Ekonomi Indonesia Bergerak dengan Kekuatan Masyarakat

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

BOLEH percaya boleh tidak dan secara demokratis kita tidak dilarang untuk mengkritisinya, karena menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi. Jika dilihat dari satu dimensi, khususnya bila dilihat dari nisbah APBN terhadap PDB, judul opini ini ada benarnya. Nisbah APBN terhadap PDB tidak lebih dari 20%.

Dengan demikian, daya ungkit APBN tidak bisa sepenuhnya diandalkan sebagai mesin pertumbuhan. APBN memang penting, tapi bukan satu-satunya alat untuk menggerakkan roda perekonomian. Apalagi, kita semua tahu, sebagian besar APBN terpakai hanya untuk menutup biaya operasional birokrasi, bayar utang, dan bunga pinjaman, subsidi dan transfer cash ke daerah, dalam bentuk DAU dan DAK.

Apa maknanya kalau kemudian dinyatakan bahwa ekonomi Indonesia bergerak dengan kekuatan masyarakat?

Secara sederhana berarti dapat dijawab, kegiatan investasi dan perdagangan serta kegiatan ekonomi produktif lainnya diperankan oleh masyarakat, baik yang bergerak di sektor tradable mau pun yang bergerak di sektor non-tradable.

Tanpa berniat sedikit pun untuk berpikiran sempit dan “provokatif”, akal sehat kita bisa terusik dan bertanya masyarakat yang mana penggeraknya?

Jawabannya pasti, bisa masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke, tanpa membedakan ras dan etnik. Tapi, juga bisa masyarakat asing atau bangsa lain. Yang terakhir ini mereka sengaja diundang melalui kebijakan penamanan modal.

Tahun 1967, mereka diundang melalui UU PMA dan UU Tahun 1968 untuk PMDN. Kedua UU ini kemudian diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Penanaman Modal tanpa lagi membedakan PMA/PMDN dan diperlakukan sama (equal treatment dan asasnya non diskriminisasi).

Sektor-sektor yang dinyatakan terbuka dan tertutup untuk penanaman modal diatur dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) yang pengaturannya ditetapkan dengan perpres sebagai aturan pelaksanaan dari UU tentang Penaman Modal.

Aktor Utama

Masyarakat sebagai kekuatan penggerak ekonomi, berarti menempatkan posisi sentral masyarakat sebagai subyek/aktor utama, bukan semata-mata hanya sebagai objek. Upaya ini secara filosofis bermakna, negara secara sadar berniat membangun kekuatan ekonomi bangsa yang sumber penggerak utamanya masyarakat. Ekonomi Jepang maju, karena masyarakatnya dipersiapkan untuk menjadi aktor utama dan dengan semangat bosido-nya.

Jepang saat ini menjadi kekuatan ekonomi besar di dunia. Begitu pula dengan China, Korsel, dan India. Masyarakatnya dididik dan dilatih agar menguasai iptek, sehingga mereka akan menjadi masyarakat yang digdaya, mampu menjadi tuan di negeri sendiri. Bahkan, bisa menjadi tuan di negara lain melalui kegiatan investasi dan perdagangan yang berhasil mereka lakukan.

Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang diproyeksikan akan menjadi the big superpower di bidang ekonomi. Oke, kita semua harus bersikap objektif menyikapi prediksi itu. Kepentingan nasional yes. Menjadi masyarakat madani yang demokratis sudah kita raih, meski pun masih ada problem di sana sini. Sistem pendidikan mulai membaik untuk mempersiapkan manusia-manusia unggul yang memilki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual tinggi, makin berkualitas agar lebih bisa menguasai iptek di masa depan.

Kita tidak alergi atau menolak kerja sama internasional, karena memang hal ini sangat diperlukan melalui sistem aliansi dan kolaborasi. Semuanya itu dilakukan agar masyarakat, bangsa, dan negara benar-benar berkemampuan tinggi melakukan manuver-manuver kreatif dan inovatif sebagai penggerak kekuatan ekonomi nasonal. Yang perlu disepakati oleh segenap bangsa adalah bagaimana sikap nasional kita menghadapi modal asing yang by law kehadiran mereka memang dijamin untuk mengembangkan investasinya di Indonesia.

Perbedaan Sengit

Secara emosional sebagian dari publik memberikan opini bahwa Indonesia terlalu liberal dalam mengundang asing berinvestasi di Indonesia. Timbul perdebatan sengit di antara kita, di satu pihak semangat nasionalisme bergelora yang sepertinya ingin mengatakan go to hell with modal asing. Di pihak yang lain, para penganut sistem ekonomi liberal yang pro market mechanism mengatakan, bahwa FDI penting untuk pertumbuhan ekonomi. Klasik sekali alasan yang dibangun, yaitu kita kekurangan modal, SDM-nya masih perlu dididik dan dilatih dan kita belum menguasai teknologi.

Debat ini berkepanjangan hingga kini, seperti tidak berujung pangkal. Debat ini menjadi retorika politik dan sebagian juga dapat menyebabkan terjadinya “perselingkuhan” politik yang dilakukan di tingkat elite agar “kekuatan modal asing” tetap akan dijadikan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Sementara ada premis yang memberikan semacam national judgement, karena APBN semakin kecil perannya sebagai mesin penggerak pertumbuhan, maka masyarakatlah yang harus menjadi aktor utama sebagai penggerak ekonomi.

Ke depan, harus ada upaya terminasi untuk mengkristalisasi sikap nasional dalam memajukan ekonomi nasional. Terminasinya, antara lain, modal asing tetap kita undang hadir, tetapi sebagai pelengkap, bukan sebagai yang utama. Terminasi berikutnya adalah kekuatan sumber daya nasional harus menjadi makin berkualitas agar bangsa ini dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia. Terminasi yang ketiga, kebudayaan nasional dengan beragam sistem tata nilai yang tersebar di mana-mana harus dipupuk dan dilestarikan terutama yang bersifat produktif.

Tata nilai adalah aset intangible, unik dan dapat menjadi salah satu modal dasar kemajuan peradaban. Terminasi yang terakhir adalah kita sekarang ini punya jumlah golongan kelas menengah yang besar. Mereka harus disiapkan agar sebagian di antaranya dapat menjadi pelaku ekonomi yang sangat strategis bagi negara kita. Mereka adalah kelas wirausaha baru yang memilki kemampuan berinvestasi, mengembangkan bisnis, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong produktivitas bagi perekonomian secara menyeluruh. Karena itu, negara wajib mendukung mereka dengan berbagai kebijakan dan program yang dirancang secara khusus untuk memajukan mereka sebagai pilar kekuatan ekonomi bangsa di masa depan.

We propose policy and progam pro-business. Dengan demikian, menjadi benar bahwa masyarakat adalah yang membuat ekonomi Indonesia dapat bergerak maju dan bersaing, bukan oleh negara, oleh politikus. Digerakkan oleh aktor-aktor utama, para wirausahawan baru yang muda dan bertalenta dan ber-mindset global. Jayalah bangsaku dan negeriku. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS