Generasi Muda Terkontaminasi Politik Uang

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Dikotomi tua-muda tidak berlaku dalam pencapresan karena pada kenyatannya ada generasi muda yang sudah terkontaminasi dengan politik uang. Oleh karena itu, saya menentang wacana potong generasi untuk memperbaiki nasib bangsa ke depan.

Hal itu diucapkan Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta pekan silam mengomentari adanya wacana potong generasi karena generasi tua dianggap sudah tidak mumpuni lagi untuk menahkodai bangsa. di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Bagi saya, lanjutnya, ada tiga syarat utama bagi seorang tokoh untuk maju menjadi pemimpin nasional atau calon presiden.Ketiga syarat tersebut, adalah uang, partai politik dan massa. “Kalau tidak punya partai, tidak punya uang dan tidak punya massa, ya tidak usah mimpi jadi capres, meskipun secara kualifikasi memenuhi,” ujar Marzuki.

Menurutnya, tidak perlu dikotomi tua-muda dalam soal calon presiden. “Jangan ada dikotomi tua-muda, berani, apalagi potong generasi. Yang penting, persoalan bangsa kita rumuskan, dan kita lihat siapa yang punya visi untuk maju,” katanya.

Marzuki menegaskan, karakter baik atau buruk seseorang tidak dilihat dari usia. “Mau potong generasi bagaimana? Coba saya tanya, organisasi apa yang tidak pakai duit sekarang kalau bikin perhelatan nasional? Kalau ada Munas atau Kongres, anak-anak muda itu selalu bicara uang semua,” kritik Marzuki.

Ia mengakui, itu juga merupakan bagian dari generasi tua dalam mendidik anak-anak muda. “Saya juga prihatin,” kata Marzuki menyesalkan kemerosotan moral di kalangan generasi muda. Ia lantas menyinggung soal Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

“Kemarin saya mencoba dorong soal idealisme di KNPI, tapi tidak ada yang bisa lawan gerbong duit,” kata Marzuki. “Saya dukung generasi muda, organisasi pemuda. Tapi kita juga tidak bisa tutup mata bahwa ada kemerosotan moral di tingkat anak muda. Kelemahan mereka soal duit. Bagaimana kami mau serahkan tongkat estafet kalau mentalnya gerbong uang?” tegasnya.

Tidak Ada Salahnya

Sementara itu, Iin Farihin tokoh pemuda di Kabupaten Bekasi mengatakan pemuda adalah merupakan miniatur politik dari permasalahan bangsa. “Sepanjang masih bisa diluruskan saya pikir tidak ada salahnya pemuda itu brutal,” kata pemuda berpostur tinggi besar itu.

Menurutnya, saat jaman perjuangan kemerdekaan juga ada laskar rakyat. Dan sekarang ada juga laskar pemuda yang notabene adalah kelompok pemuda yang memiliki tingkah laku bermacam-macam.

Itu adalah pondasi-pondasi bangsa yang ingin berbuat sesuatu untuk negaranya. Tinggal masalahnya jika mereka suka memaksakan kehendak tinggal siapa yang akan membina saja. Tawuran karena merasa bahwa apa yang dilakukan tidak diperhatikan, sehingga mencari perhatian pada lingkungan. Pemuda punya karakter. Mereka punya sikap tinggal bagaimana membentuk pemuda saja. Makanya penting adanya pembinaan pemuda secara kolektif.

Di tempat terpisah, Dedi Gumelar anggota DPR (Fraksi PDIP) menyebut tawuran pemuda menjadi perhatian khusus di DPR RI. Dedi Gumelar yang juga anggota Komisi X – DPR RI bidang pemuda dan pendidikan memaparkan fenomena sebab akibatnya. Kepada Tubas dikatakan yang harus menjadi perhatian, yang pertama harus dilakukan adalah meluruskan konsep pendidikan. Pendidikan kita tidak berbasis pada kebudayaan yang hanya dirahkan kepada science saja.

“Padahal kalau dilihat contohnya tidak semua anak Jepang bisa bahasa Inggris tetapi mereka bisa maju. Kalau pendidikan kita sekarang, jika tidak bisa bahasa asing dianggap tidak intelek,” ungkap pria asal Banten ini.

Katanya, kalau sekarang banyak pemuda pada tawuran ya tidak bisa disalahkan, itu adalah out-put dari konsep pendidikan yang keliru. Pertama tidak berbasis kebudayaan yang kedua tidak ada upaya melahirkan karakter bangsa yang baik. Jadi menurut Dedi Gumelar adalah sangat tepat memisahkan pendidikan dan kebudayaan. (rudy kosasih)

CATEGORIES
TAGS