Fenomena Ulat Bulu

Loading

Oleh: Paulus Londo

Ilustrasi

Ilustrasi

MUNCULNYA ulat bulu tidak sebagaimana biasanya telah menimbulkan kepanikan warga di sejumlah daerah di tanah air. Bahkan, demikian pers memberitakan, para pejabat di daerah kini cenderung frustrasi menghadapi serbuan ulat bulu yang tidak hanya ganas melahap dedaunan tapi juga mulai berani masuk ke rumah penduduk, ruang sekolah bahkan perkantoran pemerintah.

Kehadiran ribuan ulat bulu memang fenomenal. Sebab ulat tersebut semula hanya muncul di Kabupaten Probolinggo, namun dalam beberapa hari telah muncul di Lamongan, Pasuruan, Bali, Yogyakarta, dan konon juga hadir di Sumatera Utara.

Seperti biasa, menghadapi fenomena alam yang tak lazim ini, berbagai kajian dan analisis, baik bersifat ilmiah, semi ilmiah, tradisional bahkan berbau klenik pun bermunculan. Ada yang mencoba menghubungkannya dengan kerusakan ekosistem, perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan, fenomena perubahan iklim dan pemanasan global, tapi tak sedikit pula yang memandang peristiwa ini sebagai “kutukan” atau “warning” dari Tuhan.

Sebab perilaku manusia saat ini cenderung akrab dengan dosa. “Ini mirip fenomena masuknya ribuan belalang ke dalam istana Firaun di Mesir di jaman Nabi Musa,” kata sumber di Jawa Timur sambil berkhotbah tentang pentingnya pertobatan.

Terlepas dari benar atau tidak, berbagai analisis, kajian dan pendapat tersebut tentu punya manfaat. Setidaknya, mengingatkan manusia agar tidak berlaku semena-mena terhadap alam dan lingkungan hidup.

Menurut pakar ilmu kehutanan dari Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS yang kini menjabat Menteri Lingkungan Hidup, munculnya ulat bulu dalam jumlah fantastik dan dengan tingkat penyebarannya yang cepat itu sebenarnya hal biasa.

Bisa jadi penurunan predator ulat bulu akibat kesalahan manusia sendiri yang terlalu sering memakai insektisida sehingga, keseimbangan ekosistem terganggu. Tentu jika itu penyebabnya maka penanggulangan hama ulat bulu tentu mesti mempertimbangkan keseimbangan ekosistem.

Artinya, tidak semua dibasmi, melainkan cukup dengan mengendalikan populasi agar tidak menimbulkan kerugian ekonomi. Sebab jika semua dibasmi, tentu tak ada lagi yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu, yang sangat berperan membantu proses penyerbukan tanaman.

Adapun pengendaliannya bisa secara mekanis, kimia dan biologis. Mekanis yaitu membasmi dengan cara tradisional, kimia dengan menggunakan insektisida dan biologis dengan menyebarkan musuh alami. Penggunaan bahan kimia sebaiknya dihindari.

Ulat bulu yang menyerang Probolinggo dan Yogyakarta berjenis arctornis riquatp, hymantriia beatriix, sphraegidus virguneula, dan orygya postica. Jadi bukan jenis baru, karena spesies-spesies itu sudah ada sejak tahun 1948 di daerah tersebut. Untuk menekan hama ulat bulu ekosistem harus diperbaiki, dan pengendalian hama mesti terpadu, dengan melibatkan masyarakat di setiap daerah.

Sayangnya, pendapat para pakar ini tidak mendapat porsi pemberitaan yang memadai di media massa. Akibatnya, warga pun terus dihantu ketakutan. Namun tentu ada hikmah yang dipetik dari kejadian ini, setidaknya untuk mengingatkan para elite bahwa makhluk kecil yang tampak tak berdaya seperti ulat bulu, bisa berubah menjadi kekuatan yang menakutkan apabila terus menerus diperlakukan tidak adil dan semena-mena. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS