Gula Rafinasi

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

SURAT Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 111 Tahun 2009 dinilai sebagai “biang kerok” maraknya gula rafinasi masuk ke pasaran umum dan bukan lagi sebatas untuk kepentingan industri makanan dan minuman. Masuknya gula rafinasi itu juga ditengarai melalui pintu belakang alias selundupan.

Karena itu, ratusan pengunjuk rasa yang mengaku petani tebu, pekan silam mendatangi Kementerian Perindustrian dan mendesak agar seluruh kebijakan yang memungkinkan masuknya gula rafinasi dicabut.

Tidak kurang dari 48 unit bus yang mengangkut para pengunjuk rasa. Mereka memasuki lapangan parkir dan mendekat hingga halaman teras Kemenperin. Maka tak ayal kemacetan-pun timbul di sepanjang jalur menuju Kemenperin.

Dalam aksi damainya, para pengunjuk rasa menggunakan alat pengeras suara yang ditaruh dalam truk dan dipasang persis di pintu masuk gedung. Selain berorasi, mereka juga melantunkan lagu-lagu dangdut sehingga aksi demo itu sekilas bagai hiburan rakyat dan sesekali anggota polisi yang berjaga-jaga ikut menggoyangkan pinggangnya.

Namun terlepas dari semua itu, masalah gula rafinasi dan gula tebu bagaikan kasus yang tak kunjung berakhir. Secara berkala, kasus tersebut muncul dan muncul lagi, demo lagi dan demo lagi dan tema yang dipersoalkan itu itu juga.

Maka tidak heran jika kalangan petani gula mengaku kecewa kepada pemerintah karena tidak mampu mengendalikan distribusi gula rafinasi dan gula putih impor. Selama ini, produksi gula rafinasi yang melimpah dan distribusinya merembes ke pasar umum serta kebijakan impor gula putih sudah merugikan petani.

Pasalnya, harga jual gula produksi dalam negeri selalu merosot untuk mengikuti harga gula rafinasi yang jauh lebih murah bahkan harga ecerannya berada di bawah biaya produksi gula produk dalam negeri.

Para pengunjuk rasa itu juga mempertanyakan program pemerintah yang tidak konsisten yakni di satu sisi petani didorong untuk menenam tebu tapi di sisi lain, dibuka juga impor gula rafinasi. Kebijakan ini kata petani tebu teramat membingungkan bahkan bisa mematikan para petani tebu sebab tidak mungkin lagi ada pabrik gula yang menyerap tebu sebab gula pasir tebu sudah kalah dengan gula rafinasi.

Kalangan petani tebu sebenarnya tidak keberatan jika pemerintah mendirikan sebanyak mungkin pabrik gula, asal yang berbahan baku tebu.

Tampaknya tidak salah jika kapangan pengunjuk rasa mencurigai ada apa sebenarnya di balik kebijakan impor gula rafinasi. Ada kepentingan apakah di balik semua itu, apakah kepentingan politik, atau kepentingan bisnis tanpa mempedulikan nasib petani tebu.

Siapa-siapakah yang ikut bermain di dalamnya dan maukah mereka para pemain itu menghentikan permainnya dengan alasan demi kepentingan rakyat petani tebu?

Atau apakah para pemangku kepentingan tidak mau lagi mempertahankan Perpres 57 Tahun 2004 yang menetapkan gula sebagai barang dalam pengawasan. Saat ini petani tebu benar-benar dihadapkan pada kebijakan yang kurang menguntungkan. Sudah didera dengan harga gula rafinasi yang lebih murah, diterpa lagi gula impor ilegal atau gula selundupan dari Malaysia dan Thailand. ***

CATEGORIES
TAGS