Hafal Pancasila Tapi Korupsi Jalan Terus

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Pancasila seharusnya menjadi dasar perilaku, bukan suatu ideologi yang hanya penting untuk diperbincangkan dan diindoktrinasikan. Untuk itu perlu keteladanan dalam berbuat atau bertindak dari para pemimpin, tokoh maupun orangtua. Tanpa keteladanan dalam perilaku, maka Pancasila bisa dianggap tidak relevan dan ketinggalan zaman.

Demikian rangkuman wawancara tubasmedia.com dengan sejumlah nara sumber di Jakarta pekan lalu. Maraknya kekerasan di Indonesia, baik berlatar belakang agama maupun etnik, disebabkan kurangnya pemahaman dan pengamalan Pancasila, sebagai norma berperilaku dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko mengatakan, generasi muda di era reformasi bukannya apatis dan apriori terhadap Pancasila, tapi ideologi negara itu harus dikemas sesuai perkembangan zaman, kalau tidak, nanti dianggap tidak relevan. Kaum muda sudah tidak puas dengan hanya teori. Mereka minta bukti, bukan hanya janji dan kata-kata.

Di masa Orde Baru, indoktrinasi Pancasila dilaksanakan sejak anak usia sekolah. Tapi di era reformasi ini, cara indoktrinasi sudah tidak relevan, karena para pemimpin dan tokoh kita sudah kurang dipercaya oleh generasi muda. “Kebanyakan pejabat mampu mengucapkan sila-sila Pancasila, tapi perilaku mereka sehari-hari menunjukkan kebalikannya. Misalnya, tidak ada rasa kemanusiaan dan korupsi di birokrasi,” katanya.

Sementara itu, Prof Dr Franz Magnis-Suseno berpendapat, Pancasila merupakan dasar negara dengan nilai-nilai luhur dan nilai kemanusiaan yang universal. Para pendiri negara ini (founding fathers) telah merumuskan cita-citanya dengan jelas dalam Pancasila.

Dengan kata lain, Pancasila adalah terjemahan dorongan hati nurani bangsa Indonesia. Dan Pancasila merupakan cerminan wajah bangsa Indonesia seperti dicita-citakannya. “Tapi sekarang jiwa bangsa Indonesia terancam pembusukan karena korupsi, kebencian kerdil, dan kepicikan,” katanya.

Untuk itu, kita harus memperbaharui tekad bersama untuk menjadi bangsa yang beradab; artinya kita harus menolak segala bentuk kekerasan. Kita harus memperbaharui tekad Pancasila, yaitu tekad untuk saling menerima dalam perbedaan dan bersedia membangun negara kita dengan cara yang dapat didukung oleh seluruh komponen bangsa, katanya.

Sementara itu, seorang pendidik, guru SD di Jakarta Timur, J. Manullang mengatakan, Pancasila sangat penting sebagai landasan idiil Negara dan pedoman perilaku.

“Sayangnya, Pancasila tampaknya terabaikan selama reformasi ini. Padahal, Pancasila adalah dasar dan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila seharusnya tidak dihilangkan dari mata pelajaran sekolah. Itu merupakan bukti memudarnya jiwa nasionalisme kita,” katanya.

Sebab itu, ia mengusulkan harus ada upaya pengkajian ulang terhadap mata pelajaran Pancasila agar efektif pelaksanaannya di masyarakat. Untuk itu, peranan pemerintah sangat diperlukan. “Dasar pemahaman yang kuat tentang nilai Pancasila seharusnya sudah ditanamkan sejak SD. Dalam hal ini, keluarga juga berperan untuk memberi teladan dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu,” tambahnya. (apul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS