DPR: KAA ke-60 Zaman Baru, Narasi Baru!

Loading

index

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Konferensi Asia Afrika ke-60 tahun telah berlangsung. Acara tersebut dinilai menghasikan sebuah narasi baru tentang arah pembangunan dan peradaban global.

“Konferensi Asia Afrika 1955 memiliki narasi perlawanan terhadap kolonialisme dan pembentukan negara-negara Asia Afrika. Sedangkan kondisi zaman sekarang sudah cukup berbeda. Maka KAA yang ke-60 juga musti melahirkan narasi baru,” kata anggota Komisi I DPR, Sukamta, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

Sukamta menjelaskan bahwa zaman KAA 1955 peradaban global berbentuk bipolar, yaitu blok Barat yang dikomandoi Amerika Serikat dan blok Timur yang dikomandoi Uni Soviet. Presiden Soekarno turut mempelopori terbentuknya negara-negara non blok. Perang Dingin melanda dunia saat itu.

Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Perang Dingin berakhir yang otomatis membawa peradaban global kepada unipolar dengan Amerika Serikat sebagai ‘penguasa tunggal’.

Namun kini, polarisasi peradaban global semakin beragam, menjadi multipolar. Barat tidak lagi menjadi satu-satunya ‘penguasa’. Kalau meminjam istilah Kishore Mahbubani, sekarang ada hemisfer baru dunia, yaitu Asia. Dominasi yang ada di Barat sekarang sudah mulai bergeser ke Asia.

“Saya setuju dengan Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa pandangan yang menyatakan menggantungkan permasalahan dunia kepada World Bank, IMF dan PBB adalah pandangan usang. Betul sekali itu. Sekarang Tiongkok juga sudah bisa mendirikan bank AIIB yang mampu bersaing dengan bank-bank yang berorientasi ke Anglo-Saxon,” bebernya.

Politisi dari PKS ini menambahkan bahwa zaman KAA sekarang dengan KAA 1955 sudah berbeda meskipun masih ada juga kesamaannya. Kesamaannya, KAA yang sekarang kita dorong untuk tetap memperjuangkan antikolonialisme di seluruh penjuru dunia. KAA yang ke-60 harus mampu mendorong dengan sungguh-sungguh demi terwujudnya kemerdekaan bangsa Palestina. Negara-negara peserta KAA 1955 hingga KAA ke-60 sudah banyak yang merdeka.

Target KAA 1955 untuk memerdekakan negara-negara Asia Afrika pad asaat itu bisa dikatakan sudah tercapai. Tapi Palestina sejak KAA 1955 hingga KAA yang sekarang belum juga merdeka. Perbedaannya adalah sekarang zamannya globalisasi. Dunia mengkerut, dunia menghampar, dunia terilpat, istilah-istilah ini menggambarkan kondisi global sekarang. Meminjam istilah Kenichi Ohmae, dunia sekarang adalah borderless world; dunia tanpa sekat.

“Karenanya kita perlu narasi baru dalam KAA ke-60 ini. Narasi baru itu adalah keseimbangan global. Kita berjuang untuk meminimalisasi kesenjangan antara Barat dan Timur, antara Utara dan Selatan. Poros global adanya di Timur Tengah yang  letaknya sangat strategis karena ada di tengah-tengah benua Eropa, Afrika dan Asia. Belum lagi adanya cadangan minyak di sana yang jadi rebutan. Gejolak di Timur Tengah selama ini cukup menentukan konstelasi global. Jadi, narasi baru yang kita butuhkan sekarang adalah komitmen konkret untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina di Timur Tengah, tidak hanya sekadar perdamaian,” pungkasnya.(nisa)

CATEGORIES
TAGS