Etika

Loading

Oleh: Edi Siswojo

Ilustrasi

Ilustrasi

ADA ungkapan sinis : zaman sekarang mencari yang haram saja susah apalagi yang halal. Ungkapan itu sering menghiasi daun telinga kita, bergetar dan menggelitik kerpihatinan karena realitas di negeri ini menunjukan perbedaan antara tindakan yang benar dan yang salah sudah sangat tipis.

Masyarakat di mana pun di muka bumi ini memiliki etika sebagai kumpulan nilai-nilai standar moral dan alkhlak yang menjadi acuan bersama dalam bertindak. Namun, banyak warga masyarakat yang mengabaikan etika. Dalam kehidupan bersama di Indonesia penegakan etika terasa menjadi kendor. Contohnya, tindakan korupsi yang merebak dan menjalar ke mana-mana bagai cendawan di musim hujan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui persoalan korupsi merupakan persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia. Kampanye melawan korupsi yang dilakukan SBY secara agresif selama tujuh tahun kekuasannnya tak membuat korupsi menjadi surut malah merebak luas. Korupsi yang terjadi sering dikaitkan dengan budaya politik Indonesia yang gagal melakukan seleksi pemimpin yang kridibel dan memiliki integritas.

Boleh jadi korupsi ada akitannya dengan budaya politik Indonesia. Tapi yang jelas, korupsi itu tindakan yang salah secara etik dan tindakan buruk karena melanggar etiket sebagai tata cara dan standar sopan santun dan moral dalam pegaulam hidup masyarakat Indonesia.

Buku “Sasangka Jati”, Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal) mengingatkan dalam pergaualan hidup masyarakat, kita perlu mengupayakan secara sungguh-sungguh untuk memiliki watak dan perliku yang baik yaitu rela, narima, jujur, sabar dan budiluhur.

Rela, artinya memiliki hati yang lapang dan menyerahkan seluruh milik, hak dan hasil karya kepada Tuhan Yang Maha Esa secara tulus dan ikhlas. Narima, artinya bisa menerima apa yang telah menjadi haknya, tidak meninginkan milik orang lain dan tidak iri terhadap keberuntungan orang lain.

Jujur, artinya menepati semua janji atau menepati kesanggupan yang diucapkan atau yang masih dalam niat. Watak jujur mendatangkan keadilan, memberikan keberanian dan menjadikan tulusnya budi pekerti.

Sabar, artinya mampu menampung segala perkara, kuat menghadapi cobaan, tidak berputus asa, luas wawasannya dan tidak temperamental. Watak sabar itu seperti laut yang mampu menampung apa saja dan tidak meluap karena daliri air dari mana saja.

Budiluhur, artinya kasih sayang kepada semua orang. Watak budi luhur memperlakukan semua orang sama tanpa membedakan status sosial di masyarakat Sudah saat kita semua kembali memegang teguh etika dan menghormati etiket dalam mengembangkan interaksi sosial melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negeri ini. !***

CATEGORIES
TAGS