DPR Pecah Kongsi Menyikapi Kasus Korupsi yang Menjerat Setnov

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbelah dalam menyikapi tindakan dua pemimpin mereka, Setya Novanto dan Fadli Zon, yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penanganan perkara korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Sebagian fraksi mengecam permintaan tertulis tersebut, tapi ada juga yang menganggapnya wajar.

Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Dadang Rusdiana, menilai pengiriman surat yang diantarkan oleh staf Sekretariat Jenderal DPR itu tidak tepat. Dewan, kata dia, seolah menjadi kuasa hukum Setya.

”Seakan-akan lembaga yang meminta. Seharusnya surat yang membawa nama lembaga harus dirapatkan terlebih dulu bersama seluruh fraksi,” kata Dadang, kemarin.

Hal senada diutarakan Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani. Dia menilai permintaan agar KPK menunda pemeriksaan Setya melampaui kewenangan pimpinan Dewan.

Menurut dia, proses hukum harus dihormati, termasuk oleh DPR secara kelembagaan. ”Proses hukum ditangani lembaga independen. Pimpinan jangan mengintervensi,” ujar dia di DPR, Rabu 13 September 2017.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu juga menilai peran Sekretariat Jenderal DPR yang mengantarkan surat tersebut sangat janggal. Muzani pun berencana mempertanyakan sikap Wakil Ketua DPR Fadli Zon, rekannya di Gerindra, yang meneken surat permintaan Setya tersebut. ”Saya akan tanya kenapa meneken surat itu,” ujarnya.

Surat yang diteken Fadli berisi permintaan penundaan pemeriksaan Setya, yang sejak 17 Juli lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Dalam warkat yang diantarkan oleh Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan DPR tersebut, KPK diminta agar menunggu hasil sidang gugatan praperadilan yang diajukan Setya atas penetapan tersangka komisi antikorupsi.

Bukan hanya Hanura dan Gerindra, Partai Demokrat juga menyayangkan tindakan dua pemimpin DPR tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan Setya seharusnya menghormati proses hukum di KPK.

“Setiap warga negara harus mematuhi proses hukum dan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.

Namun Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, justru menilai langkah Setya meminta Fadli mengirimkan surat kepada KPK itu sebagai hal yang biasa saja.

“Ini kan sekadar harapan, bukan pemaksaan. Apalagi kalau menjadi tersangka itu bisa stres,” kata dia.

Hal senada diutarakan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny G. Plate, yang berharap publik tak menilai buruk keberadaan warkat tersebut. “Surat itu bukan bentuk intervensi,” ujarnya. (red)

CATEGORIES
TAGS