Site icon TubasMedia.com

Evolusi Membangun Ekonomi Bangsa

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

 

PEMBANGUNAN, pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial adalah isu idiologis yang kini menjadi arus utama dan perhatian dunia ketika dunia telah berhadapan langsung dengan lanskap yang terbentuk, yakni kesenjangan global, regional dan nasional.

Kesenjangan adalah result dari berbagai proses  evolusi pembangunan ekonomi yang berjalan selama ini. Pertarungan di tingkat idiologi ekonomi nyaris tak pernah usai, meskipun sistem liberal mengklaim dirinya menjadi “pemenang”.

Ketika isu kesenjangan mencuat sebagai masalah global, para penggiat liberalisasi secara pragmatis membuat pendekatan baru dalam pembangunan ekonomi dengan “menempelkan” kalimat pendek, berkeadilan.

Mencoba mencari solusi terbaik atas fenomena kesenjangan ini, tokoh seperti Muhammad Yunus, pemenang hadiah Nobel Perdamaian, sekaligus pendiri “Grameen Bank” di Bangladesh, menelorkan pemikiran terobosan dalam kebijakan ekonomi.

Tema idiologis yang ditawarkan adalah membangun Bisnis Sosial untuk menjawab  isu kesenjangan dan konsep yang ditawarkan adalah “Sistem Kapitalisme Baru yang Memihak Kaum Miskin”.

Kita mengajak pembaca untuk memahami bagaimana secara evolutif pembangunan ekonomi berjalan untuk mencapai cita-cita luhur sebuah bangsa. Pandangan yang akan  dibahas lebih fokus bagaimana melihat fenomena proses pembangunan ekonomi yang berjalan di Indonesia. Secara evolutif dan struktural, pembangunan ekonomi di negeri ini ditempuh melalui 4 tahap yaitu proses politik; proses strategi dan kebijakan; proses birokratik dan proses implementasi.

Sekilas kita bahas satu persatu dan evolusinya akan tunduk pada idiologi Pancasila, sehingga pembangunan ekonomi di Indonesia harus dipandu untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Posisinya clear pada tataran yang bermuatan idiologis, tapi bisa menjadi tidak clear, bilamana tata kelola pemerintahannya secara pragmatis justru lebih tunduk pada idiologi “Kapitalisme dan Liberalisme” yang serba market driven. Das Sollen- nya clear and clean, tapi Das Sein-nya mengalami pembiasan karena Indonesia terbawa arus globalisasi politik  dan ekonomi yang landasan idiologisnya Liberal.

Fenomena ini berlangsung melalui ruang proses politik di negeri ini. Proses ini secara “Das Sein” telah terjadi pembiasan visi dan misi dari pembangunan ekonomi yang berkeadilan sosial, bergeser menjadi ter-framing ke dalam sistem ekonomi pasar yang liberal.

Inilah fakta yang kita hadapi. Padahal secara “Das Sollen”, sebagaimana diamanatkan oleh Bab XIV UUD 1945, sistem ekonomi di negeri ini jelas dan tegas kerangka politisnya, yakni “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial” dikerangkakan dalam satu tarikan nafas. Apakah pembiasan ini secara politis dan konstitusi salah.

Jawabnya salah. Pertanyaannya apakah kesalahannya bias diperbaiki atau dikoreksi, jawabannya “harus dikoreksi”. Melalui mekanisme apa tindakan koreksinya harus dilakukan? Jawaban, melalui “Proses Strategi dan Kebijakan”. Secara sederhana proses ini bisa dilakukan dengan cara memperbaiki arahnya dan melakukan koreksi atas tindakan afirmasi dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Jika tidak dikoreksi secara fondamental dan struktural, maka pembangunan ekonomi Indonesia akan semakin jauh menciptakan keadilan sosial yang hanya akan berujung pada terjadinya masalah sosial yang akut dan berpotensi memunculkan konflik sosial dimana-mana akibat pemerintah gagal melakukan koreksi strategi dan kebijakan.

Sebab itu, pembuatan strategi dan kebijakan ekonomi dianjurkan agar tetap bersandar pada proses politik yang baik dan konstitusional supaya tetap on the track dan tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik dan ekonomi pihak asing,

Kasus di Indonesia, kesenjangan terjadi komulatif, yaitu kesenjangan antar kelompok pendapatan dan kesenjangan antar sektor dan antar wilayah. Terkait dengan masalah ini, manajemen kebijakan  menjadi penting dan tata kelola  pemerintahan yang baik (the virtues of good governance) menjadi instrumen penyeimbang yang wajib ditegakkan’oleh pemerintah.

Alokasi sumber daya menjadi perhatian utama agar mesin birokrasi bergerak melaksanakan kebijakan dan progam pembangunan ekonomi untuk mewujudkan keadilan sosial dan berkelanjutan yang akan menghasilkan output yang serba terukur.

Birokrasi menjadi peran kunci sebagai penggerak pembangunan ekonomi sehingga harus  well plan dan well organized. Tidak bekerja business as usual hanya memboroskan sumber daya yang jumlahnya terbatas.

Proses pembelajaran merupakan suatu tahapan yang bersifat dinamis dari level kehidupan tertentu ke level berikutnya yang lebih baik. Pembelajaran ini berarti birokrasi harus mengembangkan kompetensinya secara individu dan kolektif agar secara fungsional semakin kompeten. Dengan demikian, mesin birokrasi harus bisa tampil bukan sekedar untuk menyesuaikan diri terhadap fenomena dan dinamika ekonomi yang muncul sebagai realita, tetapi untuk menciptakan masa depan yang dicita-citakan.

Proses paling ujung dari evolusi pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah tahap implementasi. Pada tahap ini, sumber daya ekonomi dikerahkan. Segala macam keterampilan dan keahlian dimobilisasi, teknologi dipilih, digunakan dan dikembangkan melalui kegiatan investasi dan industrialisasi.

Evolusi pembangunan ekonomi akan berjalan paling tidak melalui tahapan yang bersifat integral dan komprehensif, yakni melalui proses politik yang baik; proses strategi dan kebijakan yang tepat; proses birokrasi yang kompeten dan efisien; serta proses implementasi yang terukur untuk menghasilkan output ekonomi yang berdaya saing dan pada akhirnya akan menghasilkan economic outcome. (penulis adalah pemerhati masalah sosial, ekonomi dan industri).

Exit mobile version