pun, kasus ini akan ada dampaknya kepada banyak pihak yang sedang berkuasa, tapi jika tidak terang benderang, di mana rasa keadilan dan seberapa besar minat serta arti pernyataan presiden SBY untuk memerangi korupsi.

Nah, kembali kepada usul Sujiwo Tejo, mari kita seluruh elemen bangsa ini merenung dan kita ramai-ramai ketuk pintu hati ibu negara agar mau membuka isi hatinya yang paling dalam menyangkut masalah korupsi yang dilakukan Nazaruddin. Naluri seorang ibu tidak pernah bisa berbohong atau tidak akan tega berbohong. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS