Giatkan Lagi Program Kali Bersih

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

KITA sering tersesat pada adagium hangat-hangat sesaat. Pintar menciptakan proyek yang pada mulanya memang menggaet perhatian, tetapi ujung-ujungnya hilang begitu saja. Beberapa tahun lalu, pernah dipopulerkan gerakan Prokasih (singkatan dari Program Kali Bersih) di seluruh Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Beberapa sungai-sungai besar sempat dibersihkan dari sampah atau tumbuh-tumbuhan penghalang arus, seperti eceng gondok. Namun belakangan, kegiatan itu tidak berlanjut dan nyaris tak terdengar lagi.

Pada saat musim hujan sekarang ini, banyak kali-kali atau sebutan lain dari sungai-sungai yang meluap. Selain karena lebar sungai menyempit, perhatian juga tertuju pada sampah-sampah atau tumbuhan eceng gondok yang memenuhi kali tersebut.

Seperti terlihat di Kali Sunter, Kali Cipinang dan Kali Ciliwung di Jakarta Timur. Gelontoran sampah terbesar datang dari Kali Cipinang menuju saluran Banjir Kanal Timur, sehingga kanal besar yang diharapkan bisa mencegah banjir untuk wilayah timur hingga wilayah utara Jakarta itu, akan berkurang kemampuannya.

Sebenarnya, selain mengatasi ancaman banjir, kebersihan sungai-sungai itu juga akan menunjukkan suatu budaya bangsa yang menghargai ciptaan Tuhan. Alangkah indahnya mata memandang, apabila air sungai mengalir dengan bersih. Jenis biota air pun bisa hidup berkembang biak dengan tenang, dan pepohonan sepanjang tepi sungai pun bisa tumbuh subur.

Oleh karena itulah, perlu digiatkan lagi Prokasih (program kali bersih) tersebut. Pemerintah Daerah, khususnya di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) perlu mensponsorinya dengan mengajak seluruh warga masyarakat ikut terlibat dan berpartisipasi.

Pemerintah membiayai pengerukan lumpur dan normalisasi sungai yang menyempit, dan masyarakat bisa diajak untuk membersihkan sampah dari sungai-sungai. Apakah dalam bentuk perlombaan mengumpul sampah terbanyak seperti dilakukan Pemkot Bogor dan Pemkot Depok. Atau mendorong kegiatan komunitas masyarakat peduli sungai dengan mendapat penghargaan.

Budaya bersih-bersih di sungai-sungai ini, akan menjadi kebiasaan masyarakat untuk ikut menjaga kebersihan saluran-saluran air atau selokan-selokan yang senantiasa membutuhkan anggaran pembersihan yang besar setiap tahun. Pemerintah Daerah Jabodetabek selain bisa menghemat anggaran, kegiatan ini juga akan mendidik masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Dipenuhi Sampah

Tidak kurang dari 17 sungai yang mengalir ke kota Bekasi, Jakarta dan Tangerang, hampir semuanya dijadikan tempat pembuangan sampah. Seperti Kali Krukut, di Jakarta Selatan, telah mengorbankan ratusan warga masyarakat di Kampung Pulo, Pondok Labu. Kali tersebut cepat meluap karena dipenuhi lumpur dan sampah. Selain karena dipenuhi lumpur dan sampah, Kali Krukut juga cepat meluap karena ada penyempitan badan sungai, akibat pembangunan tanggul dan gorong-gorong sekitar Cilandak.

Kali Pasanggrahan di daerah Tangerang juga sering meluap dan menggenangi perumahan Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN) Binataro, karena dipenuhi sampah serta ada penyempitan badan sungai di berbagai tempat. Tampaknya, sungai-sungai di Jabodetabek seperti daerah tidak bertuan, karena tidak jelas siapa yang mengawasi dan melarang orang untuk membuang sampah ke sungai.

Bahkan, di pinggir sungai pun banyak berdiri bangunan darurat. Sepertinya, tidak ada petugas yang melarangnya, atau mungkin ada oknum-oknum yang mencari keuntungan gelap dari tepi-tepi sungai yang seolah-olah tidak bertuan ini.

Di Jakarta Timur ada empat sungai yang rawan meluap, karena dijadikan tempat sampah dan terjadi penyempitan-penyempitan badan sungai yang perlu dinormalisasi. Sehingga, daerah-daerah permukiman sepanjang aliran sungai tersebut, sangat terancam banjir. Yakni Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Jati Kramat dan Kali Cakung. Meskipun keempat sungai ini telah dialirkan ke saluran Banjir Kanal Timur, namun masih sering meluap karena belum pernah dinormalisasi.

Di bagian ruas jembatan Ujung Menteng, Jakarta Utara, air juga sering meluap karena terusan Banjir Kanal Timur itu penuh endapan lumpur, sampah dan eceng gondok. Demikian pula di ujung kanal di Marunda, Jakarta Utara, air tidak bisa cepat mengalir ke laut, karena dipenuhi lumpur dan sampah. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS