Do The Best

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

LELAH rasanya melihat cara kerja politik di negeri ini. Politik dijadikan panglima, tetapi digunakan dengan cara yang salah. Kita hanya disuguhi cara kerja politik yang pragmatis dan transaksional. Rasanya, sampai hari ini belum ada yang kapok untuk meninggalkan cara kerja politik seperti itu.

Mau dibawa ke mana negeri ini oleh para elite, tampaknya tidak jelas. Ke jurang kehancuran? Rasanya tidak ada satu pun di antara kita yang setuju jika arahnya dibawa ke sana. Dicap sebagai negara yang nyaris gagal, pada kenyataannya semua menolak. Kalau demikian berarti bahwa elite politik di negeri ini masih waras.

Andaikata cara kerjanya selama ini masih menganut paham pragmatisme dan transaksionalisme, ke depan semoga berubah. Perubahannya harus menuju ke arah yang lebih baik dan lebih benar dilihat dari ukuran/norma apa pun.

Negeri ini ibarat kuda yang sudah terlalu banyak beban. Semua ada batasnya. Sekuat-kuatnya memikul beban, kalau daya tahan tubuh lemah akhirnya lunglai juga, dan negeri ini akhirnya sakit. Politiknya sakit, ekonominya mudah diserang demam, karena virusnya banyak, dan bahkan budayanya ikut-ikutan sakit. Kasihan Indonesia yang umurnya sudah 68 tahun. Harapannya hanya satu, yaitu berubahlah ke arah yang lebih baik. Bekerjalah dengan lebih baik (do the best).

Taat asas dan taat aturan. Making value and not making money. Buatlah nilai Indonesia ini menjadi lebih baik di mata rakyatnya sendiri maupun di mata dunia. Caranya bukan dengan “menjual” Indonesia hanya demi uang. Dan karena itu, sebagian dari oknum elite di negeri ini rela menjadi “makelarnya”.

Tidak pantas Indonesia dikapitalisasi dengan cara kerja yang sangat tidak bermartabat dan tidak beradab. Itu maknanya sama saja menjual aset bangsa kepada bangsa lain hanya berlindung di balik alasan, karena kita tidak memilki dana yang cukup untuk merawat Indonesia.

Tahun depan kita akan memilih wakil rakyat di DPR/DPRD dan memilih presiden dan wakil presiden. Apa yang bisa kita harapkan di tengah sebagian rakyat menjadi bersikap skeptis. Ragu, apakah mereka yang terpilih nanti bisa membawa Indonesia lebih baik, lebih sehat, dan lebih bermanfaat bagi rakyatnya. Semua bergantung pada cara kerja dari para calon yang terpilih.

Jika cara kerjanya sami mawon (sama saja), maka rakyat hanya bisa mengelus dada dan berujar memang tidak ada kapoknya. Lebih mengkhawatirkan jika sampai rakyat marah. Boleh jadi peristiwa seperti yang terjadi pada tahun 1966 dengan tuntutan trituranya, tahun 1974 (peristiwa malari) atau tahun 1998 ketika ekonomi kita nyaris bangkrut, yang menyebabkan rezim Orba jatuh akan berulang.

Kita tidak mengharapkan Indonesia terus digoyang kegaduhan politik.Gontok-gontokan berebut proyek APBN/APBD. Berebut menjadi makelar jual-beli migas, tambang, dan lain-lain. Abai memikirkan masa depan Indonesia yang peluangnya untuk menjadi negara adidaya ekonomi sudah di depan mata. Kita hanya butuh para elite di negeri ini bisa bekerja lebih baik untuk menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan.

Fondasi ekonominya makin kuat secara nyata, karena sektor pertaniannya makin kuat dan produktivitasnya makin tinggi. Begitu pula sektor industri maufakturnya makin berdaya saing tinggi, karena sistem ekonominya secara keseluruhan makin efisien. KKN harus ditebas habis tanpa tebang pilih, karena KKN adalah predator ganas, yang bisa membuat negeri ini bangkrut.

Perbaiki aturan mainnya.Tata ulang kelembagaan birokrasi dan banyak lagi yang masih harus dibereskan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang gemah ripah sehingga bisa menyejahterakan rakyat secara merata dan adil. Postur Indonesia jika dipimpin oleh elite politik yang amanah dan jujur, mudah-mudahan value added-nya akan makin meningkat. Rakyat senang, para pemimpin bisa bekerja dengan tenang. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS